Barangkali pembaca telah mendengar kabar mengenai rusaknya fasilitas umum seperti taman di beberapa kota besar di Indonesia, atau seperti di kawasan GBK (Gelora Bung Karno) di Jakarta. Usut punya usut, kerusakan taman hingga fasilitas umum tersebut lantaran tren berburu Koin Jagat.
Apa itu Koin Jagat? Mengapa fenomena ini viral di kota-kota besar di Indonesia? Rupanya Koin Jagat sendiri merupakan salah satu challenge, game, atau tantangan dari sebuah aplikasi bernama Jagat. Dari aplikasi tersebut, terdapat tantangan yang meminta para pengguna untuk mencari koin di lokasi-lokasi tertentu. Menariknya, adapun Koin Jagat yang ditemukan tadi bisa ditukar dengan uang atau hadiah menarik.
Terdapat tiga jenis koin Jagat yang bisa diburu oleh pengguna yakni koin Bronze, Silver, dan Gold. Setiap koin memiliki nilai berbeda-beda. Sebagai misal, koin Bronze bernilai sekitar Rp 300.000 - Rp 1 juta, koin Silver Rp 10 juta, dan koin Gold bernilai Rp 100 juta. Pengguna aplikasi pun tergiur hadiah dan berbondong-bondang mencari koin jagat. Akan tetapi, lokasi tantangan ini berada di wilayah terbatas yakni hanya terdapat di beberapa kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali.
Namun sayangnya, seperti dijelaskan di awal, bukan sekedar hiburan, tren berburu koin virtual ini justru menuai keresahan. Pihak aplikasi menyebarkan koin di lokasi yang seharusnya dirawat dan dijaga seperti fasilitas umum. Lantas mengapa berburu koin ini semarak di kalangan generasi muda meski meresahkan?
Manusia sebagai Homo Ludens, Makhluk yang Suka Bermain
Sebenarnya, fenomena ini mencerminkan manusia sebagai homo ludens, atau makhluk yang suka bermain. Pengertian homo ludens berasal dari konsep Sosiologi yang menyebutkan bahwa bermain merupakan bagian alami dari kehidupan manusia. Bukan hanya untuk bersenang-senang bermain juga menjadi cara manusia mengekspresikan kreativitas merajut interaksi sosial.
Membahas permainan viral seperti ini sebenarnya juga mengingatkan kita pada fenomena permainan Pokemon Go beberapa tahun lalu. Akan tetapi yang membedakan adalah, Koin Jagat menawarkan hadiah uang tunai. Hal ini jelas menjadi daya tarik besar utamanya bagi kaum muda. Koin Jagat menjadi viral lebih intens dan cepat karena adanya wadah seperti media sosial. Para pemain saling membagikan pengalaman dan keberhasilan mereka.
Selain itu, para influencer pun tak ikut ketinggalan mempromosikan tantangan ini. Maka tak heran, dalam waktu cepat Koin Jagat pun menarik perhatian. Terlebih, seperti sekarang di masa yang serba sulit, permainan ini seolah menjadi cara mudah dan instan untuk mencari uang.
Namun, lagi-lagi kepopuleran permainan dan tantangan Koin Jagat ini justru membawa masalah baru, seperti rusaknya fasilitas umum akibat aktivitas para pemain. Ada banyak fasilitas umum seperti taman kota dan ruang publik lain rusak karena ulah para pemburu koin yang tidak bertanggung jawab. Lantaran terlalu fokus pada hadiah mereka mengabaikan lingkungan sekitarnya.
Penutup: Menyikapi Tren Viral Koin Jagat dengan Bijak
Berkaca pengalaman sebelumnya, kita tak dapat menampik jika tren seperti Koin Jagat biasanya hanya bertahan sekejap. Seiring waktu, tren lama akan berganti dengan tren baru lainnya. Namun demikian, tetap menjadi penting dan utama bagi kita untuk bersikap bijak.
Sebagai masyarakat, yakni sebagai pengguna media sosial, serta pengguna aplikasi misalnya, kita tidak dapat gegabah mengikuti tren hanya karena takut FOMO (fear of missing out). Terlebih jika kemudian ternyata tren itu justru berdampak negatif atau berpotensi mengganggu publik seperti kerusakan lingkungan dan fasilitas umum.
Bermain dan keseruan mengikuti tantangan memang sah saja dan menjadi hal alami bagi kita sebagai manusia. Tetapi di balik itu semua, tetap ada kesadaran terhadap lingkungan sekitar serta diikuti rasa bertanggung jawab terhadap diri sendiri, lingkungan dan orang lain. Nah, pembaca, apakah kamu salah satu pengguna atau tertarik memburu Koin Jagat? Pastikan bijak ya!
Baca Juga
-
Gibran hingga Studio Ghibli: Guncangan AI di Dunia Kesenian Visual
-
Antropogenik dan Banjir Jabodetabek: Mengapa Kita Harus Menjaga Alam?
-
Perlawanan lewat Nada hingga Lukisan: Mengapa Kesenian Kerap Jadi Ancaman?
-
Tagar #KaburAjaDulu: Ekspresi Emosional atau Pilihan Rasional Warga Negara?
-
Regulasi Pembatasan Media Sosial untuk Anak: Mengapa Mendesak?
Artikel Terkait
-
Pasien Speak Up tentang Kelakuan Oknum Dokter Nambah Lagi, Kali ini Terjadi di Malang
-
Link Saldo DANA Kaget Hari Ini 17 April: Segera Klaim, Kuota Terbatas
-
Xiaomi Rilis Mesin Pencuci Piring Canggih, Terhubung Aplikasi dan Hemat Air
-
Link Saldo DANA Kaget Terbaru 17 April, Lumayan Buat Belanja dan Top Up Game
-
Link Saldo DANA Kaget Gratis Hari Ini 16 April, Berpeluang Dapat Rezeki Nomplok!
Kolom
-
Ngopi Sekarang Bukan Lagi Soal Rasa, Tapi Gaya?
-
Penurunan Fungsi Kognitif Akibat Kebiasaan Pakai AI: Kemajuan atau Ancaman?
-
Komitmen Relawan Mahasiswa, Sekadar Formalitas atau Pilihan Hati?
-
Menelisik Jejak Ki Hadjar Dewantara di Era Kontroversial Bidang Pendidikan
-
Nilai Tukar Rupiah Loyo, Semangat Pengusaha Jangan Ikut-ikutan!
Terkini
-
Review The Bondsman: Dibangkitkan dari Kematian Oleh Iblis
-
Gili Trawangan, Wisata Incaran Turis Lokal Maupun Mancanegara di Lombok
-
Rilis Juni Ini, Stray Kids Siap Comeback Lewat Album Jepang Hollow
-
Romansa Berbalut Misteri, Ini Alasan Kowloon Generic Romance Patut Ditonton
-
Sinopsis The Remarried Empress, Drama Korea yang Dibintangi Shin Min Ah dan Lee Jong Suk