Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa anggaran pendidikan Indonesia sekarang adalah yang terbesar sepanjang sejarah republik: lebih dari 22 persen dari APBN. Hal ini dikatakan Prabowo saat menghadiri peringatan Hari Pendidikan Nasional di SDN 05 Cimahpar, Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/5/2025).
Di balik besarnya anggaran pendidikan, nyatanya saat ini masih banyak sekolah rusak dan bocor di mana-mana. Banyak pula guru honorer yang bahkan gajinya masih kalah sama tukang parkir di mal.
Katanya anggaran segunung, tapi hasilnya... ya gitu-gitu aja. Nah, ini nih yang bikin publik mulai skeptis. Soalnya kalau pendidikan diprioritaskan, tapi murid masih belajar sambil nutup kepala pake ember karena hujan deras bocor dari plafon, itu prioritas versi siapa?
Prabowo sendiri bilang, ayo kita jujur ke diri sendiri: apakah anggaran besar itu benar-benar sampai ke "alamat yang dituju"? Pertanyaan bagus, Pak. Tapi juga bikin kita bertanya balik: selama ini siapa yang jagain amplopnya sampai ke alamat? Kalau uangnya nyasar mulu, masa kita terus-terusan disuruh sabar?
Menurut data Kemendikbudristek, dari total 220 ribu sekolah di Indonesia, lebih dari 60 ribu sekolah masih berada dalam kondisi rusak. Itu artinya, sekitar 1 dari 4 sekolah kondisinya memprihatinkan.
Padahal, setiap tahunnya kita gelontorin ratusan triliun rupiah untuk pendidikan. Tahun 2025 ini aja, anggaran pendidikan tembus lebih dari Rp660 triliun. Tapi hasilnya masih banyak sekolah yang bisa dijadikan lokasi syuting film horor tanpa perlu properti tambahan.
Kalau kamu kuliah atau pernah ngerasain jadi mahasiswa, kamu pasti tahu betapa absurdnya dunia pendidikan kita. Ada kampus yang bangun gedung tinggi 10 lantai, tapi WC-nya nggak ada air. Ada universitas yang punya aula megah, tapi dosennya sering nggak datang karena ngajar di tiga tempat demi nutup biaya hidup. Ironi? Udah jadi makanan sehari-hari.
Masalahnya bukan soal besar atau kecil anggaran, tapi bocornya di mana-mana.
Banyak kepala sekolah yang ngeluh soal betapa ribetnya birokrasi buat dapet dana renovasi. Ada yang harus nunggu bertahun-tahun, isi formulir setebel skripsi, dan ujung-ujungnya cuma dikasih semen 3 sak. Sementara itu, di level atas, proyek-proyek infrastruktur pendidikan digarap perusahaan besar yang kadang kualitasnya... yah, tahu sendiri.
Pertanyaannya sekarang, kenapa kita nggak pernah benar-benar marah? Mungkin karena kita udah keburu terbiasa. Terbiasa lihat sekolah jelek. Terbiasa lihat guru ngajar setengah hati karena beban hidup. Terbiasa dengar pidato indah tiap Hardiknas tapi realitanya kayak nonton film yang ceritanya jauh dari kenyataan.
Kita tahu pendidikan penting. Kita tahu masa depan negara bergantung pada generasi mudanya. Tapi gimana caranya generasi muda bisa bersinar kalau dari kecil sudah dibesarkan di ruang kelas yang gelap, lembap, dan penuh tambalan? Ini bukan soal manja atau banyak mau. Ini soal hak dasar untuk belajar di tempat yang layak.
Makanya, penting banget buat kita, generasi muda, nggak cuma diam. Nggak cukup cuma bikin meme atau komentar pedas di Twitter. Kita perlu terus bertanya, terus kritis, dan terus mengawasi. Karena kalau kita cuek, bisa-bisa kita jadi bagian dari generasi yang cuma warisin gedung bobrok dan sistem pendidikan yang nggak pernah sembuh dari penyakit lama.
Jadi, Pak Presiden, kalau anggaran pendidikan kita memang terbesar sepanjang sejarah, kami siap bantu cek apakah sudah sampai ke sekolah-sekolah pelosok. Tapi jangan cuma kasih kami angka dan janji.
Tunjukkan lewat aksi yang terasa di ruang kelas, bukan cuma di spanduk Hardiknas. Karena pendidikan bukan soal siapa yang paling sering pidato, tapi siapa yang paling serius menepati kata-katanya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Deforestasi: Investasi Rugi Terbesar dalam Sejarah Pembangunan Indonesia
-
Topeng Ceria Korban Bullying: Mengapa Mereka Tampak Baik-Baik Saja?
-
Banjir Aceh-Sumatera: Solidaritas Warga Lari Kencang, Birokrasi Tertinggal
-
Bahasa Kita Membentuk Dunia: Ubah Cara Bicara, Ubah Lingkungan
-
Ternyata, Pelaku Bullying Itu Bukan Selalu Orang Jahat: Kenapa Orang Baik Ikut Terlibat?
Artikel Terkait
-
Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset, Demokrat: Kami Makmum Aja kalau di DPR
-
Jelang Libur Long Weekend Begini Cara Hemat Budget Nikmati Liburan
-
Terdepan Dukung Prabowo Maju Pilpres 2029, Demokrat: Jangan Ada Pihak yang Merasa Dihalangi Maju
-
Prabowo Figur Paling Berpeluang untuk Pilpres 2029, Internal Demokrat Ternyata Belum Dorong AHY Maju
-
Bukan AHY Jagoan Pilpres 2029, Demokrat: Kami Hanya Punya Nama Pak Prabowo yang Akan Diusung Kembali
Kolom
-
Dari Warisan Kolonial ke Kota Sporadis: Mengurai Akar Banjir Malang
-
Jejak Ketangguhan di Pesisir dan Resiliensi yang Tak Pernah Padam
-
Mengapa Widji Thukul Terasa Asing bagi Generasi Hari Ini?
-
Second Child Syndrome: Mengapa Anak Kedua Kerap Dianggap Lebih Pemberontak?
-
Dari Pesisir Belitung, Lahir Harapan Baru untuk Laut yang Lebih Baik
Terkini
-
Perempuan Bergamis Putih di Sudut Toko
-
Misteri Mahoni Tua: Penampakan Sosok Putih di Malam Sebelum Tragedi
-
Prilly Latuconsina Buka-Bukaan Soal Bisnis Kapalnya: Untung Rugi Naik Turun Bak Main Saham!
-
3 Film Korea yang Dibintangi Park Hae Soo di 2025, Wajib Ditonton!
-
8 Keunggulan Samsung Galaxy Tab A11+, Tablet Rp3 Jutaan untuk Keluarga dan Anak