Tidak hanya di Indonesia, hampir semua negara pada umumnya mengalami kebimbangan dalam menyusun kebijakan COVID-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Apalagi, belakangan waktu ini muncul varian Omicron, yang walaupun belum banyak diketahui, tetapi diprediksi dapat lebih “menyusahkan” dibanding varian lainnya yang sudah menjangkiti dunia.
Kebimbangan tersebut dikarenakan adanya faktor seperti masyarakat, ekonomi, sampai pertimbangan politik. Di Indonesia sendiri, tentunya hal ini sudah kita ketahui seperti dalam gonta-ganti sistem, maupun sempat munculnya kabar pergesekan antara kepala daerah dan pusat seperti di DKI Jakarta setahun lalu. Rupanya, tidak hanya dialami Indonesia, dilema dalam penanganan pandemi ini juga dialami oleh negara tetangga kita, Australia.
Dinamika Kebijakan Menghadapi COVID-19 di Australia
Negeri Kanguru sudah dikenal memiliki sistem penanganan pandemi COVID-19 yang cukup baik. Dibanding negara Barat lainnya seperti Inggris dan Amerika Serikat yang beberapa kali tampak keteteran menanganinya, Australia relatif tidak mengalami hal serupa. Angka kasus COVID-19 yang pada 21 Desember 2021 terdeteksi di sana, hanya sebesar 255.000 kasus, jauh misalnya dibandingkan AS yang mencatatkan 51 juta kasus.
Para analis umumnya menisbatkan keberhasilan Australia dalam penanganan pandemi ini kepada kebijakan yang sangat ketat. Ketatnya aturan tersebut, seperti: adanya larangan keluar rumah tanpa seizin pemerintah, larangan total tanpa alasan jelas bagi masyarakat untuk berpergian ke luar negeri, denda bagi pelanggarnya, dan penggunaan militer (BBC, 2021) dalam memaksakan lockdown yang bisa cukup lama.
Australia dalam hal ini dibayangkan harus menjadi “benteng” (fortress Australia). Uniknya, kebijakan ini justru didukung oleh penduduk Australia (yang dikenal bebas) dalam jumlah yang besar. Diperkirakan, sekitar 50% responden menurut survei-survei, menyetujui cara pandang seperti ini dalam penyelesaian pandemi (Kassam, 2021).
Namun, tentu pembatasan seperti yang dilakukan Australia tidak pas jika dilakukan berlama-lama. Dalam beberapa kesempatan, PM Australia Scott Morrison menyebut bahwa Australia tidak perlu kembali ke tahapan lockdown, dengan syarat seperti sudah divaksinnya sebagian besar penduduk. Bahkan, Omicron-pun tidak akan menghalangi pembukaan perbatasan menurut sang PM (Stayner dan Young, 2021).
Walaupun saat ini sudah ada beberapa daerah yang menerapkan lockdown kembali dalam menangani kasus yang sempat meningkat, tetapi Morrison tetap kukuh bahwa seharusnya hal tersebut tidak terjadi. Termasuk ketika merespons kaum sayap kanan yang beberapa kali melakukan aksi demonstrasi menentang restriksi dan kewajiban COVID-19, Morrison menyatakan bahwa ia “simpatik” pada pendapat penolak regulasi COVID-19 tersebut dan sudah saatnya pemerintah negara bagian mengurangi pembatasan yang ada (Murphy, 2021).
Aspek Ekonomi dan Politik dalam Penentuan Kebijakan COVID-19
Tentu perubahan kebijakan Morrison ini bisa ditafsirkan karena beberapa hal yang umum. Seperti jika pembatasan terus dilakukan, tampak sulit untuk menghidupkan kembali sektor-sektor ekonomi yang selama ini mengalami penurunan. Pada suatu laporan Kementerian Keuangan Australia saja, diperkirakan biaya lockdown yang ketat di seluruh negara bisa mencapai 3,2 miliar dolar Australia perminggunya (The Treasury, 2021: 5).
Nilai tukar dolar Australia dikabarkan sempat jatuh, dan akibat lockdown juga, beberapa daerah mengalami penurunan GDP (Reuters, 2021). Ini belum termasuk sektor seperti lapangan kerja, ditambah kesulitan ekonomi yang bisa menyebabkan penurunan kesehatan mental masyarakat di tengah pembatasan.
Selain itu, perubahan kebijakan ini memang sudah sesuai dengan National Plan yang disusun pemerintah dalam penanganan pandemi. Melihat angka vaksinasi di Australia yang saat ini sudah lebih dari 70%, National Plan memang sudah merencanakan pengurangan pembatasan saat tingkat vaksinasi mencapai 70-80% (van Eijkelenburg, 2021). Akan tetapi, di saat varian Omicron mulai muncul dan kasus COVID-19 yang saat ini sempat mencapai 3.000 kasus/hari (Paul, 2021), mengapakah Morrison tetap menegaskan dukungannya pada pengurangan lockdown?
Rupanya, ada faktor lain, yaitu kepentingan politis. Pada kasus Australia, kebijakan lockdown sendiri umumnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Pada beberapa negara bagian sendiri, memiliki pemimpin (Premier) yang berbeda dari partai yang berkuasa di pusat (Liberal), yaitu dari Partai Buruh (Labor). Misalnya, negara bagian Victoria, ada Daniel Andrews, sedangkan di Australia Barat ada Mark McGowan.
Pada negara-negara bagian tersebut, jelas Morrison bersaingan dengan mereka, yang tentunya akan semakin kuat menjelang pemilu 2022. Tentu Morrison tidak ingin membuang-buang kesempatan untuk meraih dukungan publik, apalagi ketika negara-negara bagian yang dikuasai Labor tetap menjalankan pembatasan sosial dan meraih dukungan tinggi atas kebijakan tersebut (Mao, 2021 dan Speers, 2021).
Ia menampilkan dirinya sebagai “pahlawan kebebasan” (dari pemerintah), sedangkan lawannya adalah musuh publik, yang tentunya diharapkan sesuai dengan karakteristik "Liberal"-nya. Hal ini tampak ketika dirinya tampak simpatik pada protes anti-lockdown di Victoria pada November, walaupun banyak yang menafsirkan bahwa kelompok ekstrim sayap kanan berada di balik demonstrasi tersebut. Ini belum termasuk persaingan bersama partai-partai kecil sayap kanan, yang walaupun kecil, tetapi cukup signifikan (Karp, 2021).
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa walaupun varian dan kasus bisa meningkat, aspek ekonomi pada akhirnya tetap menjadi patokan utama, yang membuat pemerintah Australia lebih memilih meninggalkan dukungannya pada lockdown, yang dianggap sebagai penentu prestasinya dalam menangani COVID-19 selama ini.
Belum lagi faktor politik yang harus membuat Morrison membuat pertimbangan-pertimbangan demi memuluskan jalannya di Pemilu 2022. Tentunya jelas bahwa Australia jauh lebih berhasil dalam penanganan pandemi daripada Indonesia karena berbagai faktor, seperti tingkat ekonomi yang lebih tinggi, tindakan berani pemerintah dari awal (seperti lockdown ketat), program yang berjalan baik (seperti vaksinasi), banyak mendapat dukungan, dan lain.
Sedangkan Indonesia tidak memiliki hal tersebut, seperti pelanggaran pembatasan sosial yang masih marak, ditambah munculnya perlawanan seperti masih maraknya misinformasi. Walaupun demikian, intinya adalah, di samping keberhasilannya, Australia sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, dimana aspek-aspek non-kesehatan seringkali menentukan kebijakan pemerintah termasuk dalam penanganan pandemi COVID-19.
Referensi
- BBC (2021). Covid in Sydney: Military deployed to help enforce lockdown. https://www.bbc.com/news/world-australia-58021718
- Karp, Paul (2021). Conspiracy, Covid and the Coalition: why are more of its MPs appealing to the alt-right? https://www.theguardian.com/australia-news/2021/dec/11/conspiracy-covid-and-the-coalition-why-are-more-of-its-mps-appealing-to-the-alt-right
- Kassam, Natasha (2021). ‘Fortress Australia’: what are the costs of closing ourselves off to the world?. https://theconversation.com/fortress-australia-what-are-the-costs-of-closing-ourselves-off-to-the-world-160612
- Mao, Frances (2021). Why has Australia switched tack on Covid zero?. https://www.bbc.com/news/world-australia-58406526
- Murphy, Katharine (2021). Scott Morrison accused of Trump-like remarks on Victoria protests. https://www.theguardian.com/australia-news/2021/nov/18/scott-morrison-says-governments-should-let-australians-take-their-life-back
- Reuters (2021). Australia treasurer calls for easing Covid-19 curbs despite rising cases. https://www.straitstimes.com/asia/australianz/australia-treasurer-calls-for-easing-covid-19-curbs-despite-rising-cases
- Speers, David (2021). Scott Morrison's COVID lockdown exit plan has a big stumbling block — the two halves of Australia. https://www.abc.net.au/news/2021-08-26/morrison-australia-covid-cave-problem-lockdown-states/100407514
- Stayner, Tom dan Young, Evan (2021). Scott Morrison says the new Omicron COVID-19 variant won't lead to more lockdowns. https://www.sbs.com.au/news/scott-morrison-says-the-new-omicron-covid-19-variant-won-t-lead-to-more-lockdowns/af25af0d-8f60-44eb-bcf2-2d410d3d04fa
- van Eijkelenburg, Wouter (2021). Australia: Economic update. https://economics.rabobank.com/publications/2021/october/australia-economic-update/
- Paul, Sonali (2021). Australia's new COVID-19 cases hit record high. https://www.reuters.com/world/asia-pacific/australias-new-covid-19-cases-hit-record-high-2021-12-18/
Tag
Artikel Terkait
-
Kunci Jawaban Wawancara PPPK 2024: Ini Cara Raih Nilai Tertinggi!
-
Riwayat Pendidikan di Singapura Janggal, Gibran Ternyata Punya Surat Penyetaraan SMA di Australia
-
Janji Menguap Kampanye dan Masyarakat yang Tetap Mudah Percaya
-
Ulasan Novel The Years of the Voiceless: Potret Kehidupan di Bawah Represi
-
Kolaborasi Tim Peserta Pilkada Polewali Mandar 2024 Melalui Gerakan Pre-Emtif dalam Pencegahan Politik Uang
Kolom
-
Tolak PPN 12% Viral di X, Apakah Seruan Praktik Frugal Living Efektif?
-
Refleksi kasus 'Sadbor': Mengapa Influencer Rentan Promosikan Judi Online?
-
Harap Bijak! Stop Menormalisasi Fenomena Pemerasan di Balik Mental Gratisan
-
Bahasa Gaul di Era Digital: Perubahan atau Kerusakan?
-
Paylater dan Cicilan: Solusi atau Jalan Pintas Menuju Krisis?
Terkini
-
AFF Cup 2024: Jadi Ajang Pembuktian Bagi Seorang Asnawi Mangkualam?
-
We Are Pharmacists: Webtoon Soal Edukasi Obat-obatan dan Sistem Apotek!
-
Asnawi Optimis Indonesia Akan Jadi Negara ASEAN Pertama yang Lolos ke Piala Dunia
-
Susul Zendaya, Robert Pattinson Digaet Bintangi Film Baru Christopher Nolan
-
3 Film Memorable yang Dibintangi Mendiang Aktor Paul Teal