Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Andy Aryawan
Ilustrasi penerbangan. (Pexels//Sourav Mishra)

Jika ditanya seberapa sering Anda melakukan tes PCR? Bila jawabannya sering banget berarti mungkin Anda sering berpergian menggunakan pesawat terbang. Lah iya, kan hanya pelaku perjalanan udara yang wajib tes PCR ini, moda lainnya mah santuy aja, maksimal swab antigen lanjut gas pol. 

Saya bukan anti tes PCR ya, cuman kalo itu "hanya"diwajibkan untuk moda udara saja kok rasanya bagaimana gitu ya. Saya kurang sepaham dengan argumen pemerintah tentang pentingnya tes PCR bagi pelaku perjalanan udara setidaknya dengan beberapa alasan sebagai berikut. 

1. Mobilitas utama adalah darat

Saya yakin data dari Kemenhub bisa menunjukkan persentase perjalanan masing masing moda, darat, laut dan udara akan didominasi perjalanan darat. Nah, kalau begitu mestinya aturan jenis tes disamakan dong.

Jangan hanya untuk udara saja yang perlu PCR. Jenis angkutan darat antar kota sendiri kan banyak, ada kereta, travel, bus, mobil pribadi. Kalau perjalanan lintas kota atau pulau mestinya juga diwajibkan PCR juga dong untuk lebih mengoptimalkan proses screening kasus Covid-19

2. Dukungan teknologi di dalam kabin pesawat

Apakah dalam semua jenis moda transportasi kecuali pesawat udara sudah dilengkapi dengan teknologi pembersih udara yang dilengkapi dengan filter HEPA. Setahu saya hanya pesawat udara yang sudah didukung teknologi ini. Nah, kalau moda lain saja tidak terdapat teknologi ini dan penumpang tidak perlu tes PCR kenapa naik pesawat harus pakai tes PCR. 

Lebih jauh lagi, kita pasti sudah tahu dong bahwa bioskop sudah dibuka untuk umum dan anak kecil diperbolehkan untuk masuk dengan persyaratan protokol kesehatan, pertanyaannya adalah apakah di dalam bioskop sudah dilengkapi dengan teknologi filter udara yang dilengkapi HEPA?

3. Tidak semua kota dengan bandara aktif yang sudah tersedia tes PCR

Alasan ketiga ini adalah alasan yang paling merepotkan bagi pelaku perjalanan udara. Meskipun pemerintah sudah menginformasikan bahwa bandara perintis tidak perlu mempersyaratkan tes PCR, namun bandara non perintis apabila ingin ke kota besar akan sangat merepotkan.

Pengalaman pribadi saya yang baru melakukan perjalanan kedinasan di Luwuk, Ibukota Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, disana tidak tersedia klinik yang bisa melakukan tes PCR, melainkan hanya antigen. Karena tiket saya tidak jenis terusan langsung ke Jakarta saya harus tes swab dulu untuk pergi ke Makassar.

Tes PCR di Makassar, menginap semalam makan Coto Makassar sambil menunggu hasil keluar dan pulang esok harinya. Sangat "efektif" bukan persyaratan tersebut. Memang bagi pemegang tiket terusan tidak perlu turun dari pesawat, namun kan tidak semua penumpang bisa mendapat tiket itu dan memang ada kegiatan lain yang harus dilakukan di kota besar. 

4. Harga dan batasan harga Tes PCR

Meski pemerintah sudah menurunkan tes pcr dan adanya batasan harga, namun di lapangan pasti akan berbeda. Jika tidak percaya silahkan cek di kota-kota di luar Jawa khususnya. Contohnya di Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara.

Di sana hanya ada satu tempat tes pcr dengan hasil keluar 2-3 hari. Akibatnya Anda bisa menebak sendiri kan, antrean pengguna membludak dan ribetnya menunggu hasil yang keluar. Semestinya masalah harga dan batasan harga ini dulu yang dibenahi oleh pemerintah sebelum menetapkan aturan yang sifatnya wajib. Jadi masyarakat sebagai pengguna akan bisa menyesuaikan dengan regulasi yang ada. 

Saya sangat setuju dan mendukung penuh kebijakan pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus ini. Namun, perlu disadari bahwa jenis tes baik swab antigen, genose dan PCR itu hanyalah merupakan proses screening. Yang lebih penting adalah sejauh mana vaksinasi ini sudah dilakukan. Vaksinasi ini menurut saya lebih tepat dan efektif untuk menekan laju penyebaran virus selain penerapan proses yang ketat juga tentunya. 

Andy Aryawan