Dulu, orang tua sering mengeluh karena anaknya terlalu banyak bermain di luar dan sulit diatur. Saat ini, situasinya telah terbalik.
Anak-anak masa kini yang dikenal sebagai Generasi Alpha, hidup di dunia yang penuh dengan kemudahan dan kenyamanan. Dari mainan edukatif hingga gadget canggih, semuanya hanya dengan satu sentuhan. Namun kemudahan ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah Generasi Alpha terlalu dimanjakan?
Dunia Serba Instan: Kemudahan yang Bisa Jadi Pedang Bermata Dua
Generasi Alpha lahir di era digital, hampir semua hal bisa didapatkan dalam sekejap. Ingin makan? Pesan saja lewat aplikasi. Ingin hiburan? YouTube dan TikTok siap menemani Anda. Bahkan tugas sekolah pun bisa diselesaikan dengan bantuan AI atau Google.
Kemudahan ini memang membuat hidup menjadi lebih praktis, namun juga membawa dampak lain. Banyak anak zaman sekarang yang belum terbiasa menghadapi kesulitan karena segala sesuatunya mudah didapat.
Misalnya dulu anak harus menabung berbulan-bulan untuk membeli mainan idamannya, kini ia hanya perlu merengek sedikit saja dan orang tuanya akan langsung membelikannya.
Hal inilah yang membuat Generasi Alpha berisiko tumbuh menjadi anak yang tidak sabaran, mudah bosan, dan tidak terbiasa bekerja keras.
Ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya, mereka lebih cepat merasa frustrasi atau mencari solusi instan daripada mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri.
Parenting Modern: Antara Proteksi dan Overproteksi
Orang tua masa kini cenderung lebih protektif dibandingkan generasi sebelumnya. Kekhawatiran mengenai keselamatan, pendidikan, dan masa depan anak-anak mereka mendorong banyak orang tua untuk melakukan yang terbaik—terkadang bahkan sampai pada tingkat yang berlebihan.
Anak-anak generasi Alpha sering kali tidak dibiarkan mengalami kegagalan atau menghadapi tantangan. Saat mereka tersandung, orang tua bergegas membantu. Jika mereka kesulitan mengerjakan pekerjaan rumah, orang tua segera turun tangan.
Beberapa orang tua bahkan bertindak terlalu jauh dengan menyelesaikan masalah-masalah sosial anak-anak mereka, seperti konflik dengan teman, tanpa memberi mereka kesempatan untuk belajar bagaimana menangani situasi tersebut sendiri.
Perilaku ini mirip dengan “helicopter parenting”, yaitu orang tua yang senantiasa memantau dan mengontrol setiap aspek kehidupan anaknya. Hasilnya? Anak-anak mungkin tumbuh dengan rasa kurang percaya diri, takut mengambil risiko, dan sulit mengatasi tantangan secara mandiri.
Mentalitas “Khusus” yang Bisa Jadi Masalah di Masa Depan
Banyak anak Generasi Alpha yang terbiasa dimanja, mengembangkan pola pikir bahwa dirinya istimewa dan pantas mendapatkan yang terbaik setiap saat. Meskipun hal ini tidak sepenuhnya negatif, hal ini perlu diimbangi dengan pemahaman bahwa dunia nyata bisa jadi tidak adil dan penuh tantangan.
Sayangnya, banyak orang tua yang secara tidak sengaja menciptakan ekspektasi yang tidak realistis terhadap anaknya. Mereka menerima pujian tanpa alasan yang jelas, diberi imbalan tanpa usaha yang sungguh-sungguh, dan terlindungi dari segala bentuk kekecewaan.
Ketika anak-anak ini tumbuh dan memasuki dunia nyata baik di sekolah, lingkungan sosial, atau tempat kerja mereka mungkin mengalami "kejutan budaya". Tidak semua orang akan memperlakukannya sebagai sesuatu yang istimewa, dan tidak semua upaya akan membuahkan hasil secara instan.
Jika mereka belum belajar menghadapi kegagalan, risiko terbesarnya adalah mereka mudah menyerah dan kehilangan motivasi ketika menghadapi rintangan.
Mendidik Generasi Alpha dengan Pola Asuh yang Seimbang
Penting untuk dipahami bahwa Generasi Alpha tidak boleh diperlakukan kasar atau dibiarkan menghadapi tantangan tanpa dukungan. Hal yang mereka perlukan adalah pendekatan yang seimbang dalam mengasuh anak, mereka menerima kasih sayang dan dorongan sambil diberi kesempatan untuk mengatasi tantangan mereka sendiri.
Orang tua bisa memulainya dengan membiarkan anak mandiri, seperti membiarkan mereka menyelesaikan tugas rumah tangga tanpa bantuan atau mengajari mereka cara menghadapi kegagalan dengan cara yang konstruktif.
Daripada langsung membantu, bimbing mereka dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan menemukan solusi terhadap masalah mereka sendiri.
Selain itu, menumbuhkan pola pikir yang menghargai usaha dibandingkan hasil sangatlah penting. Anak-anak harus belajar bahwa hal-hal yang berharga memerlukan kerja keras, bukan diserahkan kepada mereka.
Jika mereka menginginkan imbalan atau sesuatu yang istimewa, dorong mereka untuk mencapainya melalui cara-cara yang sehat, seperti menabung, bekerja dengan tekun, atau menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif.
Kesimpulan: Manjakan dengan Bijak, Bukan dengan Berlebihan
Apakah Generasi Alpha terlalu dimanjakan? Jawabannya tergantung pada bagaimana orang tua menerapkan pola asuhnya. Kemudahan dan kenyamanan bukanlah hal yang buruk, selama anak tetap diajarkan nilai usaha, ketahanan mental, dan kemandirian.
Parenting zaman now bukan hanya tentang memberikan yang terbaik, tapi juga tentang mengajarkan bagaimana menghadapi hidup dengan cara yang sehat.
Jadi, daripada hanya melindungi anak dari kesulitan, orang tua juga harus membekali mereka dengan keterampilan yang membuat mereka siap menghadapi dunia nyata. Manjakan mereka dengan kasih sayang, tapi juga ajarkan mereka untuk berjuang.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Nilai Tukar Rupiah Loyo, Semangat Pengusaha Jangan Ikut-ikutan!
-
Modal Impor Mahal, Harga Jual Naik: Apakah Daya Beli Konsumen Stabil?
-
Bisnis Musiman Pasca-Lebaran: Peluang yang Masih Bisa Digali
-
Mudik dan Reuni Keluarga: Antara Kebahagiaan dan Pertanyaan Menyebalkan
-
Bakti Sosial Ramadan: Inisiatif yang Mengubah Masyarakat
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel The One and Only Bob, Kisah Berani Bob sang Anjing Kecil
-
Lisa Mariana Kenang Masa Lalu Turun 20 Kilogram Bobotnya Dalam 2 Bulan
-
Ulasan Novel The One and Only Ivan, Kisah Emosional Gorilla di Dalam Jeruji
-
Profil Ditho Sitompul Anak Hotma Sitompul: Pendidikan, Karier, dan Keluarga
-
Melahirkan Generasi Muda Nasionalis dalam Buku Indonesia Adalah Aku
Kolom
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Peran Transformatif Ki Hadjar Dewantara dalam Pendidikan dan Nasionalisme
-
Ki Hadjar Dewantara: Pilar Pendidikan dan Politik Bangsa melalui Tamansiswa
-
Taman Siswa: Mimpi dan Perjuangan Ki Hadjar Dewantara
-
Belajar Pendidikan dan Pembangunan Jati Diri Masyarakat dari Taman Siswa
Terkini
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
ASTRO & Friends 'Moon' Ungkapan Cinta dan Kerinduan untuk Mendiang Moonbin
-
Baru Tayang Raih Rating Tinggi, 5 Alasan The Haunted Palace Wajib Ditonton!
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo