Tahun 2025 bukan hanya awal kalender baru, tetapi juga awal bagi Generasi Beta, kelompok anak-anak yang lahir dari gabungan generasi milenial dan Gen Z. Definisi generasi ini pertama kali dirumuskan oleh McCrindle, sebuah lembaga riset berbasis di Australia yang terkenal dengan analisis demografinya. Dengan siklus 15 tahun, Generasi Beta mencakup mereka yang lahir pada 2025 hingga 2039.
Jika menengok ke depan, Generasi Beta diprediksi akan mencapai 16% populasi global pada 2035. Ini adalah angka yang signifikan. Anak-anak ini tumbuh di era yang dipenuhi dengan teknologi canggih, internet yang lebih terintegrasi, serta kecepatan informasi yang luar biasa. Mereka tidak hanya akan menjadi pengguna teknologi tetapi juga pencipta inovasi masa depan.
Namun, lahir di era kemajuan pesat juga berarti Generasi Beta akan menghadapi tantangan unik. Dunia yang mereka masuki penuh dengan isu besar seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan revolusi digital. Orang tua mereka, yakni milenial dan Gen Z, membawa harapan besar bagi mereka untuk menjadi solusi di tengah kekacauan. Tapi, harapan itu tentu memerlukan sistem pendukung yang kuat.
Salah satu aspek yang menarik dari Generasi Beta adalah bagaimana pengasuhan dan pendidikan mereka akan berubah. Generasi milenial sebagai orang tua telah dikenal dengan gaya pengasuhan modern yang cenderung adaptif dan berbasis data. Sementara itu, Gen Z, yang tumbuh di era teknologi, membawa pendekatan berbasis pengalaman digital ke dalam pola asuh mereka. Apakah pendekatan ini cukup untuk menciptakan anak-anak yang tangguh di masa depan?
Lebih dari sekadar angka statistik, Generasi Beta adalah cerminan masa depan kita. Teknologi seperti kecerdasan buatan, blockchain, dan augmented reality kemungkinan besar akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Tapi, apakah dunia pendidikan kita siap untuk mempersiapkan mereka menghadapi dunia seperti ini? Sistem pendidikan yang stagnan jelas tidak akan cukup.
Generasi Beta juga menandai babak baru dalam hubungan manusia dengan teknologi. Ketika anak-anak ini tumbuh dewasa, mereka mungkin akan menjadi generasi pertama yang benar-benar merasakan manfaat dari teknologi transformatif seperti internet kuantum atau implantasi otak digital. Hal ini mengharuskan kita, sebagai generasi sebelumnya, untuk memastikan bahwa perkembangan teknologi tetap beretika dan bermanfaat bagi semua orang.
Tahun 2025 hanyalah permulaan bagi Generasi Beta. Tapi, perjalanan panjang mereka akan bergantung pada keputusan yang kita buat hari ini. Apakah kita akan meninggalkan mereka dengan dunia yang lebih baik, atau justru sebaliknya? Selamat datang, Generasi Beta, semoga masa depan yang kita bangun mampu menjadi tempat yang layak untuk kalian tumbuh dan berkembang.
Baca Juga
-
Gen Z Lebih Pilih Sehat Mental Dibanding IPK Cumlaude, Salahkah?
-
Gen Alpha Beda dari Kita! Pola Asuh Zilenial Ubah Segalanya
-
Hormat Bukan Berarti Setuju! Gen Z dan Keberanian Berdialog
-
Ketika Karnaval Jadi Derita! Sound Horeg dan Dampak Nyata untuk Kesehatan
-
AXIS Nation Cup! Tempat Mimpi-Mimpi Liar Pemuda Indonesia Meledak
Artikel Terkait
-
Ditanya Target Capaian 2025 oleh Anak 16 Tahun, Jawaban Gibran Tuai Sorotan: Kamu Sudah Bisa Nyoblos?
-
Jepang Terapkan 4 Hari Kerja untuk Atasi Krisis Kelahiran dan "Karoshi"
-
Heboh Elon Musk Ramal Singapura Akan Punah, Mengapa?
-
Jalan Terjal Meraup Bonus Demografi dan Masa Depan Inklusif untuk Penyandang Disabilitas
Kolom
-
Bukan Sekadar Coretan, Inilah Alasan Poster Demo Gen Z Begitu Estetik dan Berpengaruh
-
Budaya Trial and Error dalam Kabinet Indonesia
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
-
Demokrasi Digital, Kuasa Influencer dan Krisis Kepakaran
-
Protes Gen Z di Nepal: Refleksi Kritis tentang Empati dan Keadilan Sosial
Terkini
-
Lebih dari Sekadar Keponakan Prabowo, Ini Profil Rahayu Saraswati yang Mundur dari DPR
-
Nabung Itu Wacana, Checkout Itu Realita: Melihat Masalah Nasional Gen Z
-
Bukan Cuma Anak Menkeu, Ini Sumber Kekayaan Yudo Sadewa yang Dihujat Netizen
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Ironis! Hanya Indonesia, Tim Semifinalis yang Gagal Lolos ke Putaran Final AFC U-23