Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Nidya
Profil Wanda Fadhila (Dok. Pribadi)

Hari itu, sekelompok gadis tengah berkumpul di sebuah rumah untuk melepas rindu setelah sekian lama tidak bertemu sejak kelulusan di SMA hingga akibat pandemi Covid-19.

Semua orang sudah memulai pendidikan yang baru, mereka menceritakan bagaimana keseruannya kuliah di kampus-kampus mereka ada yang sudah diterima di kampus ternama, kampus swasta dan macam lainnya.

Namun ada satu gadis yang hanya diam dengan tersenyum kecut, dia adalah Wanda Fadhila.  Ketika yang lain sudah memulai pendidikannya, ia harus gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi itu.

Sehingga, saat itu ia harus mengehentikan mimpinya sejenak untuk berkuliah. Di tahun itu, ia sudah mencoba untuk ujian masuk bukan hanya sekali, namun ia bahkan sudah mencoba di berbagai perguruan tinggi impiannya mulai dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, STAN dan STIS. Namun, saat itu memang belum rezekinya.

Ketika ditanya dia akan masuk kemana setelah tidak diterima di tiga perguruan tinggi itu, dia hanya tersenyum dan menjawab, “Gatau sih, ya udah aku coba lagi tahun depan. Tahun ini aku mau belajar lagi mati-matian biar masuk negeri”.

Hingga sampai dimana ia memutuskan untuk belajar di universitas swasta terlebih dahulu sebagai pembekalannya untuk persiapan berjuang lagi tahun depan. Ia sudah semaksimal mungkin belajar dan mengemban ilmu di universitas swasta tersebut.

Namun, setelah satu tahun di universitas swasta membuatnya semakin semangat untuk mengejar di universitas negeri, mengingat kondisi keuangan yang tak baik. Dia tak mau menjadi beban untuk orang tuanya.

Wanda mencoba membantu keungan kedua orangtuanya dengan mencoba mencari berbagai cara untuk mendapatkan pekerjaan “Aku udah gak mau bikin orangtuaku keluar duit banyak, di sini aku daftar gak pake beasiswa jadi aku harus bayar banyak. Semoga tahun depan aku bisa masuk di negeri ya” ungkapnya.

Semangatnya benar-benar tak pernah padam. Di saat teman-temannya tengah sibuk mengerjakan tugas saja. Dia sibuk dengan dua hal yaitu untuk mempersiapkan ujian masuk dan mengerjakan tugas kampusnya itu.

Hari demi hari ia lewati hanya dengan tumpukan buku-bukunya saja. Tekadnya belajar itu dibarengi dengan doa yang selalu ia panjatkan setiap harinya. Suatu kali ia pernah ditanya apakah dia tidak lelah dengan semua perjuangananya itu, ia hanya menjawab, “Ya cape pasti ada, aku bahkan pernah sampai nangis waktu belajar. Tapi aku gak patah semangat, karena aku yakin kalau aku berusaha keras pasti Allah akan kasih jalan untuk aku.”

Benar saja, berkat kegigihan dan tekadnya untuk tetap semangat meraih impiannya dengan semua perjuangannya itu, kini ia bisa masuk ke perguruan tinggi negeri. Ia diterima di Universitas Negeri Yogyakarta.

Hari itu benar-benar hari yang paling membahagiakan buatnya terlebih lagi ia diterima dengan beasiswa. Ia bisa menghela nafas lega dengan berkata, “Benar kan, Allah ngebantu kalau kita benar-benar usaha. Aku juga yakin, kegagalanku itu bukan sebuah akhir.”

Nidya

Baca Juga