Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Untung Wahyudi
Ilustrasi pendidikan (Shutterstock/Cherries)

Selama ini, krisis pembelajaran di Indonesia semakin bertambah, terutama sejak penyebaran Covid-19. Diakui banyak pihak, pelaksanaan belajar daring selama ini masih dianggap kurang efektif. Banyak guru yang mengeluh karena minimnya sarana dan prasarana pembelajaran, terutama yang ada di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) . Di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan jaringan internet dan teknologi masih kurang memadai.

Hal ini menimbulkan kesenjangan pembelajaran karena tidak semua siswa bisa menyerap pelajaran dengan baik. Pembelajaran daring, bagi sebagian siswa dan pendidik, masih belum bisa diterapkan dengan baik karena karena keterbatasan perangkat pembelajaran.

Salah satu upaya untuk mengatasi krisis pembelajaran tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar.

Nadiem Makarim mengungkapkan, merujuk berbagai studi nasional maupun internasional, krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Krisis pembelajaran semakin bertambah karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran. 

Wacana penerapan Kurikulum Merdeka memang tidak lepas dari pro dan kontra. Apalagi, sebagian guru dan sekolah masih mengaku belum siap untuk menerapkan kurikulum baru yang diwacanakan Kemendikbudristek. Alasan lain adalah karena tidak semua sekolah bisa menerapkan Kurikulum Merdeka. Sebagian besar satuan pendidikan masih menggunakan Kurikulum 2013 sehingga, sulit untuk menerapkan kurikulum baru.

Padahal, mengutip siaran pers Kemendikbudristek Nomor: 59/sipers/A6/II/2022, Kurikulum Merdeka bisa diterapkan sesuai dengan kesiapan sekolah dan guru-guru untuk menjalankan kurikulum tersebut. Menurut Nadiem, Kurikulum Merdeka adalah opsi atau pilihan bagi sekolah, sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Tidak ada transformasi proses pembelajaran kalau kepala sekolah dan guru-gurunya merasa terpaksa. Satuan pendidikan dapat memilih untuk mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan masing-masing.

Menggali dan Mengeksplorasi Potensi Siswa

Di tengah kontroversi Kurikulum Merdeka yang diluncurkan Kemendikbudristek, tak sedikit yang menyambut baik wacana kurikulum baru yang akan diterapkan pada tahun pelajaran 2022/2023 tersebut. Kurikulum Merdeka dianggap perlu dan penting diterapkan karena mempunyai banyak keunggulan, tidak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi para guru.

Stevani Anggia Putri, guru kelas di SD Negeri 005 Sekupang, Kota Batam, menyampaikan perubahan yang sangat terasa di sekolahnya. Melalui Kurikulum Merdeka dirinya lebih berkesempatan mengetahui minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.

Sementara itu, Guru SMP Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah, Joko Prasetyo, mengungkapkan kisahnya. Menurutnya, dulu saat mengajar guru terbelenggu dengan kriteria kelulusan minimal (KKM), sedangkan di Kurikulum Merdeka ia merasa guru sangat menghargai proses dan pencapaian siswa dalam belajar. 

Hal ini juga disampaikan Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek, Zulfikri Anas. Ia mengatakan, bagi siswa, Kurikulum Merdeka dapat mengeksplorasi potensi unik setiap individu yang selama ini terkungkung dengan materi. 

Dengan Kurikulum Merdeka para guru juga dapat memilih format, cara, materi esensial, dan pengalaman apa yang ingin diajarkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan begitu, guru bisa dengan bebas mendidik sesuai dengan cara dan metode mengajar yang dibutuhkan siswa. Siswa pun tidak merasa terpaksa menerima pelajaran jika yang diajarkan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Keunggulan Kurikulum Merdeka 

Meskipun baru diluncurkan, sebenarnya Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di beberapa sekolah. Guru-guru yang terlibat dalam program Guru Penggerak sudah mulai menerapkan kurikulum tersebut.

Menurut Nadiem Makarim, sejak Tahun Ajaran 2021/2022, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya dikenal sebagai Kurikulum Prototipe telah diimplementasikan di hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PGP) dan 901 SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran paradigma baru. Mulai tahun 2022, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan satuan pendidikan meskipun bukan Sekolah Penggerak, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP dan SMPLB kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X. 

Karena itu, pihak Kemendikbudristek berani menyatakan bahwa, Kurikulum Merdeka yang akan diterapkan mempunyai berbagai keunggulan, di antaranya, Kurikulum Merdeka lebih sederhana dan mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya. 

Dengan kurikulum ini, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih merdeka karena bagi peserta didik, tidak ada program peminatan di SMA. Peserta didik memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya. 

Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik. Lalu, sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik. 

Keunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka adalah lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.  

Setiap kebijakan memang tidak pernah lepas dari pro dan kontra. Semoga wacana diterapkannya Kurikulum Merdeka ini benar-benar bisa membawa perubahan bagi atmosfer pendidikan di Indonesia. Bisa melahirkan pelajar yang mampu mengekplorasi bakat dan kemampuan diri dengan baik.

Untung Wahyudi