“Hukum adalah hati nurani rakyat” (Thomas Hobbes)
Cukup relevan pemikiran Thomas Hobbes untuk melihat fenomena kekinian. Pemikiran filsuf asal Inggris dalam bukunya ‘Leviathan’ ini mencerminkan kegelisahan diri melihat hasrat manusia yang luar biasa. Hasrat manusia yang cederung melawan keteraturan. Demi memenuhi kepuasan individual secara optimum.
Cukup mudah menangkap contoh dari pemikirannya itu. Fenomena melawan keteraturan mencuat di mana-mana. Bahkan kaum terdidik kampus pun melawan keteraturan yang diciptakannya. Kasus pelanggaran statuta perguruan tinggi adalah bukti melawan keteraturan.
Padahal statuta didudukan sebagai hukum tertinggi dalam tata kelola kampus. Statuta juga perwujudan hati nurani warga kampus. Hal itulah yang ditegaskan dalam UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Faktanya perlawanan terhadap statuta, nyaris tanpa henti. Contohnya sebuah kampus di Jakarta Barat yang secara terang melangkahi statuta kampusnya. Hingga merusak tatanan yang telah terbangun.
Kasus lain adalah sembrononya Rektor UI yang tergoda melawan keteraturan dalam statuta. Hingga menjadi pergunjingan jagad media maya. Inilah potret dekat tentang sikap ilmuwan melawan keteraturan.
Statuta sebagai Hati Nurani Warga Kampus
Pemaknaan statuta sebagai hati nurani warga kampus bukanlah tanpa argumentasi. Mulai dari UU Pendidikan Tinggi, PP tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi hingga Permenristekdikti tentang Pedoman Tata Cara Penyusunan Statuta Perguruan Tinggi Swasta, telah memberikan isyarat tersebut.
Sebagai contoh saja Permenristekdikti No. 16 tahun 2018 yang menyebutkan entitas kampus yang wajib terlibat dalam menyusun statuta. Hal demikian tertuang pada Pasal 2, Ayat (1) yang dijelaskan dalam lampiran bahwa penyusunan statuta melibatkan tiga unsur, yakni; a) wakil pimpinan, dosen, dan tenaga kependidikan; b) wakil unsur senat kampus; dan c) wakil unsur badan penyelenggara.
Dari penjelasan di atas cukup benderang memahaminya, statuta sungguh sebagai hati nurani warga kampus. Bagaimana tidak? Perwakilan entitas kampus bekerja keras menuangkan pemikiran dan gagasan untuk memproyeksikan arah perjalanan kampus. Menentukan visi-misi, membuat strategi serta menyusun rencana tindakan dan seterusnya.
Semua itu bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana. Membukukan semua pemikiran dengan melihat peluang dan tantangan di masa depan. Maka sangat tepat statuta yang sah digunakan sebagai pedoman tata kelola kampus.
Mencederai Etika dan Profesionalisme
Sungguh fenomena di atas menujukan sebuah kecelakaan serius. Merendahkan statuta yang dilakukan secara berjamaah kalangan Ilmuwan, menjadi cermin perlawanan terhadap nalar ilmiah.
Bukankah ilmuwan selalu teguh pada metode ilmiah. Lihat saja sistmatika setiap laporan ilmiah, yang mana selalu bermula dari latar belakang, mengenali masalah, menemukan rujukan ilmiah, menetapkan medologinya, melakukan pembahasan dan diakhiri simpulan atas permasalahan.
Rangkaian itu dibuat sedemikian baku dari jenjang sarjana sampai doktor. Tidak ada yang banyak menggugatnya. Bahkan melawan sistimatika tersebut. Lebih jauh dari itu menghormati dan mengembangkan dalam penelitian berikutnya. Itu bukti ilmuwan menghormati keteraturan.
Tidak itu saja sebagai kaum berpengetahuan dan menyandang profesi pendidik, terikat dalam kewajiban dan etika dosen. Hal mana tertuang pada Pasal 60, Huruf (e) UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang menegaskan dosen wajib patuh pada peraturan perundangan-undangan, hukum dan kode etik.
Tentu saja perlawanan terhadap statuta kampus adalah wujud perlawanan terhadap hukum yang dimaksud dalam pasal di atas. Dengan demikian sudah menjadi jelas, tidak patut ditoleransi bagi kampus dan dosen yang merendahkan statuta. Berikan sanksi sebagaimana pula tertuang pada Pasal 78, Ayat (3) UU No.14 tahun 2005, karena melawan hukum adalah melawan hati nurani rakyat.
*Penulis adalah peneliti kebijakan publik IDP-LP
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Terkuak! Alasan Bripda W Habisi Dosen di Jambi, Skenario Licik Gagal Total Gara-gara Wig
-
Sosok Erni Yuniati: Dosen Muda di Jambi Tewas Mengenaskan, Pelakunya Oknum Polisi Muda Baru Lulus
-
Dosen di Jambi Dibunuh Polisi: Pelaku Ditangkap, Bukti Kekerasan dan Dugaan Pemerkosaan Menguat
-
Fenomena Bubble Kampus! Saat Eksklusivitas Prodi Mencekik Jaringan dan Ide
-
Menemukan Ketenangan di Tengah Dunia yang Selalu Online
Kolom
-
Siapa Junko Furuta? Mengenal Kisah Tragis dari Kontroversi Nessie Judge
-
Saat Bahasa Ngapak Nggak Lagi Jadi Bahan Tertawaan
-
Bahagia demi Like: Drama Sunyi Remaja di Balik Layar Ponsel
-
Saat Kujang Emas: Batara Jayarasa Menyulut Fantasi-Aksi Perfilman Indonesia
-
Feminine vs Masculine Energy: Kunci Biar Hubungan Nggak Capek Sendiri!
Terkini
-
Review Film Suffragette, Mengisahkan Perjuangan Hak Pilih Perempuan
-
OOTD Layering ala Woo Do Hwan: Sontek 4 Padu Padan Gaya Chic dan Macho!
-
Time After Time: Perjalanan Waktu yang Mengubah Segalanya
-
3 Lagu dalam 1 MV, Yeonjun TXT Rilis Album Debut Solo 'No Labels: Part 1'
-
Dapat Restu dari Indro, Ini Alasan Desta Jadi Dono di Warkop DKI Baru!