Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Desyta Rina Marta Guritno
Pecco Bagnaia (Instagram/@motogp)

Perjuangan Pecco Bagnaia dengan motor Ducati GP25 musim ini masih berjalan penuh tantangan. Hingga setengah musim pertama, pembalap Italia itu terus mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap performa motor baru yang ia kendarai.

Meskipun GP25 secara spesifikasi tidak berbeda jauh dengan GP24, kenyamanan yang dulu ia rasakan saat membalap dengan versi sebelumnya kini hilang. Dengan versi terbaru ini, dia mengalami kesulitan saat mengerem dan memasuki tikungan.

Perlu diingat, dengan GP24 Bagnaia mampu mengukir prestasi luar biasa, memenangkan 11 dari 20 balapan yang ia jalani, meskipun gagal menjadi juara dunia, prestasi ini menempatkannya di puncak daftar pembalap tersukses musim lalu.

Ducati sendiri melakukan sejumlah perubahan pada beberapa komponen mesin GP25 untuk meningkatkan kinerja, terutama mengatasi masalah yang sempat mengganggu motor di musim sebelumnya.

Tujuannya jelas, yakni membuat motor lebih kompetitif, lebih responsif, dan lebih stabil di lintasan. Namun, bagi Bagnaia, modifikasi ini justru terasa mengganggu kenyamanan dan gaya balap yang selama ini menjadi kekuatannya. Ia merasa sulit menyesuaikan diri, meski mencoba berbagai strategi di sesi latihan maupun balapan.

Melansir dari laman MotoGP News, rasa frustrasi Bagnaia tidak dialami oleh rekan-rekan setimnya atau pembalap lain yang menggunakan GP25. Marc Marquez, misalnya, dia justru tampil sangat impresif dengan motor baru ini, menunjukkan performa konsisten dan kecepatan yang menonjol.

Sementara itu, Fabio Di Giannantonio, yang juga menggunakan GP25, menilai perubahan yang dilakukan Ducati tidak mengubah karakter motor secara signifikan.

Bahkan Franco Morbidelli, yang meskipun balapan utamanya menggunakan GP24, sempat mendapatkan kesempatan untuk mencoba GP25, dan ia pun sependapat dengan Di Giannantonio.

Fakta ini menegaskan bahwa masalah yang dirasakan Bagnaia kemungkinan lebih bersifat personal, terkait gaya balap dan adaptasinya terhadap karakter baru motor, bukan keluhan teknis dari motor itu sendiri.

Di awal musim, situasi ini sempat menimbulkan kemarahan dan kekecewaan Bagnaia. Ia terlihat frustrasi karena tidak mampu menampilkan performa terbaiknya, sementara rival-rival lain tampak melaju dengan lancar menggunakan motor yang sama.

Namun, beberapa waktu terakhir, Bagnaia sepertinya mulai menerima kenyataan. Ia menyadari bahwa, meski ia berusaha keras, masalah ini belum menemukan solusi yang tepat. Kini fokusnya berubah dari mengejar Marc Marquez, menjadi mengejar posisi runner-up yang ditempati Alex Marquez.

Terlalu berisiko untuk memaksakan diri mengejar Marc Marquez, di klasemen saja, Pecco dan Marc terpaut 168 poin yang akan semakin sulit dikejar jika Marc terus menyuguhkan performa terbaik.

Dalam klasemen sementara, Bagnaia tertinggal 48 poin dari Alex Marquez, jarak ini bisa saja dikejar, tapi harus dengan penampilan gamg bagus dan konsisten di setiap seri. Kondisi ini memaksa Bagnaia untuk menyesuaikan strategi balapnya.

Alih-alih mengandalkan kecepatan penuh seperti musim sebelumnya, Bagnaia harusnya lebih fokus pada meraih poin secara konsisten, mengurangi risiko terjatuh, dan memaksimalkan setiap kesempatan untuk finis sebaik mungkin.

Meski tantangan masih menunggu di depan, sikap Bagnaia mulai menunjukkan kedewasaan. Ia belajar untuk menerima bahwa dalam balap, tidak semua faktor bisa dikendalikan, termasuk adaptasi terhadap perubahan teknis yang dibuat tim.

Tekanan dan frustrasi memang sulit dihindari, tetapi kemampuannya untuk tetap fokus dan realistis terhadap situasi sekarang menjadi modal penting agar bisa menutup musim dengan hasil terbaik.

Paruh kedua musim ini pun akan menjadi ujian sesungguhnya bagi Bagnaia, apakah ia mampu mengatasi kesulitan adaptasi motor dan tetap bersaing. Jika mampu menyesuaikan diri, bukan tidak mungkin ia tetap bisa mengukir prestasi atau bahkan meningkatkan peringkatnya di klasemen akhir.

Desyta Rina Marta Guritno