Pernah tidak bertanya pada diri sendiri tentang apa tujuan kita bekerja? Sebagian orang pasti berpikir karena kewajiban sebagai suami yang harus menafkahi istri, lulusan lembaga pendidikan yang perlu memanfaatkan ilmu, atau mengikuti alur kehidupan bahwa orang umur sekian umumnya sudah memiliki pekerjaan.
Apa pun alasan kita bekerja itu baik, memiliki niat bekerja itu saja sudah menunjukkan bahwa kita memiliki rasa tanggung jawab. Akan tetapi, ada sebagian orang yang bekerja tidak sebatas karena kebutuhan atau kewajiban saja, tetapi karena perlu pengakuan dari orang lain.
Di lingkungan saya misalnya, seorang anak ingin bekerja sesuai dengan apa yang dia tekuni selama ini. Akan tetapi, anak itu ingin menerapkan sistem kerja work from anywhere, agar jam kerjanya fleksibel dan dia bisa mengikuti berbagai kegiatan di luar pekerjaannya dengan bebas.
Bukan rencana yang buruk, toh, di zaman yang semakin maju dan berkembang ini bekerja tidak selalu harus datang ke kantor dan duduk menghadap meja selama 8 jam. Kita bisa bekerja dimana saja dengan bantuan teknologi.
Singkat cerita, anak tadi sudah menemukan pekerjaan yang dia inginkan meskipun dengan gaji yang masih dibawah upah minimal, tetapi keluarganya kurang setuju dengan rencana tersebut.
Orang tuanya menginginkan dia bekerja di sebuah instansi pemerintah tempatnya magang dulu. Alasannya pekerjaan yang didapat si anak tidak meyakinkan secara sistem dan gaji.
BACA JUGA: Serba-serbi Malang sebagai Kota Parkir, Emang Boleh Se-effort itu?
Di tempat saya, pegawai kantoran/PNS adalah pekerjaan yang dianggap berkelas, oleh karena itu semua orang tua ingin anaknya menjadi pegawai kantoran/PNS.
Sedangkan pekerjaan selain itu dianggap kurang meyakinkan, padahal itulah yang sesuai dengan bakat dan minat anak. Tidak heran, ada beberapa orang di lingkungan saya yang kebingungan mencari lapangan pekerjaan.
Bukan karena tidak ada lowongan, tetapi tidak adanya pengakuan dari lingkungan di sekitarnya tentang pekerjaan dia inginkan. Pengakuan sangat krusial dalam masyarakat, khususnya pedesaan.
Pekerjaan yang di kerjakan di rumah, bukan di kantor dianggap remeh dan main-main. Sayangnya, masih banyak juga orang yang belum bisa tak acuh dengan berbagai pendapat miring tersebut dan akhirnya memaksakan diri agar bisa mendapat pekerjaan yang diakui tadi.
Melihat kasus tersebut, sudah selayaknya kita semakin membuka pemikiran bahwa kehidupan itu dinamis. Seiring berjalannya waktu, akan ada banyak perubahan di berbagai macam aspek, termasuk dalam memilih pekerjaan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pindah ke Yamaha, Jack Miller Terinspirasi oleh Lorenzo dan Rossi
-
Tak Hanya Fisik, Borsoi Bantu Jorge Siapkan Mental Jelang Final MotoGP 2024
-
Legowo, Ducati Tak Marah Jika Jorge Martin Bawa Gelar Juara 2024 ke Aprilia
-
Jadwal MotoGP Barcelona 2024, Siapa yang Akan Jadi Juara Dunia Musim Ini?
-
Balapan Terakhir di MotoGP, Aleix Espargaro Ingin Maksimal di GP Barcelona
Artikel Terkait
-
Ironi Perkantoran Elite Jakarta: Kisah Pekerja Terpaksa Pinjol Demi Sesuap Nasi
-
Ini 4 Alasan Mengapa Minum Kopi sebelum Bekerja Sangat Dianjurkan
-
Software Mata-mata di Laptop dan Kisah Pemecatan Karyawan yang Mengerikan di Era WFH
-
Waspada! Stres Jadi Ancaman Para Pekerja
-
Pemerintah Targetkan Rp 250 Triliun Devisa Negara dari Pekerja Migran di 2025
Kolom
-
Kehamilan Remaja: Bisakah Kita Berhenti Melihat Pernikahan Sebagai Solusi?
-
Kesadaran Politik Gen Z Melalui Partisipasi Ruang Digital yang Demokratis
-
Marak Tren Pernikahan Dini di Media Sosial, Stop Romantisasi!
-
Membongkar Stigma: Etos Kerja Gen Z Tak Selamanya Buruk, Kenali Lebih Jauh!
-
Mengapa Pendidikan dan Kesadaran Pengetahuan Umum Penting Dibicarakan?
Terkini
-
Kirim Surat Tuntutan ke ADOR, NewJeans Ancam Putuskan Kontrak
-
Erick Thohir Bikin Iri Malaysia, Pemilik Johor Darul Takzim FC Mau Belajar?
-
IVE Jadi Girl Group K-Pop Pertama yang Akan Tampil di Lollapalooza Paris
-
Ulasan Longlegs, Aksi Nicolas Cage Jadi Pembunuh Berantai Pemuja Setan
-
5 Hero Jungler Terbaik di Patch Terbaru Mobile Legends November 2024