Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Tim Yoursay
Waitatiri (Ist)

Tak sedikit putra-putri bangsa Indonesia yang menimba ilmu di luar negeri demi mengejar mimpi mereka. Salah satunya Waitatiri yang telah menuntaskan pendidikannya di Harvard University.

Lulus dari Harvard University mengantarkan Waitatiri menyandar gelar Master of Education in Learning Design, Innovation, and Technology. Gelar itu kian melengkapi kisahnya yang kini menjadi sosok inspiratif bagi anak-anak muda Indonesia. 

Mengenal Sosok Waitatiri yang Mengubah Resah Jadi Berkah

Waitatiri menamatkan pendidikan S1-nya tahun 2016 di Program Studi Jerman, Universitas Indonesia. Selepas lulus, sosok yang akrab disapa Wai itu, mengaku awalnya tidak berpikir untuk melanjutkan S2.

Saat itu, Wai hanya ingin fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Bahkan, selama kurang lebih 6 tahun ia telah mempunyai perjalanan karier yang baik di beberapa top tech companies di Jakarta.

Waitatiri (Instagram/Waitatiri)

Namun, situasi berubah ketika pandemi Covid-19 melanda. Menghadapi realitas pendidikan di Indonesia, Wai pun menemukan visi hidupnya, yakni mempermudah akses pendidikan bagi anak-anak bangsa.

Visi itu bukanlah tanpa dasar, melainkan bermula dari Wai yang merasa ironi dengan kondisi pendidikan anak-anak di kota besar, Jakarta. Di tengah pendidikan yang berganti format menjadi daring, banyak anak-anak yang kesulitan mengakses kelas lantaran tidak memiliki gawai

Parahnya lagi, tidak sedikit anak-anak yang terpaksa tak melanjutkan pendidikan karena kondisi ekonomi. Putus sekolah dan bekerja menjadi pilihan, daripada tidak melanjutkan hidup karena tak bisa makan.

Masalah pendidikan itu tak membuat Wai diam. Hatinya pun lantas tergerak, sehingga tercetuslah program "Ponsel untuk Sekolah". Inisiasi Wai itu menggambarkan adanya resah yang berubah menjadi berkah.

Ponsel untuk Sekolah ala Waitatiri

Waitatiri merespons permasalahan pendidikan kala pandemi, dengan menginisiasi gerakan "Ponsel untuk Sekolah". Tujuan gerakan ini untuk membantu anak Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas di daerah Jakarta Selatan, agar bisa mempunyai ponsel untuk sekolah daring.

Dari gerakan "Ponsel untuk Sekolah" itu, sebanyak 20 anak akhirnya terbantu. Mereka diberikan ponsel dan paket data gratis untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang dilangsungkan secara daring.

Waitatiri (Ist)

Keberhasilan program pertama tak membuat Wai berhenti. Justru sebaliknya, ia enggan hal-hal baik sebagaimana dilakukan berhenti sampai di sini. Apalagi kasus yang ia tangani masih di kota besar, lantas bagaimana dengan nasib anak-anak di pelosok negeri?

Pertanyaan tersebut yang membawa Wai berusaha mencari solusinya. Untuk menjangkau pelosok dengan mudah dan murah, ia bercita-cita menyediakan pengalaman menarik dan gratis melalui media, seperti TV dan buku.

Waitatiri dan Harvard University

Sempat tak berniat melanjutkan S2, Waitatiri akhirnya memutuskan kembali ke dunia pendidikan. Waitatiri pada awalnya mencari short-course. Namun, karena tidak menemukan yang cocok, ia pun bertemu dengan program S2 di Harvard.

Setelah melalui pertimbangan demi pertimbangan, Wai akhirnya mencoba mendaftar ke Harvard University. Dalam sekali coba, ia berhasil lolos dengan beasiswa LPDP.

Tak mudah bagi Wai untuk melalui proses pendaftaran. Baginya, salah satu hal yang membuatnya struggle adalah dokumen. Karena sudah cukup lama sejak Wai lulus S1, ia harus ke sana ke mari untuk memenuhi persyaratan. Meski begitu, Wai akhirnya berhasil melalui fase pendaftaran dan berhasil berangkat ke Amerika.

Hidup di Amerika memang tidaklah mudah. Apalagi saat beradaptasi di awal kepindahan. Hal itu turut dirasakan oleh Wai yang hampir menangis setiap hari di hari-hari awalnya memulai hidup di Amerika.

Waitatiri (Instagram/Waitatiri)

Seperti pandangan orang pada umumnya, Wai juga awalnya menganggap mahasiswa Harvard sangat kompetitif dan cenderung individualis. Namun, waktu berjalan, pandangan itu pun terbantahkan.

Setelah bertemu dengan mahasiswa maupun staf kampus, Wai merasa pandangannya berbeda 180 derajat. Ternyata, berbagai komponen di Harvard sangat welcoming dan helpful. Apalagi saat bertemu sesama pelajar WNI, Wai lantas menjadi lega.

Selama di Harvard, Wai tak hanya mengejar pendidikan akademik semata. Namun, ia juga terlibat dalam berbagai aktivitas lainnya, misalnya bergabung sebagai Student Ambassador di Harvard Graduate School of Education serta Harvard Indonesia Student Association.

Singkat waktu, Wai terus belajar dan berkarya, hingga pada akhirnya ia lulus dan wisuda pada Mei 2023 lalu.

Kini, Wai sedang menjalankan program yang bertajuk Buku buat Semua. Melalui program ini, Wai mengajak siapa pun untuk berkontribusi dengan menjadi penulis atau ilustrator buku anak yang kemudian akan didistribusikan secara gratis melalui website bukubuatsemua.com dan perpustakaan di Indonesia. Buku buat Semua mengajak masyarakat untuk ikut membangun bank buku anak gratis dan berkualitas, karena semua anak berhak membaca.

Tim Yoursay