Anak yang kerap pilih-pilih makanan, bahkan menolak makan, sering kali membuat orang tua merasa cemas. Kekhawatiran anak kekurangan asupan gizi tidak jarang berujung pada stres dan emosi yang sulit dikendalikan.
Kondisi ini dikenal sebagai picky eater atau GTM (Gerakan Tutup Mulut). Meski umum terjadi, tidak semua picky eater dapat dianggap wajar. Sebab, ada kondisi tertentu yang masih tergolong normal, tetapi ada pula yang perlu mendapat perhatian lebih.
Melalui unggahan video di kanal YouTube Learning Time Indonesia pada Senin (30/6/2025), dr. Shane Tuty Cornish menjelaskan bahwa picky eater terbagi menjadi dua jenis, yakni picky eater normal dan picky eater tidak normal.
Menurut dr. Shane, picky eater normal merupakan fase yang hampir dialami semua anak. Sekitar 50 persen anak berada dalam fase ini. Namun, dari jumlah tersebut, sekitar 30 persen termasuk dalam kategori picky eater yang tidak normal.
Empat Penyebab Anak Mengalami Picky Eater
dr. Shane menjelaskan bahwa picky eater normal dapat diibaratkan seperti kondisi orang dewasa yang merasa bosan terhadap makanan tertentu. Misalnya, ketika seseorang terlalu sering mengonsumsi matcha hingga akhirnya merasa enek dan enggan mengonsumsinya kembali.
Lebih lanjut, ia menyebutkan ada empat penyebab utama picky eater. Pertama, faktor kesehatan. Anak bisa memiliki riwayat penyakit tertentu, seperti TBC atau asam lambung, yang membuatnya tidak nyaman saat makan.
Kedua, faktor sensorik. Pada kondisi ini, anak merasa geli atau tidak nyaman terhadap tekstur, aroma, atau rasa makanan tertentu. Ketiga, faktor oromotor, yaitu ketika lidah anak tidak mampu memindahkan makanan ke kanan dan kiri dengan optimal.
Keempat, faktor psikologis. Anak mungkin pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan, seperti muntah setelah makan makanan tertentu. Pengalaman tersebut dapat menimbulkan trauma sehingga anak enggan makan kembali.
Peran Orang Tua dalam Menghadapi Picky Eater
Dalam praktiknya, dr. Shane mengungkapkan bahwa ia kerap menemui orang tua yang datang dengan keluhan anak mengalami picky eater. Langkah awal yang selalu ia lakukan adalah memvalidasi perasaan orang tua.
“Dok, saya takut banget anak saya kelaparan,” merupakan keluhan yang sering ia dengar. Setelah itu, barulah ia membantu orang tua untuk mengidentifikasi masalah yang dialami anak.
dr. Shane juga menekankan bahwa sekitar 70 - 80 persen kasus picky eater paling sering disebabkan oleh masalah sensorik atau pancaindra. Kondisi ini kerap membuat orang tua semakin tertekan jika tidak dibarengi pemahaman yang tepat.
Sebagai upaya pencegahan, dr. Shane membagikan tips pola asuh agar anak tidak mengalami picky eater. Salah satunya dengan menjadi role model. Orang tua dianjurkan untuk makan bersama anak sejak dini, bahkan ketika anak masih berusia enam bulan.
Anak akan meniru kebiasaan makan orang tuanya, mulai dari cara makan hingga jenis makanan yang dikonsumsi. dr. Shane mengungkapkan bahwa kebiasaan makan orang tua, bahkan sejak sebelum kehamilan, dapat memengaruhi selera makan anak.
Jika orang tua tidak menyukai makanan tertentu, bukan tidak mungkin anak juga akan menolak makanan yang sama. Menurut dr. Shane, menjadi orang tua membutuhkan kesiapan yang besar, termasuk dalam menerapkan pola hidup sehat.
Ia pun menyarankan agar pola hidup sehat dipersiapkan sejak sebelum menikah. Baik calon ayah maupun calon ibu dianjurkan untuk menjaga pola makan. dr. Shane menjelaskan bahwa sperma membawa catatan selera makan yang nantinya bertemu dengan sel telur ibu.
Sementara pada ibu, pengaruh pola makan dimulai sejak masa kehamilan, terutama pada trimester terakhir. Selain itu, enam bulan pertama pemberian ASI juga berperan penting, karena apa yang dikonsumsi ibu akan diterima oleh anak.
Dengan memahami perbedaan picky eater normal dan tidak normal, orang tua diharapkan tidak langsung panik. Pemahaman yang baik serta pola asuh yang tepat menjadi kunci agar anak dapat melalui fase ini dengan lebih baik dan kebutuhan gizinya tetap terpenuhi.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Takut Kehilangan Lagi, King Nassar: Surga Aku Tinggal Mama!
-
Pernah Berada di Fase Sulit, Fuji Mengaku Sempat Konsultasi dengan Psikolog
-
Marissa Anita dan Perfeksionisme: Tak Ada Ruang untuk Setengah-Setengah
-
Diminta Menikah Muda, Aisyah Aqilah: Nikah Itu Nggak Bisa Dipatok Umur!
-
Bukan Sekadar Musibah, Ini Alasan Ustadz Felix Sebut Perusak Hutan Pelaku 'Dosa Besar'
Artikel Terkait
-
Makan Bergizi Gratis Jadi Andalan Tekan Stunting di Tamansari Bogor
-
Kawula17 Dorong Orang Muda Aktif Mengawal Kebijakan Iklim
-
4 Mobil Matic di Bawah Rp100 Juta, Cocok untuk Anak Muda
-
Saat Sekolah Jadi Ajang Konten: Tren Makeup di Kalangan Pelajar Tuai Pro Kontra
-
Tulis Lagu Sendiri di Usia 6 Tahun, Ariana Ivy Ajak Anak Indonesia Berimajinasi Lewat "Kuda Ajaib"
Health
-
Dari Tinnitus hingga Hiperakusis: Risiko Serius di Balik Kebiasaan Memakai Headphone
-
Menopause Bukan Akhir, tapi Transisi yang Butuh Dukungan
-
Fakta dan Mitos tentang Gula: Apa yang Perlu Anda Ketahui?
-
Bukan Hanya Milik Lansia, Usia 20-an Juga Bisa Kehilangan Massa Otot
-
Jangan Diabaikan, Ini 6 Langkah Penting untuk Menjaga Kesehatan Telinga
Terkini
-
Indra Sjafri, Timnas Indonesia Kelompok Umur dan Hasil Melatihnya yang Kerap Naik-Turun
-
Salut! Joko Anwar Dapat Gelar Kehormatan dari Pemerintah Prancis
-
Terperangkap Bayang-Bayang Patriarki, Laki-Laki Cenderung Lambat Dewasa
-
Hemat Waktu dan Tenaga, Ini 7 Cara Efektif Membersihkan Rumah
-
4 Cleanser Korea dengan Kandungan Yuja untuk Wajah Sehat dan Glowing