Apa itu Antropologi? Oh…yang mempelajari fosil-fosil ya? Bedanya dengan Arkeologi dan Sosiologi? Pertanyaan umum yang sering sekali diajukan kepada mahasiswa jurusan Antropologi karena masih banyaknya yang awam dengan istilah ‘Antropologi’.
Sering kali mereka para lulusan Antropologi berhadapan dengan beberapa pertanyaan seperti “Antropologi? Apa tuh kak?” “Belajarnya apa kak?” “Nanti kerjanya di bidang apa?” dan masih banyak lagi. Mereka pun hanya bisa mendesah sambil berusaha menjawab dan menjelaskan yang sebenarnya.
Antropologi sendiri merupakan ilmu yang mempelajari manusia, masyarakat dan budaya di sekitarnya secara holistik melalui berbagai macam aspek, mulai dari sosial budaya, agama, bahasa, lingkungan, dan lain-lain.
Masih bingung? Intinya, Antropologi tugasnya mempelajari manusia, masyarakat, dan budaya di sekitarnya melalui pendekatan-pendekatan yang holistik, seperti terjun langsung ke lapangan (masyarakat), berbaur dengan masyarakat, melakukan wawancara, dan sebagainya. Sehingga ini yang membedakan dengan ilmu lain seperti Arkeologi yang berfokus pada fosil-fosil (benda mati) dan Sosiologi yang berfokus pada hubungan sosial manusia.
Tidak lupa juga, Antropologi tidak hanya berpacu pada masa lalu teman-teman. Antropologi juga mempelajari manusia, masyarakat, dan budaya di masa sekarang bahkan masa depan lho. Oleh karena itu, sebenarnya Antropologi sangat bisa berkontribusi pada perkembangan zaman dengan melakukan penelitian di berbagai bidang. Seperti di bidang infrastruktur, sosial, media, dan masih banyak lagi.
Lalu apa yang membuat lulusan Antropologi susah mendapat pekerjaan?
Selain karena jurusan Antropologi ‘belum’ banyak diketahui masyarakat Indonesia, lapangan pekerjaan Antropologi juga masih terbatas di Indonesia. Lulusan Antropologi yang lulus dengan dibekali skill yang kuat di bidang analisis, penelitian, dan kepenulisan sebenarnya bisa bekerja dalam ranah pemerintahan (kementerian), research and development (RnD), dan juga kepenulisan (writer).
Mungkin memang lowongan pekerjaan di bidang-bidang tersebut banyak di Indonesia. Namun nyatanya tidak teman-teman. Mari kita bedah satu persatu. Pertama, dalam ranah pemerintahan (kementerian), jurusan Antropologi belum terlalu banyak ‘diperhatikan’. Padahal nyatanya, Antropologi sangat bisa berkontribusi dalam pemerintahan, misalnya dalam hal infrastruktur, riset, dan kepenulisan.
Kedua, dalam bidang research and development (RnD) di perusahaan-perusahaan, Antropologi juga belum banyak dicari. Kebanyakan bidang RnD mencari orang-orang yang memang sudah memiliki banyak pengalaman di bidang RnD, biasanya diatas 2 atau 3 tahun. Selain itu, RnD di sebagian besar perusahaan kebanyakan mencari yang sesuai bidangnya. Misalnya perusahaan tersebut perusahan FNB, maka orang-orang RnD yang dicari adalah lulusan dari bidang FNB juga. Sedangkan Antropologi yang ranah penelitiannya lebih ke sosial budaya masih sangat terbatas jika ingin bekerja di bidang RnD suatu perusahaan.
Ketiga, dalam bidang kepenulisan (writer), bagi lulusan Antropologi juga masih sangat terbatas. Kebanyakan perusahaan yang mencari seorang writer lebih memilih mereka yang lulus dari bidang terkait juga, seperti jurnalis, sastra, dan bahasa. Padahal kenyataannya, lulusan Antropologi juga dibekali skill menulis yang tidak kalah dengan mereka yang lulus dari jurusan seperti jurnalis.
Namun mengapa mereka yang lulus dari jurusan Antropologi merasa masih sangat terbatas lapangan pekerjaan mereka di Indonesia? Mereka yang mau mengandalkan diterima di pemerintahan (kementerian), nyatanya juga kalah dengan mereka yang lulus dari jurusan Psikologi, Ekonomi, Sosiologi, dan lain-lain. Begitu juga dengan ranah RnD dan kepenulisan.
Lalu mereka harus bagaimana?
Selain mereka hanya bisa berharap bahwa Antropologi mulai banyak diketahui dan menyadari peran Antropologi juga penting sama halnya dengan jurusan lainnya di Indonesia, mereka para lulusan Antropologi mau tidak mau tetap terus berusaha mencari dan melamar pekerjaan yang mereka inginkan. Walaupun pada akhirnya banyak juga yang bekerja tidak sesuai jurusannya.
Mungkin memang hal ini tidak hanya terjadi pada jurusan Antropologi yang merasa sangat terbatas lapangan pekerjaannya. Melihat juga bahwa zaman sekarang mencari pekerjaan sangatlah susah dan pada akhirnya jurusan kuliah tidaklah berguna dan dipakai di dunia pekerjaan. Namun setidaknya bagi mereka yang lulus dari jurusan Antropologi berharap bahwa kedepannya Antropologi mulai dipandang sebagaimana jurusan lainnya seperti Psikologi, Ekonomi, Bisnis, dan lain-lain di Indonesia.
Baca Juga
-
Curahan Hati Anak Pertama: Nggak Senang Adik Lebih Sukses?
-
Freelancing: Bekerja dari Rumah dan Penghasilan Tidak Tetap, Salahkah?
-
Fangirling: Kegiatan yang Masih Terstigmatisasi Negatif
-
Apa yang Membuat Para Gen Z Resign dari Tempat Kerjanya?
-
Tuntutan dan Ekspektasi: Apa yang Kini Dirasakan oleh Para Fresh Graduate
Artikel Terkait
-
Apa Pekerjaan Asli Yudha Arfandi? Eks Tamara Tyasmara Ngakunya Pengusaha Batu Bara, Eh Ternyata ...
-
Ulasan Novel Waktu Aku Dilayoff: Kisah saat Menghadapi Kehilangan Pekerjaan
-
Pekerjaan Vanessa Nabila, Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi
-
Apa Pekerjaan Lex Wu? Tak Gentar meski Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf usai Paksa Anak SMA Menggonggong
-
Zeda Salim Kerja Apa? Teman Dekat Ammar Zoni Punya Koleksi Tas Branded dari Berbagai Merek
Kolom
-
Melawan Sunyi, Membangun Diri: Inklusivitas Tuna Rungu dan Wicara ADECO DIY
-
Ujian Nasional dan Tantangan Integritas Pendidikan Indonesia
-
Menggali Makna Mahasiswa 'Abadi': Antara Idealisme dan Keterlambatan Lulus
-
Nggak Perlu Inget Umur, Melakukan Hobi di Umur 30 Itu Nggak Dosa Kok!
-
Kuliah atau Kerja? Menyiasati Hidup Mahasiswa yang Multitasking
Terkini
-
Sinopsis Film The Sabarmati Report, Kisah Dua Jurnalis Mengungkap Kebenaran
-
Melihat Jadwal Tur Linkin Park, Jakarta Satu-satunya Kota di Asia Tenggara
-
Ulasan Novel Seribu Wajah Ayah: Kisah Perjuangan dan Pengorbanan Ayah
-
Wajib Beli! Ini 3 Rekomendasi Cushion Lokal dengan Banyak Pilihan Shade
-
3 Rekomendasi Drama China yang Dibintangi Cheng Yi, Terbaru Ada Deep Lurk