"Perempuan tuh harus belajar jadi ibu rumah tangga sejak kecil. Nanti kan gedenya bakal jadi ibu rumah tangga."
"Jadi perempuan tuh harus ini, harus itu. Biar laki-laki gak menjauh."
"Aneh banget, masa gitu doang gak bisa. Itu kan pekerjaan perempuan."
"Kamu tuh perempuan. Nanti juga bakal jadi ibu rumah tangga."
Pernah mendengar kalimat di atas? Itulah sederet ucapan stigma tentang peranan perempuan. Selain beberapa contoh di atas, masih banyak lagi cibiran-cibiran stigma untuk perempuan.
Kamu setuju tidak dengan stigma yang melekat pada perempuan di era sekarang? Coba renungkan. Bukankah perempuan ialah salah satu jenis kelamin yang diciptakan Tuhan untuk melengkapi kaum Adam? Lantas, mengapa para perempuan ditekan sedemikian rupa?
Saya tahu itu merupakan ekspektasi dari sebagian orang supaya mahkluk bernama perempuan menjadi sempurna. Tiada cela dan penuh akan keindahan. Ya, saya dan para perempuan pun ingin itu. Menginginkan apa yang diekspektasikan menjadi nyata.
Sayang, kami hanyalah manusia. Sekali lagi, saya tegaskan, perempuan pun hanya manusia. Yang bisa jatuh ke dalam dosa. Yang bisa jatuh bangun dalam membangun nama.
Perempuan bukanlah robot, melakukan segala perintah dengan sempurna, idak perlu istirahat. Perempuan bukan mesin yang bisa bekerja 24/7.
Oh sungguh betapa tak adilnya menjadi seorang perempuan. Mengalami keistimewaan, yaitu merasakan sakit karena menstruasi dan melahirkan guna melestarikan hadirnya keturunan manusia di muka bumi.
Dan sekali lagi saya ingin mengatakan sayang. Karena keistimewaan itu pula, para perempuan diincar demi nafsu. Bagi pelaku kekerasan, perempuan dipandang bagai sebuah barang yang tak memiliki nilai. Diperlakukan begitu rendah. Bahkan, orang terdekat ikut menjadi pelaku.
Saya yakin, para perempuan memiliki impian yang indah. Saya yakin sekali, banyak perempuan yang mendapat tantangan dalam meraih impian.
Dan karena impian berharga, kerap kali perempuan diremehkan. Entah impian yang mustahil, impian yang tak berguna, dan masih banyak lagi.
Hidup di tengah stigma memang tak mudah. Namun, saya ingin memberikan pesan untuk para perempuan yang membaca ini.
Jadilah seorang perempuan yang berani. Biarkanlah mereka berkata seenaknya. Toh, yang menjalani hidup itu kalian kan? Bukan mereka. Buktikan, balas dendam itu dan bungkam mereka dengan cara positif.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Femisida Intim di Balik Pembunuhan Jurnalis Juwita oleh Anggota TNI AL
-
Perusahaan Ini Klaim 44% Posisi Manajerial Diisi Perempuan
-
Tips Memilih Webinar Pengembangan Diri Perempuan Indonesia
-
Apakah Salat Idulfitri Pakai Makeup Sah? Begini Penjelasan para Ulama
-
KFAK: Ketika Komunitas Film Mampu Mematahkan Stigma 'Anak Kampung'
Kolom
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
Terkini
-
Real Madrid Babak Belur Demi Final Copa del Rey, Carlo Ancelotti Buka Suara
-
Remake Film Mendadak Dangdut: Apa yang Berubah?
-
Piala Asia U-17: 3 Pemain Timnas Indonesia yang Diprediksi akan Tampil Gemilang
-
Review Film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai, dari Ritual Mistis sampai Jumpscare Kejam
-
Review Novel A Scandal in Scarlet: Acara Lelang yang Berujung Tragedi Mengerikan