Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Kintan
Ilustrasi televisi [shutterstock]

Ditengah perkembangan teknologi era digital saat ini, televisi terus menjadi media informasi yang digunakan masyarakat. Televisi kini terus berupaya menyeimbangkan perkembangan digital dengan menghadirkan berbagai macam program acara baru untuk menarik minat menonton masyarakat.

Namun belakangan ini, program televisi seperti sinetron menimbulkan beberapa konflik di masyarakat karena telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Padahal telah jelas tertera dalam pasal 14 Ayat 2 mengenai Perlindungan Anak yang berbunyi ‘‘Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.’’

Oleh karena itu, sangat penting untuk kita mendapatkan literasi media agar dapat lebih cermat dalam menonton TV ataupun menerima informasi di berbagai media. Hal ini karena perkembangan teknologi tak hanya mengandung sisi positif semata, namun juga terdapat sisi negatifnya.

Jika dilihat dari sisi positif adanya teknologi, kita dapat dengan mudah mencari serta mendapatkan informasi baik dari jendela nasional maupun internasional. Sedangkan jika dilihat dari sisi negatifnya, acara-acara atau tontonan di televisi seperti film yang berbau kekerasan, psikopat, mistik atau pun pembunuhan dapat ditonton oleh semua kalangan umur. Tayangan-tayangan tersebut tentu akan berpengaruh pada psikis anak, apalagi jika sang anak menonton secara intens tanpa pengawasan orang tua.

Selaras dengan Teori Kultivasi yang menjelaskan bahwa penonton berat atau penonton fanatik Televisi akan membangun keyakinan berlebihan yang menyatakan “dunia ini sangat menakutkan”.

Hal ini muncul karena penonton fanatik akan berfikir apa yang mereka yakini sebagai kejadian yang terjadi senyatanya dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja sangat berbahaya untuk anak-anak. Mereka seharusnya membutuhkan hiburan yang semestinya.

Seperti yang kita lihat saat ini, tayangan program anak jarang sekali ditemui di televisi. Faktanya, justru banyak sekali program dewasa yang menjadi tontonan sang anak. 

Menurut Komisioner KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran, Dewi Setyarini, tahun 2016 sampai 2018, isu perlindungan anak adalah isu yang menjadi sorotan KPI. Sehingga banyak sanksi yang diberikan dan paling tinggi di pasal-pasal perlindungan anak dan remaja pada tayangan di televisi.

Televisi memang menjadi salah satu media yang sangat mudah untuk diakses dan dapat menonton apa saja yang kita inginkan. Tidak ada batasan usia dalam setiap tontonan yang ada, sehingga anak-anak mudah mengaksesnya.

Kurangnya pengawasan orang tua pada sang anak akan memberikan dampak buruk baginya. Anak-anak yang tidak seharusnya menonton film sesuai dengan umurnya justru malah menjadi tontonan kegemarannya. Apalagi yang kita lihat saat ini, banyak adegan film romantis yang sangat disayangkan menjadi tontonan anak dibawah umur.

Dari semua tontonan itu tentu bisa memberikan dampak buruk pada karakteristik dan perilaku sang anak, seperti anak dibawah umur yang mulai mengenal kata pacaran. Bahkan tak hanya mengenal, melainkan juga menjalani pacaran yang pada akhirnya memicu malas belajar dan kenakalan remaja akibat meniru adegan-adegan tidak baik.

Dampak lainnya yaitu anak-anak akan mengalami penurunan prestasi di sekolah dan tidak memprioritaskan urusan belajar, bahkan lebih mementingkan tontonan televisi atau media lainnya dengan genre yang tidak sesuai dengan umur.

Padahal jika sudah menjadi penonton berat atau sudah kecandungan dengan tayangan-tayangan tersebut, akan memberikan dampak dalam jangka waktu yang sangat panjang. Selain itu, jika anak gemar menonton tayangan genre action, dapat menyebabkan sang anak menjadi penakut dan semakin sulit mempercayai orang lain. 

Sebagai solusinya, selain pengawasan dari orang tua, literasi media juga sangat dibutuhkan. Literasi bisa berarti melek akan teknologi, informasi, politik, berpikiran kritis dan peka terhadap lingkungan.

Literasi media yaitu kemampuan khalayak melek terhadap media dan pesan yang diberikan oleh media massa. Sehingga orang tua juga harus selektif terhadap tayangan yang ditontonnya. Orang tua harus tau mana yang baik ditonton oleh anak dan mana yang tidak pantas. Mereka juga harus lebih tegas dalam memilih dan memberikan tontonan kepada anak.

Di rumah tentu anak akan menjadikan orang tua sebagai seorang guru layaknya disekolah, sehingga patut untuk para orang tua menjadikan dirinya sebagai cermin yang baik untuk sang anak.

Cobalah untuk lebih memperhatikan dan mendampingi sang anak, terutama saat mereka sedang menonton tayangan atau film baik di TV dan media lainnya.

Kintan

Baca Juga