Hasil SNBT atau Seleksi Nasional Berdasarkan Tes telah diumumkan pada Selasa (20/06/2023) kemarin. Bagi mereka yang lolos hari itu tentu menjadi hari yang membahagiakan.
Namun sayangnya, kalau ada yang berhasil pasti ada pula yang gagal. Mereka yang belum lolos seleksi ini harus menelan kenyataan pahit bahwa tahun ini belum menjadi rezeki mereka untuk diterima PTN.
Berat tentunya, di balik kegagalan itu pasti ada banyak cerita perjuangan yang telah dilakukan peserta dan orang tua. Belajar sampai larut atau bahkan ada yang ikut bimbel, membayar biaya tes, biaya transportasi dan penginapan bagi yang menginap, dan pastinya berdoa siang malam tanpa henti.
Belum lagi jika ada cerita-cerita gagal selain itu. Tidak heran banyak peserta yang merasa frustrasi saat masa-masa mencari perguruan tinggi seperti ini.
Di sisi lain mari kita renungkan, bolehkah merasa frustrasi karena gagal lolos SNBT? Perasaan ini mungkin sangat wajar terjadi, dimana seseorang ingin mewujudkan impiannya, sudah berusaha, tapi gagal.
Di samping itu mereka harus melihat teman-teman mereka yang berhasil dan memberi selamat, sedangkan diri mereka sendiri terkurung dalam kesedihan dan tekanan.
Namun yang perlu diingat, sesuatu yang berlebihan pasti hasinya tidak baik, termasuk bersedih. Selain itu, tidak ada kegagalan yang patut dibayar dengan kesehatan fisik dan psikis.
Waktu tidak berhenti, selama kesempatan masih ada, seseorang masih bisa mencoba lagi. Toh, gagal masuk perguruan tinggi bukan akhir dari segalanya. Kuliah memang salah satu jalan untuk sukses, tapi untuk sukses tidak harus selalu dengan kuliah.
Banyak hal bermanfaat lain yang bisa dilakukan selain kuliah, misalnya membuka usaha, bekerja, kursus, atau bisa juga mencoba daftar kuliah di perguruan tinggi lain.
Masa-masa ini sering menjadi salah satu tahap pendewasaan diri bagi anak muda, dimana mereka akan belajar menerima takdir dan menyadari bahwa apa yang diinginkan tidak semuanya bisa terwujud.
Tugas manusia adalah berusaha semaksimal mungkin, selebihnya bukan lagi ranah kita untuk menentukan, melainkan Tuhan.
Jadi, bersedih boleh asal sewajarnya saja. Menjaga kesehatan dan kewarasan diri sangat penting karena kedepannya masih ada banyak tugas-tugas kehidupan yang menanti untuk dikerjakan.
Baca Juga
-
Sprint Race MotoGP Amerika 2025, Pecco Bagnaia Mulai Beri Perlawanan
-
Red Bull Resmi Tukar Liam Lawson dengan Yuki Tsunoda, Keputusan yang Tepat?
-
Bukan Pecco Bagnaia, Marc Marquez Sebut Adiknya Sebagai Pesaing Utama
-
Performa Mentereng Marc Marquez Buat Ducati Kerap Dicurigai Pilih Kasih
-
Lando Norris dan Oscar Piastri Siap Bersaing untuk Gelar Juara Dunia 2025
Artikel Terkait
-
Teman Mabuk hingga Penjual Miras Ikut Diperiksa Polisi, Pemicu Tewasnya Mahasiswa UKI Tersingkap?
-
Puluhan Visa Mahasiswa Dicabut AS di Tengah Gelombang Aksi Bela Palestina
-
Lisa Mariana Lulusan Mana? Dulu Diklaim Temui Ridwan Kamil karena Masalah Bantuan Kuliah
-
Mahasiswa UKI Tewas usai Pesta Miras di Kampus, Legislator PDIP: Gak Zaman Lagi 'Main' Pakai Otot
-
5 Rekomendasi Mie Ayam Jogja Murah Seharga Kantong Mahasiswa
Kolom
-
Sekolah adalah Hak Asasi, Namun Masih Menjadi Impian bagi Banyak Anak
-
Quiet Quitting Karyawan sebagai Bentuk Protes Kepada Perusahaan
-
Ketika Algoritma Internet Jadi Orang Tua Anak
-
Aktivisme Ki Hadjar Dewantara dalam Peta Politik dan Pendidikan Bangsa
-
Di Bawah Bayang Taman Siswa, Politik Kini Tak Lagi Mendidik
Terkini
-
Gemes Banget! Romansa Sederhana Anak Sekolahan di Manga Futarijime Romantic
-
Sungai Tungkal Meluap Deras, Begini Nasib Pemudik Sumatra di Kemacetan
-
Timnas Indonesia U-17 ke Piala Dunia, STY Justru Singgung Nova Arianto
-
Sinopsis Queen's House, Drama Korea Terbaru Ham Eun Jung dan Seo Jun Young
-
Review Anime Golden Kamuy Season 3, Rahasia Tato dan Emas Semakin Terkuak