Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | JUNAEDI SE
Baliho tokoh parpol yang saling berdampingan, Puan Maharani dan Airlangga di sekitaran Jl Soekarno-Hatta, Malang. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

Fenomena maraknya baliho politik yang menghiasi sepanjang jalan kenangan yang kita lewati. Baliho-baliho politisi yang didominasi oleh warna merah, kuning dan hijau, persis seperti traffic lights. Dengan diksi-diksi menarik seperti : Kepak Sayap Kebhinnekaan, Kerja Untuk Indonesia, dan Padamu Negeri Kami Berjanji, tentulah Anda semua paham baliho poitisi itu milik siapa dan partai mana yang mengusungnya. Baliho politik sebagai strategi politik offline dimasa kini. Juga merupakan adu beken politisi untuk maju di konstestaasi politik tahun 2024. Baliho politik sebagai birahi politik para politisi negeri ini yang nir-empati.

Sementara tugas-tugas sebagai politisi tidak dikerjakan dengan semestinya. Di sana sini masih banyak yang belum sesuai espektasi masyarakat pada umumnya, bahkan cenderung menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat (warga negara) Indonesia. Mereka yang duduk sebagai dewan maupun menteri masih kentara dengan kepentingan pribadi dan partainya. Baliho politik sekaligus sebagai birahi politik menabrak empati, sepertinya kurang pas dengan situasi dan kondisi masyarakat dan bangsa Indoneia saat ini. Sudah saatnya para politisi negeri menyudahi strategi memakai baliho politik karena disamping sudah terlalu kuno (eranya platform digital), juga jelas-jelas tidak efektif dan efisien. Masyarakat saat ini sudah semakin cerdas, yang mereka butuhkan bukti kerja nyata bukan janji-janji politik semata.

Para politisi sudah mulai kehilangan jati diri, tidak pro rakyat lagi. Para politisi saat ini hanya memfokuskan diri untuk memilih dan mempertahankan suatu kekuasaan (alat legitimasi untuk meraih kekuasaan), tidak ada kepentingan rakyat hanya ada kepeningan pribadi dan golongan. Sampai saat ini, para politisi sudah dipandang buruk oleh masyarakat karena para politisi tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. 

Tugas partai politik sebagai wadah pengaduan aspirasi atau keluhan rakyat (artikulasi kepentingan) dan memperjuangkan aspirasi rakyat melalui kebijakan-kebijakan (agregasi kepentingan), sebagai tempat untuk membentuk pemimpin yang kuat, sebagai sosialisasi politik sebagai pendidikan politik, dan sebagai rekrutmen politik bagi masyarakat. Apakah semua partai yang ada di Indoensia dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat atau sebaliknya membuat dampak negatif bagi masyarakat.

Di sinilah pentingnya kebesaran jiwa negarawan para politisi. Nilai-nilai seorang politisi tidak hanya berhenti menjadi politisi saja. Tetapi harus belajar menjadi negarawan, statementship (kenegarawanan), fairness (adil), gentle dalam berkontestasi siap untuk kalah siap untuk menang. Sikap kenegarawanan diuji ketika para politisi berkontestasi bisa kembali saling berangkulan dan berjiwa besar disaat menerima kemenangan atau kekalahan. Politisi yang baik adalah jujur, santun, memiliki integritas, menghargai orang lain, menerima plularitas, memiliki keprihatinan untuk kesejahteraan umum dan tidak mementingkan golongannya. 

Idealnya politisi yang yang baik, adalah politisi yang selalu memikirkan nasib bangsa dan negara sebagai kesatuan yang utuh, serta tidak mementingkan diri sendiri dan kelompok politiknya. Salah satu kepribadian seorang negarawan ialah sikap rendah hati, kekuasaan tidak membuat sombong, angkuh dan merendahkan martabat orang lain. Sementara maraknya baliho politik saat-saat ini, jauh dari rendah hati, dekat dengan kekuasaan yang membuat sombong dan angkuh serta terkesan merendahkan martabat orang lain dengan besar-besaran baliho politik.

Seorang negarawan harus dapat menyelesaikan beragam permasalahan bangsa, seperti kemiskinan, kepastian hukum, korupsi, kekerasan beragama yang semakin marak di Indonesia. Ia tidak tergiur dengan harta benda untuk memperkaya diri dan mencari kekayaan secara tidak halal. Praktik yang baik, ketika para politisi menjalankan etika adalah negarawan mempunyai kekuatan moral. Apakah selama ini, partai politik dan para politisi sudah menjalankan tugas-tugas politiknya sebagaimana tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi setiap bangsa dan seluruh Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

Fokus dan berkonsentrasi untuk menjalankan tugas-tugas politisi lebih mulia daripada mempertontonkan baliho politik yang sudah sudah tidak up to date alias kuno, tidak efektif dan efisien. Satu lagi adalah persoalan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia lebih penting dari pada kepentingan pribadi dan kepentingan partai tertentu. Walaupun dalam setiap konstestasi politik pilihan warga negaranya tidak sama (mereka bukan konstituennya), tetapi ketika sudah menjadi ranahnya bangsa dan negara, para politisi harus memperjuangkan hak dan kewajiban mereka, persoalan beda pilihan its no problem.

Terkoyaknya persatuan dan kesatuan Indonesia saat ini salah satunya disebabkan oleh terkoyaknya mental dan jiwa negarawan di tengah bangsa Indonesia. Negarawan memberikan jiwa raganya untuk negara, sedangkan politisi mencari sesuatu untuk jiwa raganya dari negara. Negarawan tidak kaya, para pendiri bangsa merelakan jiwa raganya untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia, hidupnya biasa saja. Sementara para politisi, hidupnya kaya raya, merelakan jiwa raganya untuk kepentingan pribadi dan partainya. Sehingga saat ini, mereka pada jor-joran membuat baliho politik di seluruh negeri. Sementara sungguh sangat ironis, ketika kita melihat gambar Bung Karno terpapang di belakang bak truk. 

JUNAEDI SE, esais Mbantul

JUNAEDI SE