Beberapa hari terakhir, media sosial saya penuh dengan unggahan seputar isu bahan bakar minyak (BBM) yang bikin dahi mengernyit. Masih hangat di benak warganet soal dugaan oplosan Pertalite menjadi Pertamax.
Sebuah unggahan dari akun Instagram suaradotcom menyebutkan bahwa Pertamina telah membantah tudingan ini. Mereka menegaskan bahwa produk yang beredar di masyarakat sudah sesuai spesifikasi, yakni Pertalite dengan RON 90 dan Pertamax dengan RON 92. Namun, meskipun sudah ada klarifikasi, warganet tetap meradang.
Isu ini semakin menarik perhatian setelah mencuatnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Konon, Pertalite yang lebih murah diduga 'disulap' menjadi Pertamax yang lebih mahal.
Secara logika, ini memang terdengar konyol, tapi juga bukan hal yang mustahil mengingat korupsi di negeri ini sering kali lebih kreatif dari plot film kriminal. Netizen pun semakin geram, apalagi dengan harga BBM yang terus melambung tinggi.
Hal yang bikin ironis, bagi sebagian orang, bensin bukan hanya sekadar cairan penggerak kendaraan, tapi juga beban dompet yang makin berat.
Kalau benar ada "jalan pintas" dari Pertalite ke Pertamax, tentu ini jadi tamparan keras bagi masyarakat yang selama ini membayar lebih untuk kualitas yang lebih baik.
Tidak sedikit yang merasa dibohongi, terutama mereka yang percaya bahwa membayar lebih berarti mendapat BBM yang lebih berkualitas.
Namun, di luar keriuhan ini, ada satu hal yang perlu kita pikirkan terkait bagaimana sistem pengawasan BBM kita selama ini? Jika ada celah yang memungkinkan manipulasi seperti ini, bukankah itu tanda bahwa regulasi dan kontrol di sektor energi masih belum cukup ketat?
Mungkin daripada sekadar marah-marah di media sosial, masyarakat juga perlu mendorong transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan energi nasional.
Klarifikasi dari VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, bahwa produk BBM di masyarakat sudah sesuai spesifikasi, memang patut dicatat.
Namun, kepercayaan publik tidak bisa dibangun hanya dengan pernyataan resmi. Perlu langkah konkret untuk memastikan bahwa semua pihak, dari produsen hingga regulator, benar-benar menjalankan tugasnya dengan jujur dan bertanggung jawab.
Sebagai masyarakat, kita memang berhak marah dan kecewa, tapi jangan berhenti di situ. Isu ini bisa jadi momentum untuk menuntut transparansi lebih dalam sektor energi.
Kita butuh sistem yang lebih jelas dan pengawasan yang lebih ketat agar tidak ada lagi celah bagi oknum yang ingin mencari keuntungan dari kebutuhan dasar rakyat.
Ini bukan hanya soal BBM yang mungkin dioplos atau tidak. Ini soal kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang seharusnya mengelola energi dengan jujur dan bertanggung jawab. Jika tidak ada perbaikan nyata, maka kepercayaan itu akan terus terkikis dan sekali hilang, sulit untuk mendapatkannya kembali.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Menelisik Jejak Ki Hadjar Dewantara di Era Kontroversial Bidang Pendidikan
-
Ki Hadjar Dewantara dalam Revitalisasi Kurikulum yang Relevan
-
Menghidupkan Semangat Ki Hadjar Dewantara dalam Politik Pendidikan Era AI
-
Meneropong Kehidupan Pendidikan di Era AI dan Kehilangan Nilai Literasi
-
Menyelami Filosofi Ki Hadjar Dewantara di Era Pendidikan Deep Learning
Artikel Terkait
-
Hasil Proliga 2025: Duel Sengit, Gresik Petrokimia Bekuk Jakarta Pertamina
-
Vendor Kasus BBM Tak Bisa Dikambinghitamkan
-
Arab Saudi Tertarik Bisnis Mineral di Indonesia
-
Rumah Tamadun Sukses Ubah Limbah Jadi Lapangan Kerja Bagi Perempuan dan Warga Binaan
-
Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun, Kejagung Kembali Periksa 12 Saksi Dugaan Korupsi Minyak Pertamina
Kolom
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
-
Ki Hadjar Dewantara: Pilar Pendidikan dan Politik Bangsa melalui Tamansiswa
-
Taman Siswa: Mimpi dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern