Saat masih di bawah usia, anak memang belum bisa mengurus diri mereka sendiri sehingga mereka kerap diantar orang tua saat hendak berpergian. Mulai dari sekolah, les, ekstrakurikuler, hingga ke tempat umum.
Mengantar anak seperti ini memang bentuk kewajiban, kasih sayang, dan perhatian yang diterima anak saat mereka masih kecil. Namun seiring bertambahnya usia, biasanya anak sudah mulai enggan untuk diantar oleh orang tuanya. Terlebih saat usia mereka sudah legal dan berhak punya SIM (Surat Izin Mengemudi).
Alasannya beragam, tapi yang paling umum adalah malu dicap sebagai 'anak mami' oleh teman-temannya.
Padahal, diantar kemana pun oleh orang tua tidak ada salahnya. Sehingga anak seharusnya tidak perlu malu saat diantar orang tua.
Karena ada sebagian orang tua yang menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya dengan senang mengantar anaknya kemana pun. Terlebih di zaman yang semakin meresahkan ini. Tentu membuat orang tua ingin lebih menjaga anaknya dengan memastikan mereka selamat sampai tujuan.
Namun di sisi lain, memang tidak semua orang tua menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya dengan selalu mengantar anak mereka. Bukan karena tidak peduli tapi mereka mungkin ingin melatih anaknya lebih mandiri.
Saat anak mencapai usia legal, para orang tua ini mulai membiasakan dan mempercayakan anaknya untuk pergi sendiri.
Sehingga anak yang terbiasa melakukan sesuatu sendiri memang tidak bergantung pada orang lain, lebih percaya diri, dan tidak mudah panik. Dimana pun mereka berada mulai dari mall, bioskop, bank, hingga alam, mereka tidak perlu menakutkan hal yang sebenarnya tidak perlu dicemaskan. Karena sejak dini sudah dikenalkan untuk mengurus diri sendiri.
Masing-masing punya sisi baik. Namun yang jelas, diantar orang tua kemana pun saat sudah dewasa bukanlah hal yang memalukan.
Sehingga tidak stigma ini sepertinya perlu diluruskan. Karena para orang tua normal sejatinya hanya ingin menunjukkan kasih sayang pada anaknya.
Bukankah banyak anak sebenarnya ingin diperhatikan dengan hangat oleh orang tuanya? Jadi mengapa harus malu saat orang tua dengan tulus mau meluangkan waktu untuk anaknya?
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Tak Hanya Sesama Teman, Saat Guru dan Dosen Juga Jadi Pelaku Bully
-
Kisah Relawan Kebersihan di Pesisir Pantai Lombok
-
Viral Tumbler KAI: Bahaya Curhat di Medsos Bagi Karier Diri dan Orang Lain
-
Ricuh Suporter Bola hingga War Kpopers, Saat Hobi Tak Lagi Terasa Nyaman
-
Budaya Titip Absen: PR Besar Guru Bagi Pendidikan Bangsa
Artikel Terkait
-
Fedi Nuril Soroti Gaya Prabowo Berpidato dengan Gestur Ala Bocah: Gue Malu Punya Presiden yang...
-
Marselino Ferdinan: Orangtua Saya Menangis...
-
Beda Cara Jawab, Public Speaking Gibran Dibandingkan dengan Kholid Nelayan Banten: Malu sama Rakyat..
-
Belajar dari Kasus Nikita Mirzani dan Lolly, Apa Ciri-Ciri Orangtua Durhaka pada Anak?
-
Shin Tae-yong: Saya Minta Maaf, Malu!
Kolom
-
Second Child Syndrome: Mengapa Anak Kedua Kerap Dianggap Lebih Pemberontak?
-
Dari Pesisir Belitung, Lahir Harapan Baru untuk Laut yang Lebih Baik
-
Saat Candaan Diam-diam Jadi Celah Bullying, Larangan Baper Jadi Tameng!
-
Harmoni Pesisir Pagatan: Merawat Laut, Menenun Asa, dan Menjaga Perbedaan
-
Merawat Luka yang Tak Terlihat setelah Bencana
Terkini
-
Dari Kasual ke Formal Look, 4 OOTD ala Shin Soo Hyun yang Versatile!
-
5 Drama Korea Berlatar Musim Dingin yang Cocok Ditonton saat Akhir Tahun
-
Rilis Teaser, Serial Young Sherlock Hadirkan Masa Muda Detektif Legendaris
-
Tanam Mangrove dan Berkarya, Kolaborasi Seniman dan Penulis di Pantai Baros
-
Isu Simpanan Pejabat Mencuat, Karier Panjang Shandy Aulia Kembali Dibahas