Bayangin, lo lagi duduk di depan kamar kos, nyari inspirasi buat sempro atau skripsi, tiba-tiba dapet kabar kalau PPN naik jadi 12%. Sekilas sih kayak berita biasa, tapi buat anak kos yang tiap hari ngerogoh kantong buat makan nasi bungkus atau bayar kosan, ini kayak menambah beban. Kalau lo anak rantau, lo pasti paham betapa beratnya hidup jauh dari rumah, apalagi sekarang harus membayar lebih untuk kebutuhan sehari-hari.
PPN, alias Pajak Pertambahan Nilai, ini sebenarnya ide pemerintah buat menambah pendapatan negara. Tapi selanjutnya, kenaikan ini efeknya kayak rantai domino. Harga kebutuhan pokok naik, makan di warteg makin mahal, dan jangan lupa biaya kos juga bisa-bisa ikut melonjak. Anak kos yang sebelumnya udah bertahan dengan makan mie instan, sekarang mungkin harus mikir dua kali buat beli sambal sachet.
Lo pernah gak sih ngerasa kayak pemerintah itu kurang peka? Kita udah capek dengan biaya kuliah, biaya hidup, dan sekarang ada tambahan biaya yang nggak langsung terasa tapi pelan-pelan bikin dompet makin tipis Pertanyaannya, kenapa pemerintah nggak mikirin dampak buat kelompok yang paling rentan kayak anak kos? Lo tahu kan, anak rantau itu nggak cuma kuliah, tapi juga belajar mandiri, mikir bagaimana cara bertahan hidup. Sementara itu, kenaikan PPN ini kayak ngasih tantangan baru, tapi sayangnya, bukan tantangan yang bikin kita jadi lebih pinter, malah bikin kepala cenat-cenut.
Saya paham betul kalau negara butuh pendapatan untuk pembangunan. Tapi, masa tidak ada cara lain? Kalau alasan buat pemerataan ekonomi, kenapa gak lebih fokus ke pajak korporasi gede atau orang-orang kaya yang kadang bayar pajak aja ogah? Anak kos itu cuma pengen makan kenyang dan bayar kos tepat waktu, nggak minta lebih kok.
Mungkin lo berpikir, "Ah, ini cuma sementara, lama-lama terbiasa juga." Tapi coba deh renungin, kalau kebijakan ini terus berjalan tanpa solusi buat kelompok rentan, dampaknya apa? Bukan cuma anak kos, tapi UMKM kayak warteg atau penjual gorengan juga kena efeknya. Kita semua harus membayar lebih untuk sesuatu yang dulu tidak terlalu mahal.
Jadi, kalau lo anak kos yang ngerasa kena imbas, inilah saatnya buat bersuara. Entah lewat tulisan, diskusi, atau bahkan protes, biar pemerintah tahu kalau kebijakan kayak gini tidak bisa diterima begitu aja. Anak kos itu kuat, ya, tapi bukan berarti selalu bisa nerima semuanya tanpa perjuangan. Gimana, tulisan ini udah mewakili keresahan anak kos belum?
Baca Juga
-
Mengasah Kesabaran dan Kontrol Diri melalui Ibadah Puasa Ramadan
-
Lagu 'Like JENNIE' sebagai Manifesto Kepercayaan Diri Seorang Superstar
-
Transformasi Ramadan: Mengalahkan Diri Sendiri untuk Hidup yang Lebih Baik
-
Terjebak di Lingkaran Toxic? Simak Review Lirik Lagu "Love Hangover" Jennie
-
The Lazy Song Bruno Mars dan Kesenangan Bermalas-malasan Tanpa Rasa Bersalah
Artikel Terkait
-
Fitur Bayar PPN Langsung dengan DANA? Belum Ada, tapi Ini Solusinya!
-
Survei Isu Prioritas Masyarakat: Ekonomi Jadi Sorotan Utama Jelang Lebaran
-
THR Ada, Harga Naik: Ramadan Makin Berat untuk Masyarakat?
-
Resep Tumis Sayur Cemplang-cemplung ala Ashanty, Cocok untuk Menu Sahur Anak Kos
-
3 Resep Menu Buka Puasa Lezat ala Shireen Sungkar, Masaknya Cuma Butuh 30 Menit
Kolom
-
Lebaran Usai, Dompet Nangis? Waspada Jebakan Pinjol yang Mengintai!
-
Generasi Unggul: Warisan Ki Hajar Dewantara, Mimpi Indonesia Emas 2045?
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
Terkini
-
Bikin Gagal Move On! 3 Drama Medis Korea Ini Siap Bikin Kamu Pengen Jadi Dokter!
-
Reuni Lagi, Lee Do Hyun dan Go Min Si Bakal Bintangi Drama Baru Hong Sisters
-
Review Novel 'Entrok': Perjalanan Perempuan dalam Ketidakadilan Sosial
-
Mark NCT Wujudkan Mimpi Jadi Bintang di Teaser Terbaru Album The Firstfruit
-
Review Film All We Imagine as Light: Kesunyian di Tengah Hiruk-pikuk Mumbai