Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Andy
Ilustrasi transmigran (DocPribadi/Andy Aryawan)

Listrik merupakan kebutuhan pokok dan hak dari warga negara. Lantas, sejauh mana layanan PLN dinikmati oleh masyarakat, khususnya di lokasi transmigrasi yang lokasinya memang cenderung terisolir? Apa sajakah kendala yang dihadapi oleh pemerintah? Sampai kapankah transmigran mendapat hak mereka untuk mendapatkan listrik sebagai mana warga negara lainnya?

Kemendesa PDTT melalui Ditjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) dan Ditjen Ketenagalistrikan Kemen ESDM melakukan diskusi teknis identifikasi lokasi-lokasi transmigrasi yang masih belum mendapat jaringan listrik.

Diskusi ini melibatkan perwakilan PLN masing-masing regional Provinsi, membahas progres kondisi dan ketersediaan jaringan yang ada. Data awal dari Ditjen PPKTrans ada 111 lokasi permukiman transmigrasi bina di seluruh Indonesia dengan kebutuhan listrik sebanyak 14.333 KK. 86 lokasi sudah terpenuhi baik dari PLN, solar home system maupun PLTS komunal, dan sisanya 25 lokasi atau 2.339 KK yang belum teraliri listrik.

Berkaitan dengan lokasi transmigrasi yang lokasinya cenderung jauh dari pusat aktivitas, perlu diketahui bahwa usulan calon lokasi permukiman transmigrasi berasal dari pemerintah daerah (kabupaten) kepada pusat.

Salah satu tujuan dari pembangunan Kawasan transmigrasi sendiri memang sebagai salah satu strategi pengembangan wilayah, sehingga lokasi yang jauh dan cenderung terisolir akan mampu dibuka, serta mendukung pusat aktivitas yang ada.

Pemasangan listrik dari PLN pada beberapa kasus menghadapi kendala apabila harus melewati kawasan hutan. Pada beberapa lokasi transmigrasi, meskipun tidak masuk kawasan hutan, namun pembangunan jaringan harus melewati kawasan hutan.

Kemen ESDM harus mengajukan ijin kepada Kemen LHK terkait usulan pembangunan yang melewati kawasan hutan tersebut. Hal ini tentu saja tidak hanya kewenangan ESDM saja, namun merupakan lintas K/L yang tidak sederhana untuk dilaksanakan.

Jumlah calon pelanggan juga menjadi pertimbangan bagi PLN dalam membangun jaringan baru. Kendala di lapangan ada beberapa lokasi permukiman transmigrasi yang sudah ditinggalkan oleh transmigran.

PLN tentu saja harus mempertimbangkan juga kelayakan ekonomis apabila membangun jaringan baru. Hal ini juga merupakan tantangan tersendiri apabila lokasi permukiman transmigrasi baru sedikit penghuninya. Kemampuan calon pelanggan PLN dalam instalasi baru.

Kemen ESDM memiliki program CSR untuk membantu masyarakat kurang mampu dalam hal biaya instalasi listrik baru. Namun, tentu saja dukungan anggaran tersebut terbatas. Penerima bantuan dari Kementerian Sosial tidak bisa mendapatkan bantuan pemasangan instalasi listrik baru, hal ini sekali lagi memerlukan koordinasi lintas sektor dalam penyelesaian masalah tersebut.

Kondisi jaringan jalan yang sulit. Pembangunan jaringan listrik baru di lokasi permukiman transmigrasi memerlukan dukungan kondisi jalan yang mendukung untuk mobilisasi material. Kondisi jaringan jalan tersebut tentu saja tidak bisa diselesaikan hanya oleh Kementerian Desa, PDTT. Dukungan Kementerian PUPR termasuk pemerintah daerah dalam pembangunan jalan tersebut mutlak diperlukan.

Penyediaan listrik memang menjadi amanat kepada PLN, namun dalam implementasinya perlu kolaborasi lintas K/L. Visi listrik yang berkeadilan kepada semua elemen masyarakat akan segera terwujud apabila kolaborasi ini dilakukan terus menerus secara intensif. Harapan transmigran akan masa depan yang cerah akan terwujud dengan menyalanya listrik di lokasi permukiman transmigrasi.

Andy