Dalam dunia kampus, mahasiswa dan dosen sering kali ditempatkan pada status sosial yang berbeda. Mahasiswa sebagai anak didik mesti didesain agar patuh atas perintah-perintah dosen demi dapat mendapatkan nilai yang maksimal dari dosen seperti diharapkan.
Namun kendati demikian tidaklah semulus itu, ada banyak mahasiswa yang justru terjebak dan mendapatkan nilai buruk di mata dosen. Hal itu kadang disebabkan karena ketidakpatuhan mahasiswa dari aturan yang telah diterapkan kampus atau pun atauran dari dosen itu sendiri.
Mungkin bagi mahasiswa tipe akademis yang biasanya selalu patuh pada perintah dosen, tentu tidak akan dipandang sebelah mata oleh dosen. Bahkan, mereka bisa saja diistimewakan ketimbang mahasiswa yang lain, akhirnya ia pun akan mudah mendapatkan nilai yang tinggi. Namun, bagaimana nasib mahasiswa yang tidak semaunya bisa diatur-atur oleh dosen? Apakah mereka juga akan mendapatkan citra baik di mata dosen? Apakah mungkin nilai mata kuliahnya tidak dipengaruhi?
Dalam banyak kasus, tidak jarang terjadi bagi mahasiswa yang tidak patuh pada dosen pasti imbasnya pada nilai. Alasannya pun bermacam-macam, seperti dosen yang tidak mau menerima kritik, dosen yang memaksa mahasiswa untuk membeli buku, dan bagi mahasiswa yang tidak berpenampilan rapi atau laki-laki berambut gondrong sering kali mendapatkan nilai buruk di mata dosen.
Tidak bisa dipungkiri kalau banyak juga mahasiswa yang tidak selamanya mampu mengindahkan perintah dosen, seperti melarang mahasiswa untuk tidak berambut gondrong, walaupun itu dapat berpengaruh pada nilai mata kuliah. Tidak usah jauh-jauh, contoh kecilnya telah terjadi di kampus saya Unsulbar, Fakultas MIPA. Pada awal semester tiga saat saya berambut gondrong, pada kondisinya sering kali saya mendapatkan teguran dan sindiran di dalam kelas maupun di ruangan staff ketika dilihat oleh dosen.
Imbasnya pun terjadi pada saya yang kadang dinilai jelek oleh dosen karena tidak mengindahkan teguran tersebut. Tak sampai di situ saja, nilai mata kuliah saya pun sangat dipengaruhi. Pikirku, kenapa laki-laki yang berambut gondrong dapat berimbas pada nilai? Kalau pun berambut gondrong dianggap tidak memiliki etika, jelas itu sangat tidak masuk akal. Bukankah berambut gondrong itu seni, dan banyak seniman yang berambut gondrong kok di negeri ini.
Saya pikir, mahasiswa juga mengetahui terkait persoalan etika, mahasiswa bukan lagi siswa yang selalu disuap dan dituntun, mahasiwa sudah masuk golongan usia dewasa. Tentu mahasiswa juga akan bakalan tahu menempatkan dirinya, bukan malah persoalan rambut yang menandakan ia memiliki etika atau tidak, bukan pula karena rambut ia dapat berbuat sopan atau tidak.
Kondisi seperti itu jelas suatu masalah besar dalam dunia kampus sendiri, mengingat telah terjadi pemisahan yang terlampau jauh antara mahasiswa dengan dosen. Nyatanya mahasiswa sering ditempatkan sebagai objek dan dosennya sebagai subjek. Akhirnya, terjadi pemisahan diantara keduanya.
Padahal, dosen dan mahasiswa mestinya sama-sama menjadi subjek, dan yang bakalan menjadi objeknya adalah ilmu pengetahuan, dengan begitu proses transformasi pengetahuan dapat terjadi diantara keduanya. Hal itu juga dapat membantu terjalinnya harmonisasi antara dosen dengan mahasiwa, dapat saling bertukar pikiran, dan mahasiswa pun tidak canggung untuk bertanya atau berdiskusi dengan dosen.
Apabila dosen dan mahasiswa mampu menjalin harmonisasi yang baik, maka proses pembelajaran pun dapat terjalin dengan baik. Simetri pembelajaran akan terbangun, transfer pengetahuan pun akan lebih mudah diterima oleh mahasiwa karena tidak berada dalam suasana tertekan saat di lingkungan kampus.
Oleh karena itu, bagi mahasiswa yang mampu bercanda dan berteman dengan dosen, mestinya perbuatan itu perlu diapresiasi karena dapat membangun nuansa harmonisasi. Namun, bukan berarti ketika mahasiwa sudah akrab dengan dosennya, malah ia diistimewakan dibanding dengan mahasiswa yang lain dan mahasiswa sendiri itu malah arogan terhadap temannya, jelas itu adalah suatu perbuatan yang keliru.
Akan tetapi, saat mahasiswa mampu berteman baik dengan dosennya, diharapkan ada harmonisasi pembelajaran yang dapat terbangun, membangkitkan semangat mahasiswa untuk belajar, dan rasa percaya diri pun dapat tumbuh pada semua mahasiswa.
Tag
Baca Juga
-
Cara Mudah Memindahkan Gambar dari Google Foto ke Galeri Ponselmu
-
Cara Merekam Layar MacBook Tanpa Aplikasi Tambahan: Gampang dan Ringan!
-
7 Cara Unik Biar Laptop Nggak Cepat Panas, Banyak yang Belum Tahu!
-
Anti Ribet, Ini Cara Kalibrasi Warna Monitor Secara Manual Buat Desain Grafis
-
5 Cara Cek Siklus Baterai iPhone dan Tips Merawat agar Tidak Cepat Drop
Artikel Terkait
-
Bahas Evaluasi Formatif, Dr. Elfis Isi Kuliah Umum di UIN Bukittinggi
-
Jurusan Kuliah Bukan Tongkat Sulap, Kenapa Harus Dibohongi?
-
5 Rekomendasi Laptop Harga Rp3 Jutaan untuk Mahasiswa: Spek Dewa, Ringan dan Elegan
-
3 Rekomendasi Laptop Murah Spek Tinggi Budget Rp5 Jutaan, Cocok untuk Mahasiswa
-
Nilai Nomor Sekian! Yang Penting Tetap Waras dan Tugas Kelar, Setuju?
Kolom
-
FOMO Membaca: Ketika Takut Ketinggalan Justru Membawa Banyak Manfaat
-
Ketupat Pecel dan Keragaman Rasa yang Menyatukan Keluarga di Hari Raya Lebaran
-
Viral dan Vital: Memaknai Ulang Nasionalisme dalam Pendidikan Digital
-
Boros karena FOLU: Waspada Perilaku Konsumtif dari TikTok Shop
-
Pantai Teluk Asmara: Miniatur Raja Ampat yang Sama-Sama Tersakiti
Terkini
-
Piala Presiden 2025 Gunakan Formula Berbeda, Momentum Cari Bintang Baru?
-
4 Inspirasi Gaya Harian Manly ala Kai EXO yang Simpel tapi Menawan!
-
Super Junior Siap Gelar Konser 'Super Show 10' di Jakarta pada 13 September
-
P4 di GP Aragon 2025, Pedro Acosta Sakit Hati Lihat Jarak KTM dan Ducati
-
Partnership Dejan/Fadia Resmi Berakhir, 'Cerai' Permanen?