Makan bergizi gratis (MBG) adalah program pemerintah yang idealnya menjadi jawaban atas isu gizi buruk di Indonesia.
Namun, ketika Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Najamuddin mengusulkan agar pembiayaan program ini melibatkan dana zakat masyarakat, publik mulai bertanya-tanya: benarkah ini solusi terbaik, atau justru pengalihan tanggung jawab negara? Usulan ini saya lansir dari suara.com pada (14/1/2025).
Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat yang dermawan. Tradisi gotong royong memang menjadi DNA bangsa ini, seperti yang disampaikan Sultan.
Namun, apakah derma masyarakat harus menjadi penopang utama program yang notabene adalah kewajiban negara?
Sultan menyebutkan bahwa memanfaatkan dana zakat yang besar dapat meringankan beban APBN yang terbatas. Usulan ini seakan memberi sinyal bahwa kemampuan negara dalam mengelola anggarannya sedang berada di titik kritis.
Ketika dana zakat diusulkan untuk membiayai program MBG, pertanyaan lain muncul, bukankah zakat memiliki peruntukannya sendiri?
Berdasarkan ajaran agama, zakat seharusnya diprioritaskan untuk fakir miskin, muallaf, atau kebutuhan mendesak umat. Apakah mengarahkan zakat untuk program ini tidak justru membelokkan tujuan mulianya?
Selain melibatkan masyarakat melalui zakat, Sultan juga menyarankan agar pemerintah menggandeng negara lain untuk berkontribusi.
Jepang, misalnya, disebut telah mulai memberikan dukungan. Sekilas, ini terdengar positif. Namun, di sisi lain, tidakkah hal ini memperlihatkan ketergantungan pemerintah pada pihak eksternal? Bagaimana jika dukungan dari luar negeri tiba-tiba terhenti? Apakah program ini akan goyah?
Ironisnya, usulan ini hadir di tengah perdebatan tentang bagaimana APBN sering kali dialokasikan untuk hal-hal yang dianggap kurang prioritas.
Jika anggaran belanja negara bisa disusun lebih efisien, mengapa masyarakat harus ikut menanggung beban melalui zakat? Apakah ini sinyal bahwa pengelolaan keuangan negara membutuhkan reformasi besar-besaran?
Penting juga diingat, mengandalkan zakat sebagai solusi utama membuka potensi persoalan baru. Pertama, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana zakat akan menjadi sorotan.
Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah bisa terancam jika dana zakat tidak dikelola dengan tepat atau digunakan untuk hal-hal yang tak sesuai.
Di balik segala wacana ini, program makan bergizi gratis memang memiliki tujuan yang sangat mulia. Namun, jika pelaksanaannya malah menggeser tanggung jawab dari pemerintah ke masyarakat, bukankah ini bentuk kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya?
Bagaimanapun juga, program seperti ini seharusnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara, bukan rakyat yang terus-menerus diminta menjadi "pahlawan ekonomi."
BACA BERITA ATAU ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE
Baca Juga
-
Menelisik Jejak Ki Hadjar Dewantara di Era Kontroversial Bidang Pendidikan
-
Ki Hadjar Dewantara dalam Revitalisasi Kurikulum yang Relevan
-
Menghidupkan Semangat Ki Hadjar Dewantara dalam Politik Pendidikan Era AI
-
Meneropong Kehidupan Pendidikan di Era AI dan Kehilangan Nilai Literasi
-
Menyelami Filosofi Ki Hadjar Dewantara di Era Pendidikan Deep Learning
Artikel Terkait
-
Mitra Makan Bergizi Gratis di Palembang Ungkap Fakta Berbeda Soal Pembayaran
-
Komeng Blak-blakan Besarnya Biaya Kampanye saat Nyalon Anggota DPD
-
Taj Yasin Minta Jaga Kualitas Makanan Program MBG: Bukan Sekadar Bagi-bagi Makan!
-
Soal Tunggakan MBG Belum Dibayar, Anggota DPR Ini Sebut Bukan Salah Badan Gizi Nasional
-
Program MBG Berjalan 3 Bulan, Dikritik Masih Berantakan: Ada Kasus Keracunan Hingga Menu Tinggi Gula
Kolom
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
-
Ki Hadjar Dewantara: Pilar Pendidikan dan Politik Bangsa melalui Tamansiswa
-
Taman Siswa: Mimpi dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern