Pendidikan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Saat ini, teknologi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga penggunaan teknologi dalam pendidikan semakin meluas. Namun, perlu diingat bahwa teknologi hanya sebagai alat bantu dan tidak bisa menggantikan peran penting dari seorang guru.
Dalam era kecanggihan teknologi, terdapat beberapa metode penilaian pembelajaran yang digunakan. Salah satunya adalah ujian lisan atau viva voce. Metode ini telah terbukti efektif dalam mengevaluasi kemampuan siswa dalam berbicara terkait pengetahuan dan kemampuan yang mereka peroleh.
Metode penilaian semacam ini – atau juga dikenal sebagai viva voce dalam bahasa Latin – adalah bentuk asesmen pembelajaran yang telah teruji. Seiring layanan seperti ChatGPT terus tumbuh baik dalam hal kapabilitas maupun tingkat penggunaannya – termasuk dalam ranah pendidikan dan riset – apakah kini saatnya perguruan tinggi kembali menggunakan ujian lisan?
Mereka yang merupakan ahli dalam munara (istilah Islam untuk perdebatan atau argumentasi) dianggap terhormat. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dengan baik dan lancar merupakan keterampilan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik dalam ranah akademik maupun profesional.
Dalam konteks pendidikan, ujian lisan juga memberikan manfaat yang tidak bisa diperoleh dari metode penilaian lainnya. Metode ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan diri dan mengkomunikasikan pengetahuan yang mereka miliki. Selain itu, siswa juga dapat mengklarifikasi dan menjelaskan informasi yang sebelumnya mereka pelajari.
Dalam era kecanggihan teknologi, penggunaan ujian lisan juga bisa dimodifikasi dengan menggunakan teknologi. Misalnya, siswa dapat melakukan presentasi melalui video conferencing atau aplikasi telekonferensi lainnya. Hal ini memungkinkan siswa dari berbagai daerah atau bahkan negara untuk mengikuti ujian lisan tanpa harus datang ke tempat yang sama.
Namun, meskipun teknologi memberikan kemudahan, penting untuk mempertahankan esensi dari ujian lisan atau viva voce. Proses interaksi langsung antara siswa dan penguji merupakan aspek penting dari metode ini. Selain itu, penggunaan teknologi juga tidak selalu efektif dalam mengevaluasi kemampuan berbicara dan komunikasi siswa.
Penggunaan teknologi dalam ujian lisan memiliki kekurangan yang signifikan. Siswa cenderung kurang percaya diri dalam menggunakan teknologi, sehingga kemampuan berbicara dan presentasi mereka menjadi kurang efektif. Selain itu, teknologi juga tidak dapat menggantikan kehadiran penguji secara langsung, sehingga interaksi antara siswa dan penguji menjadi kurang intensif.
Dalam konteks ini, metode penilaian viva atau ujian lisan dapat menjadi alternatif yang layak untuk diterapkan dalam era kecanggihan teknologi ini. Meskipun mungkin terdengar kuno dan kurang efisien, ujian lisan memiliki keunggulan tersendiri dalam mengukur kemampuan berbicara dan berargumen yang sangat dibutuhkan dalam dunia akademis dan profesional.
Penerapan viva sebagai metode penilaian pembelajaran telah teruji dan terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara dan berargumen mahasiswa. Dalam sebuah viva, mahasiswa harus mampu mengemukakan pendapat secara terstruktur dan logis serta mempertahankan argumen yang telah disampaikan dengan baik. Hal ini dapat membantu mahasiswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan presentasi yang sangat berguna dalam dunia kerja.
Selain itu, viva juga dapat memperkuat interaksi antara mahasiswa dengan dosen pembimbing. Dalam sebuah viva, mahasiswa dan dosen akan berinteraksi langsung dan saling bertukar pandangan serta memberikan umpan balik secara langsung. Hal ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi dengan lebih baik dan juga memperkuat hubungan antara mahasiswa dan dosen pembimbing.
Namun, tentu saja penerapan viva dalam era kecanggihan teknologi ini tidak dapat dilakukan secara konvensional seperti dulu. Modifikasi dan penyesuaian dalam penggunaan teknologi harus dilakukan untuk mengoptimalkan metode penilaian viva ini.
Salah satu modifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi video conferencing. Dalam video conferencing, mahasiswa dapat berinteraksi langsung dengan dosen pembimbing secara online. Hal ini memungkinkan mahasiswa dan dosen pembimbing untuk berinteraksi meskipun berada di tempat yang berbeda. Selain itu, teknologi video conferencing juga dapat merekam proses viva sehingga dapat digunakan untuk analisis dan evaluasi lebih lanjut.
Selain teknologi video conferencing, penggunaan teknologi speech recognition dan machine learning juga dapat memperkuat penggunaan metode penilaian viva. Dengan teknologi speech recognition, komputer dapat memproses suara mahasiswa dan menganalisis kemampuan berbicara dan berargumen yang telah ditampilkan. Sementara itu, dengan teknologi machine learning, komputer dapat mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan mahasiswa dalam berbicara dan berargumen berdasarkan data yang telah terkumpul.
Namun, tentu saja penggunaan teknologi dalam metode penilaian viva ini harus tetap diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dosen. Dosen harus mampu mengembangkan keterampilan dalam menggunakan teknologi dan juga mampu memberikan umpan balik secara konstruktif untuk meningkatkan kemampuan berbicara dan berargumen mahasiswa.
Dalam kesimpulannya, ujian lisan atau viva masih relevan dan perlu dipertahankan sebagai metode penilaian pembelajaran di era kecanggihan teknologi. Metode ini telah teruji dan membantu meningkatkan kemampuan komunikasi dan orasi siswa, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjelaskan dan mengklarifikasi pemahaman mereka.
Namun, dengan adanya teknologi, perlu dilakukan modifikasi dan penyesuaian agar ujian lisan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Perguruan tinggi dapat memanfaatkan teknologi untuk memudahkan proses administrasi dan evaluasi, tetapi tetap mempertahankan esensi dari ujian lisan, yaitu kemampuan siswa untuk berbicara dan mengemukakan argumen secara lisan.
Baca Juga
-
Pesona Komunikasi Padat: Mengungkap Makna Lebih dalam Seketika
-
Membangun Hubungan Harmonis dengan Tetangga yang Kurang Ramah
-
Tren Pernikahan Generasi Muda AS: Biaya dan Pandangan
-
Kondom Grafena: Menjembatani Kenikmatan dan Kesadaran Kesehatan Seksual
-
Di Balik Kebiasaan Bertanya di Akun Base Twitter, Hilangnya Kepercayaan Diri?
Artikel Terkait
-
Ada Drama di Balik Pengunduran Diri Husein Ali Rafsanjani Sebagai Guru ASN, Simak Begini Katanya
-
Ulasan Buku Sorban yang Terluka: Menyingkap Sisi Lain dari Sebuah Pesantren
-
4 Cara Mudah Menyesuaikan Diri di Kampus, Mahasiswa Baru Harus Tahu
-
Telemedicine: Bagaimana Teknologi Merevolusi Pelayanan Kesehatan
-
Penuhi Undangan, UI Kunjungi Taiwan untuk Perkuat Kolaborasi Penelitian dan Pendidikan
Kolom
-
FOMO Membaca: Ketika Takut Ketinggalan Justru Membawa Banyak Manfaat
-
Ketupat Pecel dan Keragaman Rasa yang Menyatukan Keluarga di Hari Raya Lebaran
-
Viral dan Vital: Memaknai Ulang Nasionalisme dalam Pendidikan Digital
-
Boros karena FOLU: Waspada Perilaku Konsumtif dari TikTok Shop
-
Pantai Teluk Asmara: Miniatur Raja Ampat yang Sama-Sama Tersakiti
Terkini
-
Timnas Indonesia U-17 Ikuti Laga Uji Coba, Mulai Serius Tatap Piala Dunia
-
Cara Merekam Layar MacBook Tanpa Aplikasi Tambahan: Gampang dan Ringan!
-
Ulasan Novel I Will Blossom Anyway: Antara Keluarga dan Kebebasan Diri
-
7 Cara Unik Biar Laptop Nggak Cepat Panas, Banyak yang Belum Tahu!
-
Kembali Dibintangi David Harbour, Film Violent Night 2 Tayang pada Desember 2026