Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Luqy Luqman
Ilustrasi Jurnalis [shutterstock]

Di era media baru atau new media, digitalisasi menjadi topik pembahasan sehari hari, khususnya dalam dunia Jurnalisme. Hal ini tak lepas dari perkembangan internet dan teknologi yang kian cepat.

Meluasnya pemanfaatan internet ini tak bisa dipungkiri mengubah pola dalam mengakses informasi dan cara media dalam menyediakan berita.

Digitilisasi ini pun merubah pola konsumsi berita dari media konvensional ke digital, baik melalui media online atau bahkan sosial media yang sekarang sudah dipastikan hampir setiap orang mengakses sosial media setiap harinya.

Penggunaan internet yang tidak dapat dibendung lagi membuat para pengiklan mengalihkan penjualan iklannya dari media konvensional ke media digital, terutama ke mesin pencari dan media sosial.

Ini menjadi salah satu alasan mengapa adanya penurunan iklan media konvensional dan ikut menyumbang bagi tutupnya sejumlah perusahaan media cetak beberapa tahun belakangan ini.

Digitalisasi juga mengubah cara kerja jurnalis. Digitalisasi mendorong media mengembangkan sayap digitalnya, dan itu mensyaratkan adanya perubahan pola kerja dari yang selama ini dilakukan dan juga membutuhkan keterampilan baru yang harus dikuasai.

Jurnalis pun memiliki tututan lain, di mana yang selama ini hanya menulis berita, mulai dituntut untuk bisa menghasilkan berita yang juga dapar dimuat dalam media TV, Radio, dan Online.

Digitalisasi dengan segala kemudahan dan kecepatannya juga memunculkan rujukan bahwa kualitas media sekarang dinilai dari kecepatan dalam menyediakan berita, bukan lagi dinilai dari kualitas organisasi berita atau perusahaan media dari sejauh mana mereka bisa menghasilkan liputan investigasi.

Bergesernya fokus media mainstream dari kualitas menjadi kuantitas berita membuat jurnalisme investgasi menjadi tantangan tersendiri bagi para jurnalis. Di mana media kini dapat diasumsikan menomorsatukan bisnis dengan mengaibakan norma-norma jurnalisme itu sendiri.

Jurnalisme Investigasi

Sejatinya, jurnalisme investigasi merupakan kegiatan mencari, menemukan, menyampaikan informasi melalui proses pendalaman, pengolahan data, penelitian, serta idealisme dan profesionalisme seorang jurnalis terhadap kebenaran.

Oleh karena itu, jurnalisme investigasi tak jarang membutuhkan proses yang panjang serta bertahap hingga mendapatkan suatu fakta yang bersifat rahasia.

Dibutuhkan modal yang cukup untuk merancang sebuah proyek investigasi. Modal ini bukan hanya berupa anggaran, tetapi sebuah kemauan, keberanian dan ketekunan dari jurnalis itu sendiri.

Jurnalis yang ingin serius dalam dunia investigasi sebaiknya harus memiliki komitmen untuk berkorban, sebelum menuntut pihak lain berkorban. Keberanian mengambil resiko dalam kerja-kerja investigasi juga bukan monopoli wartawan dari jenis kelamin tertentu.

Keuletan dan ketekunan menjadi modal penting selanjutnya bagi para jurnalis dalam kerja di dunia investigasi. Dalam kerja-kerja investigasi, relasi yang sangat bermanfaat biasanya justru mereka yang bukan pejabat atau orang terkenal.

Perencanaan Investigasi

Garis besar perencanaan dalam sebuah proyek investigasi adalah: (1) membentuk tim, (2) melakukan riset, obsevasi awal, atau survei, (3) menentukan angle dan merumuskan hipotesis, (4) merancang strategi eksekusi, (menyiapkan skenario pasca-publikasi.

Tim dalam investigasi memilik fungsi untuk menjaga subtansi cerita bukan hanya untuk pembagian tugas saja. Riset dalam investigasi biasanya dipahami sebagai fase yang harus dilakukan sebelum turun ke lapangan.

Action

Ada dua tahap inti dalam eksekusi liputan investigasi yaitu; (1) mencari bukti fisik, (2) mencari saksi yang mendukung bukti tersebut. Selanjunya ada tiga elemen penting dalam investigasi yaitu tahap, metode, dan teknik. Lima unsur dalam strategi investigasi: (1) tahapan yang jelas, (2) metode yang digunakan, (3) teknik yang dipakai, (4) pemilihan sumber daya manusia, (5) logistik.

Secara empirik,ada 4 jenis narasumber dalam peliputan investigasi yaitu: (1) narasumber petunjuk, (2) narasumber utama, (3) narasumber pendukung, dan (4) narasumber ahli.

Tugas investigasi adalah memaparkan sebuah persoalan segamblang-gamblangnya, termasuk dari pihak yang kita duga melakukan kejahatan publik.

Teknik Peliputan

Teknik penyamaran merupakan teknik yang paling sering digunakan seorang jurnalis investigasi dalam kerjanya. Ada 3 jenis penyamaran yang diketahui penulis : (1) penyamaran melebur, (2) penyamaran menempel, (3) penyamaran berjarak. Selain penyamaran dalam peliputan termasuk (investigasi) adalah teknik observasi.

Mengemas Laporan

Dalam alurnya,ada beberapa bagian yang dapat memuat kerangaka cerita: (1) strategi membuka cerita, (2) pengantar masalah, (3) bagian inti masalah, (4) penjabaran masalah, (5) klimaks, (6) kesimpulan dan penutup. Elemen dalam penulisan: (1) informatif, (2) signifikan, (3) fokus, (4) konteks, (5) wajah, (6) bentuk, (7) suara.

Di sisi lain, ada tujuh kegagalan dalam sebuah tulisan: (1) gagal menekankan segala yang penting, (2) gagal menghadirkan fakta-fakta yang mendukung, (3) gagal memerangi kejemuan pembaca karena terlalu banyak hal yang umum, (4) gagal mengorganisasikan tulisan secara baik, (5) gagal mempraktikan tata bahasa secara baik, (6) gagal menulis secara berimbang, (7) gagal mengaitkan diri dengan pembaca.

Kode Etik

Sejatinya ada dua kode etik yang dipegang oleh wartawan Indonesia : (1) Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan (2) Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Bagian paling penting dari liputan apa pun, terutama investigasi adalah keamanan dan kerahasian narasumber untuk memberikan perlindungan terhadapnya. Wartawan sendiri selain memiliki tugas untuk meyakinkan seseorang berbicara, juaga memiliki tugas menerangkan dampak yang timbul setelah orang itu berbicara, dan ikut memantau setelahnya.

Digitalisasi dalam Jurnalisme Investigasi

Prosesnya yang panjang dan tak sedikit biaya dalam memproduksi karya jurnalisme investigasi membuat jurnalisme investigasi di era digitalisasi ini menjadi suatu tantangan.

Fokus utama media mainstream yang berubah menjadi kuantitas dan menomorsatukan bisnis serta mementingkan ketertarikan pembaca dengan metode clikbait membuat nilai jurnalisme bergeser.

Jurnalisme investigasi yang pada dasarnya merupakan bentuk pendalaman serta keakuratan data membutuhkan sebuah idealisme yang kuat dari seorang jurnalis itu sendiri. Kerja-kerja jurnalisme investigasi dianggap menghabiskan waktu, berbiaya tinggi, dan tidak efisien.

Semakin banyak media yang kemudian memprioritaskan berita yang “meledak” yang bisa disajikan cepat, dengan asumsi mendapatkan lebih banyak pembaca, dan juga keuntungan cepat.

Namun jika “ledakan berita” dijadikan ukuran dalam kehebatan jurnalistik, maka jurnalistik investigasi memiliki kehebatan yang tidak ada bandingannya.

Sebagai contoh, karya jurnalisme investigasi dari media WatchDoc “Sexy Killers” berhasil membuat suatu ledakan yang luar bisa di mana sampai saat ini berhasil menarik 35 juta views dalam channel Youtube. Belum lagi banyak nya diskusi yang terjadi dengan fokus pembahasannya film “Sexy Killers” itu sendiri.

Maka dapat disimpulkan, jurnalisme investigasi yang menomorsatukan norma-norma Jurnalisme dan menitik beratkan kepada kebenaran dan pengabdian kepada masyarakat memiliki kekuatan dalam pengaruh sosial serta dampak yang dihasilkan dari sebuah karya jurnalisme investigasi.

Luqy Luqman