- Publik kritik PSSI soal keputusan pelatih dan sistem pembinaan yang lemah.
- Performa menurun drastis dibanding era Shin Tae-yong, yang sukses bawa semifinal 2024.
- Timnas U-23 gagal lolos ke Piala Asia 2026 setelah kalah 0-1 dari Korea Selatan.
Kegagalan Timnas Indonesia dalam melaju ke putaran final Piala Asia U-23 2026 menjadi pukulan pahit bagi sepak bola nasional. Setelah sebelumnya menunjukkan performa luar biasa di bawah asuhan Shin Tae-yong, kini Timnas Indonesia U-23 justru tersingkir lebih awal dalam babak kualifikasi. Kekalahan tipis 0-1 dari Korea Selatan pada laga terakhir Grup J di Stadion Gelora Delta Sidoarjo hari Selasa (9/9/2025), menjadi penentu kegagalan ini.
Hanya mengumpulkan 4 poin dari tiga pertandingan, yakni hasil dari satu kemenangan, satu hasil imbang, dan satu kekalahan, Garuda Muda harus puas finis sebagai runner up grup. Sayangnya, pencapaian itu belum cukup membawa skuad Garuda Muda melangkah ke putaran final karena kalah bersaing dengan runner-up dari grup lain yang memiliki poin lebih tinggi.
Antara News melaporkan, gol cepat dari Hwang Doyun di menit ke-6 menjadi mimpi buruk bagi Indonesia dalam laga tersebut. Meskipun berusaha keras mengejar ketertinggalan, efektivitas serangan yang buruk membuat tim asuhan Gerald Vanenburg gagal mencetak satu pun gol, bahkan tanpa satu pun tembakan tepat sasaran sepanjang pertandingan.
Hasil ini bukan hanya mengecewakan dari segi teknis, namun juga secara emosional, terutama karena tahun lalu, Timnas U-23 Indonesia tampil begitu menjanjikan dengan menembus babak semifinal Piala Asia U-23 2024. Pada saat itu, di bawah kepemimpinan pelatih asal Korea Selatan, Shin Tae-yong, skuad Garuda Muda berhasil menyingkirkan tim-tim kuat seperti Australia dan Korea Selatan.
Sayangnya, kisah manis itu tidak berlanjut. Setelah STY tidak lagi menukangi Timnas U-23, performa tim justru mengalami penurunan drastis. Kualifikasi kali ini memperlihatkan sisi rapuh dari tim, baik dalam hal kreativitas serangan maupun konsistensi permainan. Kekalahan dari Korea Selatan pun menjadi simbol nyata dari kemunduran ini.
Namun, di balik komentar yang cenderung diplomatis itu, tekanan publik terhadap PSSI semakin besar. Banyak pihak mempertanyakan keputusan memutus kerja sama dengan Shin Tae-yong, pelatih yang terbukti membawa prestasi terbaik bagi Timnas U-23 sepanjang sejarah keikutsertaan di ajang Piala Asia U-23.
Makin Downgrade, Sosok Shin Tae-yong Kian Dirindukan
Penurunan performa Timnas U-23 saat ini membuat nama Shin Tae-yong kembali diperbincangkan. Tidak sedikit penggemar sepak bola yang merasa bahwa perginya STY membawa “kutukan” tersendiri bagi tim. Jika dibandingkan, prestasi di bawah Gerald Vanenburg terlihat sangat kontras, bahkan menurun drastis.
Piala Asia U-23 2024 adalah titik puncak keberhasilan yang sulit dilupakan. Saat itu, bukan hanya prestasi semifinal yang membanggakan, tapi juga gaya bermain yang solid, penuh semangat, dan percaya diri menghadapi tim-tim besar. Kini, yang tersisa adalah frustrasi karena peluang demi peluang gagal dimaksimalkan, dan permainan yang kurang meyakinkan.
Banyak pengamat menyebut bahwa pergantian pelatih tidak dibarengi dengan kesinambungan visi dan karakter permainan. Dalam pertandingan terakhir melawan Korea Selatan, formasi yang terus berganti tidak mampu menciptakan stabilitas, dan para pemain tampak kebingungan dalam menyerang.
Kritik terhadap PSSI pun tidak terelakkan. Publik mempertanyakan proses pemilihan pelatih baru yang dinilai kurang matang. Gerald Vanenburg memang datang dengan reputasi, namun belum memberikan hasil konkret di level kompetitif seperti ini.
Di sisi lain, negara-negara ASEAN lain seperti Thailand dan Vietnam justru mampu memastikan tempat mereka di putaran final Piala Asia U-23 2026. Ini menunjukkan bahwa persaingan di kawasan semakin ketat, dan Indonesia tampaknya mulai tertinggal jika tidak segera melakukan pembenahan.
Kegagalan ini juga membuka kembali luka lama tentang Timnas U-23 sudah enam kali gagal lolos dari tujuh edisi Piala Asia U-23. Prestasi luar biasa bersama Shin Tae-yong seakan hanya menjadi anomali di tengah lautan kegagalan yang terus berulang.
Kondisi ini jelas harus menjadi perhatian serius PSSI. Evaluasi bukan hanya pada pelatih, tetapi juga menyangkut sistem pembinaan, kompetisi usia muda, dan arah kebijakan jangka panjang. Jika tidak, Timnas Indonesia hanya akan terus menjadi penggembira dalam kualifikasi turnamen besar.
Baca Juga
-
Kronologi Jay Idzes Ngamuk di Laga Timnas Indonesia vs Lebanon, Mengapa?
-
Dito Ariotedjo Dicopot, Program Strategis Kemenpora di Ujung Tanduk?
-
Diresmikan Hari Ini, Halte Jaga Jakarta Sisakan Jejak Peristiwa Unjuk Rasa
-
Erick Thohir Dorong Timnas Indonesia U-23 Tampil Totalitas Lawan Korea Selatan
-
Kapolri Listyo Sigit Serukan Pesan Persatuan dalam Momentum Maulid Nabi
Artikel Terkait
-
FIFA Matchday, Timnas Indonesia dan Patrick Kluivert yang Urung Pasang Barisan Bek Mewah
-
Rekap Menang, Kalah, Seri Timnas Indonesia Patrick Kluivert Jelang Lawan Arab Saudi
-
Persamaan Keburukan Timnas Indonesia U-23 dan Senior, Kesal Kalau Tahu Fakta Sebenarnya
-
Miris Kondisi Timnas Indonesia U-23 Usai Ditinggal STY, Terburuk Sepanjang Sejarah?
-
Kalah dari Korea Selatan, Timnas Indonesia U-23 Gagal Melaju ke Piala Asia
Hobi
-
FIFA Matchday, Timnas Indonesia dan Patrick Kluivert yang Urung Pasang Barisan Bek Mewah
-
Kualifikasi AFC U-23 dan 2 Kaki Timnas Indonesia yang Berdiri Saling Menjauhkan
-
Anchor Bikin Candu: Posisi Idaman dalam Futsal
-
Perempuan Masih Jadi Second Sex: Membaca Simone de Beauvoir dalam Futsal
-
Laga Pamungkas vs Korea Selatan, Bagaimana Kans Lolos Timnas U-23 Melalui Jalur Runner-up?
Terkini
-
Kasus Ferry Irwandi, Patroli Siber dan Menyempitnya Ruang Demokrasi Digital
-
Ulang Tahun ke-42, Luna Maya Dibanjiri Hadiah Mewah dari Maxime Bouttier
-
Pamer Kemesraan di Sydney, Angel Karamoy Resmi Pacaran dengan Gusti Ega?
-
Biar Gak Cuma Pesan Es Kopi Susu: Kamus Ngopi Lengkap Buat Gen Z
-
Bahagia! Zaskia Sungkar Umumkan Kehamilan Kedua Hasil Program Bayi Tabung