Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Foto mahasiswa Amik Tomakaka Majene saat ospek. (Dok.pribadi/@budiprathama)

Terlebih dahulu saya sampaikan, sebelum saya kuliah di Universitas Sulawesi Barat yang sampai sekarang ini masih berstatus mahasiswa di kampus itu, sebenarnya saya pernah kuliah di kampus Amik Tomakaka Majene. Salah satu kampus swasta dengan almamater warna biru, yang di mana mahasiswanya selalu nampak berpakaian seragam layaknya seperti masa di sekolah. Itu memang aturan dari kampus Amik Tomakaka Majene yang mewajibkan harus berpakaian seragam bagi mahasiswa. 

Tahun 2015, saya masuk di kampus tersebut, sebelumnya tidak ada pengalaman dan pengetahuan saya tentang kampus, tidak bisa membedakan apa itu akreditasi dan gelar yang akan didapatkan nanti setelah lulus, terlebih tidak mempersoalkan antara S1 dan D3. Waktu awal masuk di kampus itu, bagaikan gelas kosong yang tidak ada isinya. 

Saya tidak tahu dan harus berbuat bagaimana, hanya saja prinsip yang akan saya pegang bahwa saya mesti aktif di dunia organisasi. Menimba ilmu tidak hanya sekadar di kampus, tetapi lebih mempertajam di dunia organisasi, itulah yang terjadi pada dunia kehidupan saya semenjak kuliah di kampus Amik Tomakaka Majene. 

Apa yang saya prinsipkan memang benar, ada banyak organisasi yang saya masuki, sampai-sampai kadang melupakan aktivitas dan perkuliahan di kampus. Di organisasi saya mempunyai dunia yang begitu berbeda, pengalaman dan pengetahuan baru perlahan saya dapatkan. Terlebih paradigma terhadap segala persoalan tergugah dengan sendirinya dalam pikiranku. Saya mulai terpengaruh dengan kebiasaan para senior di organisasi, kuat untuk berdebat dan adu gagasan, berani untuk menyampaikan kritik kepada siapapun, termasuk seorang dosen

Alhasil, kejadian itulah yang juga membuat pikiran saya untuk tidak mau sewenang-wenang diperintahkan oleh dosen, saya mulai mencoba untuk protes dosen dan tidak selalu menuruti apa yang diperintahkan. Saya teringat saat ada dosen yang mewajibkan untuk membeli buku atau modul yang ia buat sendiri, semua teman-teman membeli modul itu kecuali saya, malah saya berinisiatif untuk fotokopi supaya tetap bisa belajar dari modul itu. 

Bukannya dosen mengapresiasi apa yang saya lakukan, tetapi malah membentak dan menilai bahwa saya tidak menghargai dosen karena tidak membeli modul hasil karyanya. Sebenarnya, alasan saya tidak membeli modul karena harganya yang tidak sesuai dan juga kalau difotokopi isinya tetaplah sama, menurutku seperti itu. Hanya saja karena dosen ingin berbisnis di dalam kampus, malah berdampak buruk pada saya. Sebenarnya itu suatu kekeliruan yang mesti diprotes, kampus bukanlah pasar bukan pula tempat berbisnis. Alhasil di situlah saya mulai berdebat, sampai dosen emosi dan langsung meninggalkan  ruangan waktu itu, padahal jam mata kuliahnya belum selesai. 

Kejadian serupa juga pernah terjadi, saat ada salah satu dosen yang menjelaskan tentang materi manajemen dan ekonomi. Iya, posisi saya waktu yang baru selesai direkrut di organisasi dan masih panas-panasnya selalu ingin berdebat, waktu itu saya beranikan diri untuk memprotes dosen karena menurut saya terlalu monoton dan berputar-putar untuk  menjelaskan materi. Lagi-lagi dosen langsung emosi dan membentuk saya dan berkata agar menggantikannya menjadi untuk mengajar, jelas di situ kembali lagi terjadi perdebatan sama dosen.

Ada juga kejadian sama dosen, waktu itu saya memang sengaja untuk tidak berpakaian seragam masuk di kampus, kembali saya ditegur dan berdebat sama dosen, sampai-sampai saya meminta aturan secara administrasi mengenai pelanggaran yang saya lakukan tentang larangan memakai baju biasa masuk di kampus. Namun, perdebatan tidak panjang dan dosen masih memberikan toleransi kepada saya, dengan catatan tidak mengulangi perbuatan serupa. 

Cerita-cerita itu akan selalu membekas dalam pikiran saya, momennya akan menjadi pelajaran berharga bagi saya untuk hari ini, ada memang yang perlu diperdebatkan sama dosen dan ada juga yang tidak patut dilakukan. Hingga akhirnya pun saya memutuskan keluar di kampus itu untuk berlabuh di kampus Universitas Sulawesi Barat. Alasan saya bukan karena sering berdebat sama dosen, melainkan saya ingin mendapatkan beasiswa, juga di kampus Amik Tomakaka Majene hanya mendapatkan gelar D3 saja, dan banyak polemik lain di kampus itu yang tak bisa saya tuliskan di sini. 

Budi Prathama