Adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia termasuk di Indonesia semenjak kurang lebih 1,5 Tahun ini merubah semua prioritas pemerintah yang ada. Kementerian Keuangan selaku bendahara negara harus berpikir ekstra keras dalam menyusun strategi untuk dukungan bantuan ekonomi dan penanganan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini tentu saja tidak mudah, karena kondisi ekonomi di semua aspek mengalami penurunan, termasuk potensi pajak yang sulit diharapkan tercapai 100%.
Refocusing anggaran menjadi suatu kepastian yang harus dilakukan oleh Pemerintah (Kementerian Keuangan). Sampai dengan saat ini setidaknya sudah dilakukan pengurangan anggaran sebanyak 4 kali ketika refocusing anggaran terakhir sebesar lebih dari 26 Trilyun. Hal tersebut berimplikasi kepada penyesuaian target prioritas semua Kementerian/Lembaga (K/L) yang ada. Prioritas Pemerintah saat ini adalah untuk penanganan kesehatan, kegiatan lainnya harus “rela” ditunda dahulu pelaksanaannya.
Kementerian Keuangan sudah memberikan pedoman kepada K/L bahwa pos anggaran yang bisa digunakan antara lain dari belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, belanja jasa, bantuan pembangunan gedung, pengadaan kendaraan, dan anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan yang tidak mungkin akan selesai pada tahun ini. Pada pelaksanaannya, K/L kesulitan memenuhi target refocusing anggaran yang harus dipenuhi sehingga kegiatan yang sudah dikontrakkan juga “terpaksa” dilakukan pemotongan.
Pemotongan pekerjaan yang dikontrakkan tentu saja berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Kontrak pekerjaan secara singkat adalah kesepakatan antara pemberi pekerjaan (Pemerintah) dan pelaksana (pihak ketiga).
Pemutusan pekerjaan kontraktual dari sisi pihak ketiga akan merugikan mereka secara ekonomi apabila sudah dilakukan pekerjaan fisik di lapangan. Kondisi ini diperlukan pendekatan personal dan kasus per kasus untuk upaya penyelesaiannya.
Upaya monitoring dan evaluasi di lapangan harus terus dilakukan, namun kendala pembatasan mobilitas di lapangan juga kesulitan. Semua pihak harus bekerjasama dan berusaha agar tidak menimbulkan kerugian di satu pihak saja. Diskresi juga diperlukan termasuk koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) agar pelaksanaannya tetap sesuai koridor hukum yang ada.
Penanganan pandemi harus dilakukan secara cepat, efektif dan berpacu dengan waktu. Masyarakat yang terkena dampak harus segera ditangani dan menjadi tugas Pemerintah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
Baca Juga
Artikel Terkait
Kolom
-
Grup 'Fantasi Sedarah', Alarm Bahaya Penyimpangan Seksual di Dunia Digital
-
Memperkuat Fondasi Bangsa: Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia
-
Menakar Ulang Peran Militer dalam Demokrasi Pascareformasi
-
Perjuangan Buruh Perempuan di Tengah Ruang Kerja Tak Setara
-
Fenomena Unpopular Opinion: Ajang Ujaran Kebencian di Balik Akun Anonim
Terkini
-
Venezia Terpeleset, Jay Idzes dan Kolega Harus Padukan Kekuatan, Doa dan Keajaiban
-
Ponsel Honor 400 Bakal Rilis Akhir Mei 2025, Usung Kamera 200 MP dan Teknologi AI
-
Gua Batu Hapu, Wisata Anti-Mainstream di Tapin
-
Jadi Kiper Tertua di Timnas, Emil Audero Masih Bisa Jadi Amunisi Jangka Panjang Indonesia
-
Realme Neo 7 Turbo Siap Meluncur Bulan Ini, Tampilan Lebih Fresh dan Bawa Chipset Dimensity 9400e