Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Ahmad Zubairi
(Merah) Evan Dimas pemain timnas Indonesia. (almonfoto/shutterstock.com)

Hilang sudah harapan kita untuk menyaksikan perjuangan skuad garuda muda berlaga di ajang AFF U23 yang diselenggarakan di Kamboja. Batalnya besutan coach Shin Tae Yong untuk ikut serta di turnamen se ASEAN ini karena kondisi kesehatan pemainnya terganggu.

Tujuh pemain timnas terpapar Covid-19, tiga mengalami cidera dan empat pemain lainnya menunggu masa inkubasi karena sekamar dengan mereka yang terjangkit Covid-19. Coach Shin Tae Yong akhirnya meminta kepada PSSI untuk membatalkan keikutsertaan timnas Indonesia di ajang ini, sebelum akhirnya jajaran PSSI menggelar rapat darurat dan mengiyakan permintaan coach Shin. 

Lantas dengan pembatalan tersebut, apa  keberuntungan, kekecewaan dan keberuntungan bagi Timnas Indonesia dan PSSI?

Tentang Keberuntungan

Pemain timnas Indonesia awalnya ditarget untuk menjadi juara di AFF tahun ini oleh PSSI, target tersebut tentu saja mendatangkan beban bagi mereka. Betapa tidak, untuk menjadi juara haruslah berjuang mati-matian. Mereka sebelum berangkat selain disuguhkan motivasi "selamat berjuang", tentu juga disuguhkan kata paksa " targetnya juara".

Musibah (kejadian) yang kini menimpa mereka, kalau boleh saya katakan adalah mendatangkan keberkahan. Sebeb mereka sudah tak lagi memikul beban. 

Tapi, apakah ini keinginan timnas? Tidak. Namun, dengan hal ini, mereka tak lagi merenung "Saya ditarget juara, sedangkan lawan kami bukan tim lemah". Maksudnya, ketika mereka ditarget juara, maka setiap laga wajib menang hingga babak final. Sedangkan itu bukan hal yang mudah untuk diwujudkan. Jadi fair, dibatalkannya mereka beranjak ke Kamboja adalah menghilangkan beban yang mereka pikul. Ini keberuntungan yang pertama.

Kedua, PSSI gagal mengeluarkan duit banyak. Tersendatnya Indonesia untuk berlaga di gelaran AFF tahun ini adalah membawa keberuntungan bagi PSSI. Yakni bisa meminimalisir kebangkrutan yang selama menghantui PSSI. Jadi, adanya faktor ini PSSI tidak lagi repot-repot mengeluarkan duit banyak sebagai ongkos pesawat dan sebagainya untuk timnas. Kecuali membiayai pemain yang cidera dan kena Covid-19. 

Tentang Kekecewaan

Betul memang, PSSI beruntung tak mengeluarkan (kehilangan) uang banyak gegara Abimanyu, Arhan dan kawan-kawan gagal berangkat ke Kamboja, namun di lain sisi, PSSI tentu merasa kecewa. Utamanya Ketua PSSI, Pak Iriawan  dan Pak Haruna selaku Exco PSSI. Mengapa mereka kecewa?

Begini, Pak Haruna ini adalah orang yang lebih elegan dan epic ketimbang Pak Iriawan. Dalam hal apa? Tentu saja juga perihal piala. Saking agresifnya ia lebih mementingkan hasil ketimbang proses. Menurut saya, Pak Haruna sedang meresapi gagalnya timnas Indonesia terbang ke Kamboja.

Saya bisa menganalisis pikiran beliau: "Duh, padahal timnas Indonesia sudah terbuka lebar untuk jadi juara. Malaysia, Vietnam dan Thailand tidak turun dengan kekuatan penuh di AFF U23 ini. Mengapa disaat keinginan saya hampir terpenuhi malah jadi begini?" 

Itulah kekecewaan Pak Haruna di batin saya. 

Saya pun bisa menganalisis pikiran Pak Iriawan: "Saya sudah siapin uang yang cukup buat timnas untuk melakoni laga di Kamboja. Saya sudah masang target agar timnas mampu mempertahankan gelarnya (juara). Dan ketika sudah melalukan TC (latihan), tinggal berangkat dan mengabulkan perimintaan saya malah tragis begini ujungnya. Terus kapan Indonesia jadi juara? AFF tahun depan bisa jadi Malaysia, Vietnam dan Thailand  akan menurunkan skuad yang mentereng, nggak kayak sekarang. Tahun depan makin sulit untuk juara."

Makanya, jangan ngasih target yang muluk-muluk, jangan terlalu Monaroh. Masang target pula. Kalau begini, jadi kan sampean nyesek dan kecewa dengan tingkat dewa. 

Ingat, Pak, ke depannya, nggak usah lagi mematok target ketinggian. Cukup sewajarnya saja, enggeh. Biar kalau gagal sakitnya nggak berdarah-darah. 

Lagi pula, apakah sampean lupa bahwa ini permainan sepak bola? Gini, Pak. Untuk mempertahankan gelar itu bukan hal yang gampang. Dalam sepak tak lepas dari "keberuntungan". Jadi untuk mewujudkan piala itu berada di genggaman timnas Indonesia tak semudah dengan lontaran kata "harus juara". 

Tentang Kebahagiaan

Kami selaku pendukung setia timnas Indonesia akan merasa bahagia jika hasil tes swab tadi adalah salah ketik sebagaimana kejadian tak masuk akal saat Persela kala mau menjamu Persebaya itu. Sebab jika salah ketik, yang awalnya pemain timnas positif bisa berubah ke negafif Covid-19, maka bisa berangkat ke Kamboja lalu menontonnya ketika bertanding. Atmosfer, eouforia, sorak-sorai akan tercipta dan bergemuruh di mana-mana.  Nonton timnas aja kami sudah bahagia. 

Kedua, andai timnas Indonesia tidak batal, nggak ada covid terus-menerus begini, kami tentu merasakan kebahagiaan jika gelar timnas mampu dipertahankan lalu PSSI memberikan fasilitas. Artinya ketika timnas juara tak memberikan bunus uang semata. Sebab PSSI hanya "menargetkan juara" bukan "saat juara kami akan fasilitasi". 

Ahmad Zubairi