Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Hadid Husaini
Api berkobar-kobar menuju Deesa Gouves, Pulau Evia, Yunani pada 8 Agustus 2021. Kebakaran hebat di Yunani dipicu gelombang panas yang semakin sering terjadi dan semakin ekstrem akibat perubahan iklim. [AFP/Angelos Tzortzinis]

Generasi Z lahir di tengah berbagai perkembangan  yang sudah jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Keakraban dengan teknologi membuat berbagai akses informasi bisa didapatkan dengan mudah. Kemudahan-kemudahan tersebut menghadirkan berbagai macam kompetisi yang menuntut generasi Z untuk mengusai banyak bidang. 

Generasi Z lahir pada rentang tahun (1996-2010). Secara demografis, generasi Z merupakan generasi yang paling banyak jumlahnya dari seluruh populasi di dunia, sekaligus merupakan implikasi dari ledakan angka kelahiran atau bonus demografi.

Di Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, jumlah generasi Z mencapai 75,49 juta jiwa atau 27,94 persen dari total penduduk Indonesia, menjadi yang terbanyak setelah generasi Millenial (Y) dengan jumlah populasi 69,38 juta jiwa.

Generasi Z terbiasa bekerja dengan jam kerja yang tinggi, sehingga mampu menghasilkan produktifitas yang mendukung perkembangan di berbagai macam aspek. Generasi ini mampu memberikan dampak yang lebih besar untuk berkontribusi pada kondisi suatu wilayah.

Artinya, generasi Z dapat menjadi motor penggerak dalam pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Generasi dengan produktifitas yang tinggi merupakan basis-modal utama pertumbuhan pembangunan dalam meningkatkan daya saing suatu negara.

Dalam menjalin keterhubungan, generasi Z tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu (boundaries-less generation), seperti yang disebutkan oleh Manuel Castell sebagai “jaringan atas jaringan”, dalam mendefinisikan keterhubungan dengan sesama (Castell, 1996).

Jika di generasi sebelumnya komunikasi lebih banyak dilakukan melalui tatap muka, pada generasi Z, komunikasi bisa dilakukan secara ‘online’ dengan modal layanan internet yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Mereka percaya penguasaan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) merupakan kunci mengarungi masa depan yang cerah.

Jika mendefinisikan generasi Z, maka kita harus melihat bagaimana mereka memandang dunia sebagai masyarakat modern. Ulriech Beck menggambarkan bahwa manusia modern cenderung berorientasi dalam memperoleh kepuasan diri dan keberhasilan individu (Beck, 2000: 165).

Sebagai manusia modern, generasi z sangat aktif, kreatif, dan inovatif. Generasi justru lebih terikat kepada keanggotaan di sekitar lingkungan mereka dan dapat berbaur dengan siapa saja, meskipun dengan berbagai latar belakang yang berlainan. 

Dengan berbagai macam keunggulan yang dimiliki oleh generasi Z, menjadikan generasi ini memiliki kesempatan yang  luas dalam memperoleh kesejahteraan, pola pikir yang jauh lebih maju, mampu membuat berbagai macam peluang. Ditambah dengan pemanfaatan teknologi yang begitu tinggi, mampu mengubah segalaaspek kehidupan termasuk ekonomi suatu negara.

Tuntutan pekembangan zaman menjadikan generasi Z mengadopsi segala hal yang berhubungan dengan teknologi. Mereka juga mengumpulkan keterampilan-keterampilan sebagai modal yang harus dimiliki untuk menciptakan berbagi peluang.

Dalam mencapai kesejahteraanya, generasi Z selalu berupaya mendapatkan berbagai hal, seperti pendidikan yang layak, ekonomi yang mapan, serta memiliki berbagai macam fasilitas yang mampu menunjang kehidupan yang lebih layak.

Berkembangnya media sosial juga menjadi faktor pemicu persaingan untuk mencapai kehidupan yang lebih mapan, mengingat kebanyakan generasi Z menjadikan persona yang ada di media sosial sebagai kausalitas untuk mendefinisikan kesejahteraan.

Ada banyak tantangan yang akan dihadapi oleh generasi Z ke depan, terutama dalam upaya memperoleh kesejahteraan. Jika berbicara tentang kesejahteraan, lingkungan menjadi faktor penting dalam mendapatkan lapangan pekerjaan.

Tantangan yang akan dihadapi generasi Z, selain karena tingginya populasi dan dampak dari teknologi pada perubahan sosial, mulai dari ekonomi, ketahanan pangan, hingga kesehatan.

Perlu diketahui bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Jika terjadi semakin parah, bukan tidak mungkin dapat mengancam kesejahteraan generasi Z.

Perubahan iklim berdampak pada naiknya suhu bumi dan mencairnya es di kutub utara dan selatan, yang membuat naiknya permukaan air di lautan. Perubahan iklim merupakan akibat dari pemanasan global yang juga mengakibatkan kekeringan dan kekurangan air.

Perubahan iklim yang berkepanjangan salah satunya diakibatkan oleh perilaku manusia yang kurang mampu menjaga kondisi lingkunganya, seperti penggunaan energi yang berasal dari fosil, dan pembakaran batu bara secara langsung yang mengakibatkan pengeluaran emisi berlebih kepada atmosfer bumi, sehingga mempercepat pemanasan global.

Selain itu, kegiatan ekonomi yang berbasis industri manufaktur juga menciptakan produksi yang menghasilkan berbagai limbah. Limbah tersebut memperparah rusaknya lingkungan.

Berdasarkan Panel PBB untuk Ilmuwan perubahan iklim atau The Intergovermental Panel on Climate Change  (IPCC) pada tahun 2013 menyatakan, pada 2050, seorang anak yang lahir pada tahun 2000-an akan merasahan suhu bumi yang lebih panas 0,8°C hingga 2,6°C dengan permukaan laut yang lebih tinggi 5-32 cm dibandingkan pada tahun  1990.

Gambaran tersebut merupakan prediksi kondisi dunia ke depan, dan akan semakin parah jika tidak melakukan transisi menuju kondisi yang lebih baik dalam mengatur iklim. Hal tersebut akan menjadi tanggungan bagi generasi ke depan yang akan menemui tantangan iklim yang lebih berat. Kesadaran dari anak muda, generasi Z, tentunya sangat diperlukan.

Dikutip dari kumparan, hingga saat ini, aktivitas manusia telah menyebabkan naiknya pemanasan global sekitar 1,0 derajat celcius di atas tingkat pra-industri, kisaranya di antara 0,8 hingga 1,2 derajat celcius.

Hal tersebut akan berdampak pada kondisi bumi yang panas dengan ukuran yang ekstrim. Hal tersebut juga mengakibatkan berbagai bencana seperti kekeringan dan banjir yang dapat mengancam nyawa manusia ke depan. 

Dampak ke depan yang akan dihadapi akibat perubahan iklim akan dirasakan oleh generasi Z sebagai salah satu generasi yang masih tersisa.

Dikutip dari klikhijau, berdasarkan survey yang dilakukan oleh GlobeScan 2019 Healthy & Sustainable Living, menyebutkan bahwa generasi Z adalah yang paling khawatir dan cemas dalam kehidupan sehari-hari. Mereka merasakan penyesalan tentang dampak negatif terhadap lingkungan akibat perubahan iklim.

Dalam menghadapi perubahan lingkungan, generasi muda sebenarnya bukanlah genenerasi yang acuh-acuh amat. Kita mengenal Greta Tunberg, seorang gadis remaja berusia 18 tahun kelahiran Swedia yang membolos sekolah setiap hari jumat untuk melakukan aksi sendirian di depan Gedung parlemen, guna memancing perhatian.

Namun, berdasarkan pada penelitian sebelumnya, di Norwegia pada tahun 2016, hanya 38,7 persen anak muda yang memiliki pengetahuan yang baik tentang perubahan iklim.

Di Indonesia sendiri, banyak dari anak muda baik itu dari generasi Millenial (generasi Y) maupun generasi Z menunjukkan perhatian mereka dengan melakukan berbagai macam tindakan seperti bersuara di media sosial, bahkan hingga melakukan aksi di jalan dan melakukan beberapa tuntutan kepada pemerintah. 

Penelitian yang dilakukan oleh Angga Aryesta kepada mahasiswanya di Universitas Multimedia Nasional dalam laporanya untuk The Coversation menunjukkan bahwa terdapat kesadaran kognitif yang tinggi dari kaum muda terhadap perubahan iklim.

Penelitian tersebut bertujuan melihat korelasi antara kesadaran kognitif (pengetahuan yang terbentuk tentang perubahan iklim), afektif (perasaan takut atau cemas atas pengetahuanya tentang perubahan iklim), dan konatif keinginan untuk berbuat dan berindak terhadap perubahan iklim) yang menyasar mahasiswa yang tergolong generasi Z yang tinggal di daerah perkotaan.

Meskipun hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran kognitif mereka tinggi, tetapi hal tersebut tidak terlihat pada kesadaran konatif. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa masih kurangnya responden yang mewakili generasi Z dalam upaya melakukan tindakan dalam menjaga kondisi lingkunganya.

Dalam upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, dibutuhkan sebuah gerakan dan aksi nyata. Salah satunya dengan mengikuti berbagai macam kegiatan yang berorientasi kepedulian terhadap lingkungan.  Hal tersebut merupakan salah satu komitmen yang bisa dilakukan oleh Z muda untuk memupuk kesadaran di masyarakat mengenai perubahan iklim yang terjadi. 

Generasi Z yang memiliki berbagai latar belakang dan kemauan bisa memulai edukasi di tengah masyarakat dengan melakukan apa yang disukai sesuai bidangnya. Dengan  melakukan apa yang mereka sukai dan menggabungkan upaya untuk menjaga kondisi lingkunganya, seharusnya generasi Z tidak merasa takut lagi dengan beban yang besar mengenai isu lingkungan.

Sebagai generasi muda yang sadar akan bencana yang terjadi di masa mendatang, diperlukan pendekatan dan komunikasi yang efektif untuk membuka pikiran masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan melakukan kampanye di berbagai ruang publik.

Pendekatan yang dilakukan bisa dengan terus memberikan harapan untuk terus menjaga kelestarian alam dan sekitarnya, bukan dengan menunjukan fatalitas dari dampak buruk yang terjadi.

Generasi Z yang bergerak dalam perubahan iklim harus bisa membaca karakter masyarakat yang kebanyakan kurang peduli terhadap isu iklim. Dengan begitu, pendekatanya bisa berjalan dengan baik.

Hadid Husaini