Banyak orang bilang, "Kalau mau sukses, kerja harus sesuai passion." Saran ini terdengar keren, bahkan memotivasi, tetapi apakah benar sesederhana itu? Di dunia nyata, bekerja sesuai passion tidak selalu menjamin kebahagiaan atau keberhasilan.
Passion sering didefinisikan sebagai hal yang membuat kita bersemangat, bahkan rela bekerja tanpa pamrih. Tapi, realitanya, tidak semua passion bisa diubah menjadi pekerjaan yang menghasilkan. Misalnya, seseorang yang mencintai seni mungkin kesulitan menemukan pasar yang cukup untuk bertahan hidup. Akhirnya, banyak yang terpaksa memilih pekerjaan lain demi memenuhi kebutuhan.
Bekerja hanya berdasarkan passion juga membawa risiko besar. Tidak sedikit yang akhirnya merasa kelelahan atau kehilangan gairah karena tekanan pekerjaan berbeda dengan idealisme awal mereka. Lagipula, dunia kerja menuntut lebih dari sekadar cinta terhadap apa yang kita lakukan. Kompetensi, jaringan, dan kemampuan menghadapi tantangan juga menjadi kunci penting.
Jadi, apakah passion harus diabaikan? Tentu saja tidak. Passion bisa menjadi motivasi kuat, tetapi mindset kerja harus lebih fleksibel. Daripada berfokus sepenuhnya pada passion, cobalah mencari cara untuk memadukan minat dengan kebutuhan pasar. Misalnya, jika seseorang menyukai musik, mungkin ia bisa mencoba bidang pemasaran musik atau teknologi audio, bukan hanya menjadi musisi.
Selain itu, terkadang passion bisa ditemukan seiring berjalannya waktu. Banyak pekerja yang awalnya merasa biasa saja dengan pekerjaannya, tetapi akhirnya menemukan kepuasan dan makna dalam apa yang mereka lakukan. Ini membuktikan bahwa mindset kerja tidak harus kaku dan terikat pada passion sejak awal.
Yang lebih penting adalah memiliki nilai yang ingin diperjuangkan, seperti memberikan kontribusi, belajar hal baru, atau menciptakan dampak positif. Dengan mindset ini, pekerjaan apa pun bisa menjadi sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Passion bisa mengikuti, bukan selalu mendahului.
Jadi, apakah mindset kerja harus berdasarkan passion? Jawabannya tergantung. Passion bisa menjadi landasan awal, tetapi kemampuan beradaptasi, belajar, dan bekerja keras adalah fondasi yang lebih kokoh dalam menghadapi dunia kerja yang dinamis. Realistis, tetapi tetap optimis, mungkin itu kuncinya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Pahlawan Tak Berjubah: Menghargai Jasa Tukang Sampah
-
Retno Marsudi: Inspirasi Perempuan dalam Diplomasi dan Kepemimpinan Global
-
Dari Sepeda ke Dapur: Peran Tukang Sayur dalam Kehidupan Ibu-ibu
-
Program Makan Gratis dengan Zakat: Inovasi atau Strategi yang Dipaksakan?
-
APBN Seret, Zakat Jadi Solusi? Antara Solidaritas dan Kegagalan Manajemen
Artikel Terkait
-
Anak Muda dan Ekspektasi Sosial: Kenapa Selalu Harus Sukses?
-
Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya Tapi Mengapa Orang Tua Sukses, Aku Tidak?
-
Ulasan Buku The Succsess Principles: Mengubah Kegagalan Menjadi Kesuksesan
-
Tips Sukses ala Helmy Yahya: Panduan Beretika dan Berkomunikasi untuk Generasi Milenial & Gen Z
-
Ulasan Buku Matahari Sukses, Hidup Tanpa Cita-Cita Rasanya Hampa
Kolom
-
Scroll Media Sosial Sebelum Menulis: Antara Inspirasi dan Demotivasi
-
Pahlawan Tak Berjubah: Menghargai Jasa Tukang Sampah
-
Tawuran Pelajar: Memudarnya Rasa Persatuan di Kalangan Anak Muda
-
Retno Marsudi: Inspirasi Perempuan dalam Diplomasi dan Kepemimpinan Global
-
Dari Sepeda ke Dapur: Peran Tukang Sayur dalam Kehidupan Ibu-ibu
Terkini
-
Punya Puluhan Menu, Rumah Makan Tungkal Seafood Manjakan Lidah Pengunjung
-
Rindu Suasana Angkringan? Menu Nasi Kucing Lengkap ada di Cah Klaten Jambi
-
3 Inspirasi Formal Style ala Thafanya Sabila yang Timeless dan Kekinian
-
Karakter Hyeri dan Jung Soo Bin di Drama Korea 'Friendly Rivalry', Rival atau Partner?
-
Debut Gagal, Rinov/Lisa Siap Berlaga Kembali di Indonesia Masters 2025