Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Nia Munajah
Ilustrasi jual beli online. (Shutterstock)

Jual beli merupakan kegiatan yang tidak asing untuk dilakukan bagi seluruh masyarakat, khususnya di Indonesia. Dalam kesehariannya semua orang pasti pernah, bahkan seringkali melakukan transaksi jual beli baik secara langsung maupun tidak langsung (online).

Kemajuan dan kecanggihan teknologi sekarang ini telah membuat transaksi jual beli menjadi sangat beragam dan berubah menyesuaikan kondisi zaman. Saat ini, banyak orang melakukan kegiatan transaksi jual belinya melalui online berbasis media sosial dan e-commerce, seperti  instagram, shopee, zalora, tokopedia, lazada, dan masih banyak lainnya.

Kegiatan berbelanja di media sosial dan e-commerce tersebut tentu sangat memudahkan, terlebih di kondisi pandemi Covid-19 saat ini karena dengan berbelanja online tersebut kita tidak harus susah payah datang ke mall dan terindikasi kerumunan dengan para pengunjung lain.

Mekanisme kegiatan jual beli online sebenarnya sama saja dengan kegiatan jual beli selayaknya. Ketika dalam kegiatan jual beli pasti ada barang, pihak penjual, dan pihak yang melakukan pembelian.

Akan tetapi, perbedaannya disini adalah jual beli secara langsung kita dapat melihat kondisi dan model barang yang dijual sesuai dengan pendeskripannya atau tidak (tidak ada cacat), serta secara langsung kita dapat melakukan akad jual beli, seperti tawar menawar untuk sampai pada harga yang disepakati.

Sedangkan, untuk jual beli online kita hanya bisa melihat produk melalui gambar saja dan melakukan pembayaran di muka dengan estimasi barang sampai perlu waktu yang sedikit lama lagi. Namun, apakah transaksi jual beli online dalam Islam ini diperbolehkan atau bahkan dihalalkan?

Jawabannya adalah diperbolehkan, bahkan sah-sah saja hukumnya (halal). Lalu, apa yang membuat jual beli online ini diperbolehkan?

Pada dasarnya, jual beli termasuk kegiatan muamalah dalam ajaran Islam yang mana hukum dasar muamalah ini adalah mubah (boleh untuk dilakukan) selagi tidak ada dalil syara’ yang melarangnya.

Hal ini senada dengan pembahasan pada forum Bahtsul Masail Muktamar NU ke-32 di Makassar tahun 2010 menyebutkan bahwa, “Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik adalah sah, apabila sebelum trannsaksi kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.”

Oleh sebab itu,perspektif halal tidaknya terkait jual beli online ini sebenarnya kembali kepada pihak penjual dan pembeli yang harus bisa menyelaraskan dengan aturan syarat dan rukun yang terdapat dalam syariat Islam, serta tidak ada unsur penipuan didalamnya.

Dalam ajaran Islam, jual beli online sama dengan akad as-Salam atau dikenal dengan sebutan Bai’ As-Salam. Bai’ As-Salam merupakan suatu akad atau jual beli dengan skema pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari atau biasa dikenal dengan sebutan advanced payment atau future sale.

Hukum dari jual beli salam ini diperbolehkan dalam Islam karena telah memenuhi rukun dan syarat sah jual beli, seperti adanya pihak penjual dan pembeli, terjadinya ijab dan qabul (akad), serta adanya objek akad yang digunakan.

Sebagaimana pembahasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa yang menjadi sebab ketidakbolehan transaksi jual beli online ini adalah ketidakjelasan tempat dan tidak hadirnya kedua belah pihak yang terlibat dalam akad jual beli tersebut.

Namun, jika kita melihat pada ungkapan dari Al-Qur’an dan Hadist telah dijelaskan oleh Abdullah bin Ma’sud, “Bahwa apa yang dipandang baik oleh Muslim, maka baiklah di hadapan Allah. Akan tetapi, sebaliknya. Yang paling terpenting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dalam memberikan data secara lengkap tanpa ada unsur niatan untuk menipu atau merugikan orang lain".

Berdasarkan ungkapan tersebut, jual beli online atau salam ini sangat diperbolehkan dan tidak ada lagi keraguan untuk melakukannya dengan syarat menampakkan secara detail dan jelas terkait barang yang dijual, baik berupa tulisan maupun gambar.

Hal ini disebabkan, jika barang yang sampai tidak sama dengan deskripsi barang di aplikasi penjualan, maka transaksi jual beli tersebut tidak sah hukumnya dan pembeli boleh melakukan pengembalian atas dasar kerugian atau ketidakpuasan yang diperolehnya.

Nia Munajah

Baca Juga