Setiap kali melihat daftar film Indonesia yang tayang di bioskop, selalu ada satu pola yang berulang: sebagian besar adalah film horor. Bagi pencinta genre ini, tentu tidak masalah. Tapi bagi yang ingin variasi, rasanya mulai membosankan.
Kenapa film Indonesia seperti terjebak dalam lingkaran horor? Apakah ini benar-benar karena selera penonton, atau ada alasan lain di baliknya?
Film horor memang selalu punya daya tarik. Dibandingkan genre lain, produksinya relatif murah, tapi keuntungannya bisa sangat besar. Cerita-cerita seram juga lebih mudah menarik perhatian karena dekat dengan kehidupan masyarakat.
Mitos, urban legend, atau pengalaman mistis sehari-hari sering diangkat dalam film, membuat penonton merasa lebih relate. Tidak heran kalau rumah produksi terus membuat film horor—karena sudah terbukti laku.
Tapi apakah ini berarti penonton hanya mau menonton horor? Tidak juga. Banyak orang yang sebenarnya ingin melihat film Indonesia dengan cerita lebih beragam.
Thriller psikologis, fiksi ilmiah, drama mendalam, atau bahkan film aksi dengan kualitas sinematografi yang keren—semua ini punya pasar sendiri.
Sayangnya, film-film dengan genre berbeda sering kurang mendapat sorotan. Promosinya tidak sebesar film horor, dan slot tayangnya di bioskop juga terbatas. Akibatnya, meskipun ada film Indonesia yang bagus di luar horor, banyak yang tidak tahu atau tidak sempat menonton.
Masalahnya, industri film juga bermain aman. Selama horor masih laris, mereka tidak punya alasan untuk mengambil risiko dengan genre lain. Akhirnya, kita seperti hanya diberikan satu pilihan berulang kali.
Jika ada variasi yang lebih banyak dan dipromosikan dengan baik, mungkin penonton juga akan menyambutnya dengan antusias.
Penonton sebenarnya punya peran besar dalam mengubah tren ini. Kalau ingin melihat lebih banyak genre lain berkembang, maka harus ada dukungan nyata—menonton, merekomendasikan, dan membicarakan film-film non-horor yang berkualitas. Kalau tidak, industri film akan terus menganggap bahwa hanya horor yang bisa laku di pasaran.
Indonesia punya banyak sineas berbakat dan potensi besar di dunia perfilman. Film horor memang menarik dan tidak perlu ditinggalkan, tapi bukan berarti harus terus-terusan mendominasi.
Sepatutnya kini perfilman Indonesia lebih berani mengeksplorasi cerita baru dan memberikan pengalaman menonton yang lebih beragam bagi semua orang. Penonton pasti ingin lebih dari sekadar ketakutan di bioskop—mereka ingin cerita yang menyentuh hati, menginspirasi, dan membuka wawasan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
-
Review Novel 'The Grapes of Wrath': Melawan Nasib, Mencari Keadilan
-
Perampasan Aset Koruptor: Keadilan yang Tidak Boleh Dikompromikan
Artikel Terkait
-
Daftar Pemeran Pengepungan di Bukit Duri, Ada Anak Artis
-
Kunto Aji Sentil Gibran Rakabuming Raka yang Mendadak Bahas Film Jumbo: Doi Ikutan Ambil Credit
-
Habib Jafar Simpan Kritik untuk Film Jumbo, Kini Sedang Fokus Beri Dukungan
-
Pencipta Lagu Selalu Ada di Nadimu, OST Jumbo yang Menggema di Gereja Katedral Semarang
-
Apresiasi Film Jumbo yang Menginspirasi Animasi Indonesia
Kolom
-
Kartini di Antara Teks dan Tafsir: Membaca Ulang Emansipasi Lewat Tiga Buku
-
Refleksi Taman Siswa: Sekolah sebagai Arena Perjuangan Pendidikan Nasional
-
Kartini dan Gagasan tentang Perjuangan Emansipasi Perempuan
-
Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Laba Menyusut: Suara Hati Pengusaha Indonesia
-
Mengulik Pacaran dalam Kacamata Sains dan Ilmu Budaya
Terkini
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Miliki 2 Modal Besar untuk Permalukan Arab Saudi
-
Final AFC U-17: Uzbekistan Lebih Siap untuk Menjadi Juara Dibandingkan Tim Tuan Rumah!
-
Media Asing Sebut Timnas Indonesia U-17 akan Tambah Pemain Diaspora Baru, Benarkah?
-
Ulasan Novel Monster Minister: Romansa di Kementerian yang Tak Berujung
-
Ulasan Novel The Confidante Plot: Diantara Manipulasi dan Ketulusan