Tinggal di gang yang padat penduduk memang punya tantangan tersendiri, apalagi kalau soal anak-anak yang bermain. Sering kali mereka tidak kenal waktu saat lari-larian atau kejar-kejaran sambil berteriak keras , bahkan kadang blayon ke sana ke mari. Di siang hari, yang biasanya saya manfaatkan buat istirahat setelah sibuk kuliah sambil kerja dari rumah, terpaksa jadi waktu yang bikin pusing karena suara gaduh mereka. Sepertinya tidak ada jam tenang yang bisa dipatuhi, dan lebih parah lagi, kalau salah satu dari mereka bertengkar, adegan gontok-gontokan disertai tangisan keras pasti menyusul.
Yang bikin suasana makin panas adalah ketika anak-anak yang ribut itu mengadu ke orang tua mereka. Biasanya, orang tua malah ikut-ikutan ribut, saling menyalahkan anak orang lain, atau membela mati-matian anaknya tanpa mencari tahu duduk perkaranya. Tiba-tiba suasana jadi lebih riuh dengan cekcok yang berkepanjangan, seperti sebuah drama tak berujung di tengah gang yang sempit ini. Saya yang cuma ingin sedikit ketenangan untuk recharge tenaga, justru jadi ikut terjebak dalam keributan. Bahkan, dengan pintu tertutup sekalipun, suara ribut itu masih terdengar jelas.
Memang benar, anak-anak punya hak untuk bermain. Tapi, kalau nggak ada batasan waktu dan ruang, ya pastinya bisa mengganggu orang lain. Sayangnya, banyak orang tua yang terlihat terlalu santai menanggapi kebisingan ini. Mereka berpikir, “Namanya juga anak-anak, biarin aja.” Padahal, lingkungan ini juga dihuni orang dewasa yang punya kebutuhan akan ketenangan. Rasanya, masalah ini lebih dari sekadar anak-anak yang bermain, tapi juga tentang bagaimana orang tua kurang peka terhadap kenyamanan tetangga.
Untuk mengatasi masalah ini, sebenarnya orang tua perlu lebih proaktif mengatur jam bermain anak-anak, misalnya tidak membiarkan mereka bermain di jam-jam istirahat, seperti antara pukul 12 siang sampai 3 sore. Ini bisa menjadi kesepakatan bersama antarwarga agar semua pihak bisa saling menghargai. Selain itu, orang tua juga perlu mengajarkan anak-anaknya untuk tidak berteriak atau blayon sembarangan, terutama di dekat rumah orang lain. Edukasi sederhana seperti ini bisa mencegah konflik yang lebih besar.
Solusi lain yang bisa dicoba adalah mendirikan area bermain khusus di sekitar lingkungan yang bisa digunakan anak-anak, sehingga mereka punya ruang sendiri yang jauh dari rumah-rumah warga. Kalau itu belum memungkinkan, para orang tua bisa bergantian mengawasi anak-anak saat bermain di gang. Dengan begitu, ada kontrol yang lebih baik terhadap aktivitas anak-anak dan kita juga bisa mencegah potensi keributan. Ini tentang menjaga kenyamanan bersama, dan sudah seharusnya semua warga ikut terlibat, bukan hanya menyerahkan semuanya ke anak-anak.
Saya yakin, kalau kita semua bisa lebih peka dan mau bekerja sama mencari solusi, masalah anak-anak yang bermain nggak kenal waktu ini bisa diatasi dengan baik. Anak-anak tetap bisa bersenang-senang, orang tua bisa lebih bertanggung jawab, dan kita yang dewasa juga bisa menikmati waktu istirahat tanpa gangguan. Toh, semua orang pasti ingin hidup di lingkungan yang nyaman dan damai, kan?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Pilihan Hidup Sendiri: Ketika Anak Muda Memutuskan Tidak Menikah, Salahkah?
-
Anak Muda dan Traveling: Melarikan Diri atau Mencari Jati Diri?
-
Ulasan Lagu Piwales Tresno NDX AKA: Saat Janji Manis Berujung Cidro
-
Menggali Tradisi Sosial dengan Dinamika Tak Terduga Melalui Arisan
-
Fenomena Lampu Kuning: Ritual Keberanian atau Kebodohan?
Artikel Terkait
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Cetak 2 Gol, Bukti "Anak Emas" Tak Sekadar Julukan bagi Marselino Ferdinan
-
Israel Kembali Gempur Gaza, 66 Tewas dalam Semalam Termasuk Anak-anak yang Sedang Tidur
-
Anak-Anak Nia Ramadhani Sekolah di Mana? Uang Sakunya Tembus Jutaan Rupiah
-
Nia Ramadhani Spill Uang Jajan Anak di Sekolah, Nominalnya Disorot Netizen: Murah Lho Itu
Kolom
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
-
Matematika Dasar yang Terabaikan: Mengapa Banyak Anak SMA Gagap Menghitung?
Terkini
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Cetak 2 Gol, Bukti "Anak Emas" Tak Sekadar Julukan bagi Marselino Ferdinan
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Sabar, Syukur, dan Ikhlas: Kunci Sukses Bahagia Dunia Akhirat
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 403: Balsamilco vs Pangeran Halkenburg