Film Pengepungan di Bukit Duri (judul internasional: The Siege at Thorn High), karya terbaru sutradara ternama Joko Anwar, adalah sebuah karya sinematik yang tidak hanya memukau secara visual, tetapi juga mengguncang emosi dan pikiran penonton.
Dirilis pada 17 April 2025, film ini menandai kembalinya Joko Anwar ke genre thriller-aksi setelah kesuksesannya dengan film horor seperti Pengabdi Setan dan Siksa Kubur. Dengan durasi 1 jam 58 menit, film ini menghadirkan narasi yang intens, penuh ketegangan, dan sarat dengan kritik sosial yang relevan.
Kolaborasi antara Come and See Pictures dan Amazon MGM Studios menjadikan film ini sebagai proyek ambisius yang berhasil mencuri perhatian, baik di Indonesia maupun secara global. Berikut ulasan lengkapnya.
Berlatar di Indonesia pada tahun 2027, Pengepungan di Bukit Duri menggambarkan sebuah distopia, masyarakat berada di ambang kehancuran akibat diskriminasi rasial, kekerasan sistemik, dan kegagalan institusi pendidikan.
Cerita berpusat pada Edwin (Morgan Oey), seorang guru pengganti keturunan Tionghoa yang menyembunyikan identitasnya demi bertahan hidup di tengah gejolak sosial.
Edwin memiliki misi pribadi: mencari keponakannya yang hilang, sesuai janji kepada kakaknya yang telah meninggal. Pencarian ini membawanya ke SMA Bukit Duri, sebuah sekolah khusus untuk siswa bermasalah yang lebih menyerupai arena pertempuran daripada tempat belajar.
Ketegangan meningkat ketika sekolah menjadi medan konflik berdarah akibat pemberontakan siswa yang dipimpin oleh Jefri (Omara Esteghlal), seorang murid karismatik namun sadis.
Bersama rekan gurunya, Diana (Hana Malasan), serta beberapa siswa seperti Kristo (Endy Arfian) dan Rangga (Fatih Unru), Edwin terjebak dalam situasi hidup dan mati.
Cerita ini bukan sekadar thriller aksi, tetapi juga sebuah alegori tentang trauma kolektif, rasisme, dan kerapuhan sistem sosial yang terus diabaikan.
Ulasan Film Pengepungan di Bukit Duri
Joko Anwar, yang juga menulis naskah sejak 2007, menunjukkan kematangan dalam meramu cerita yang provokatif. Narasinya lugas, brutal, dan tidak menghindari tema sensitif seperti rasisme terhadap keturunan Tionghoa, yang terinspirasi dari pengalaman pribadi sang sutradara serta peristiwa kelam di Indonesia.
Latar di tahun 2027, hanya dua tahun dari masa kini, membuat cerita terasa dekat dan relevan, seolah menjadi peringatan akan konsekuensi apabila isu sosial tidak segera ditangani.
Secara visual, film ini memukau dengan sinematografi yang dinamis dan penuh warna kuning kecokelatan, menciptakan suasana cemas dan mencekam.
Penggunaan shaky cam dalam adegan aksi berhasil memperkuat intensitas, sementara pengambilan gambar di lokasi bersejarah Laswi Heritage di Bandung, yang didesain ulang sebagai SMA Bukit Duri, menambah kesan autentik.
Adegan di gelanggang olahraga, di mana Edwin dan lainnya terkepung, menjadi salah satu momen puncak yang dikemas dengan koreografi laga brutal namun realistis.
Morgan Oey tampil luar biasa sebagai Edwin, menampilkan kerentanan sekaligus keteguhan seorang pria yang terbebani trauma dan tanggung jawab. Aktingnya, terutama dalam adegan tanpa dialog, berhasil menyampaikan emosi yang mendalam.
Omara Esteghlal sebagai Jefri juga mencuri perhatian dengan karisma gelap dan sorotan mata yang penuh amarah, memperkuat reputasinya sebagai aktor muda berbakat.
Hana Malasan sebagai Diana memberikan keseimbangan emosional, sementara Endy Arfian dan Fatih Unru menghidupkan karakter siswa dengan lapisan kompleksitas yang mengejutkan. Proses casting selama empat bulan terbayar lunas dengan chemistry yang kuat antar-pemain.
Meski hampir sempurna, film ini menurutku memiliki beberapa kelemahan. Beberapa twist dalam cerita terasa kurang tergarap maksimal, dan beberapa bagian menjelang klimaks terasa sedikit berlarut, membuat aku sebagai penonton menunggu terlalu lama.
Selain itu, elemen romansa antara Edwin dan Diana, meski menarik, hanya mendapat porsi kecil sehingga kurang berkembang. Bumbu komedi yang disisipkan, walaupun efektif meredakan ketegangan, terkadang terasa kontras dengan nada gelap film.
Pengepungan di Bukit Duri kurasa bukan hanya hiburan, tetapi juga cerminan krisis sosial yang masih relevan. Film ini mengajak penonton untuk merefleksikan kegagalan sistem pendidikan, dampak trauma lintas generasi, dan urgensi persatuan di tengah perpecahan.
Joko Anwar dengan berani membuka luka lama, seperti kerusuhan 1998, namun melakukannya dengan penuh empati, menghindari dikotomi baik-jahat yang klise.
Trigger warning yang disampaikan melalui media sosial dan sebelum pemutaran film menunjukkan sensitivitas terhadap penonton yang mungkin terdampak elemen kekerasan dan ketegangan rasial.
Dalam tiga hari penayangan, film ini telah ditonton oleh 272.092 penonton dan meraih rating 8.0 di IMDb, menegaskan sambutan positif dari publik. Beberapa postingan di media sosial juga mencerminkan antusiasme penonton, meski beberapa mengaku merasa tidak nyaman karena intensitas kekerasannya.
Overall, Pengepungan di Bukit Duri adalah karya monumental Joko Anwar yang berhasil menggabungkan aksi mendebarkan dengan kritik sosial yang mendalam. Film ini bukan sekadar tontonan, tetapi juga panggilan untuk bercermin dan bertindak sebelum luka sosial semakin memburuk.
Dengan akting memukau, sinematografi kelas dunia, dan narasi yang relevan, film ini layak disebut sebagai salah satu karya terbaik sinema Indonesia di 2025. Bagi penonton yang siap dengan pengalaman emosional yang intens, film ini wajib ditonton—tapi pastikan hati dan pikiranmu siap untuk perjalanan yang mengguncang. Maka dari itu aku beri rating: 9/10.
Untuk catatan kalian, film ini memiliki rating 17+ karena mengandung kekerasan eksplisit dan tema sensitif. Pastikan untuk menonton dalam kondisi mental yang stabil ya!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Film Hi-Five: Ketika Organ Donor Bikin Kamu Jadi Superhero!
-
Ulasan Film Bring Her Back: Horor Psikologis yang Menggigit Jiwa
-
Review Film The Phoenician Scheme: Komedi, Drama, dan Gaya Wes Anderson
-
Review Film Ballerina: Aksi Brutal yang Elegan dari Semesta John Wick!
-
Review Film Tak Ingin Usai di Sini: Cinta Sejati yang Bikin Baper!
Artikel Terkait
-
Hampir Raup 3 Juta Penonton, Soundtrack Film Komang Masuk Jajaran Top Song Global di Spotify
-
4 Film Post-Apocalyptic Terbaik yang Penuh Aksi dan Emosi, Bikin Deg-degan!
-
4 Film Action dengan Pemeran Utama Perempuan yang Ikonik, Wajib Ditonton!
-
Jumbo Sukses Besar, Pandji Pragiwaksono Spill Soal Ada Anak Bangsa yang Bakal Direct Animasi Pixar
-
Dibintangi Denzel Washington, Film Highest 2 Lowest Siap Rilis Agustus 2025
Kolom
-
Epilog Sendu Semangkuk Mie Ayam dan Segelas Es Teh di Bawah Hujan
-
Generasi Urban Minimalis: Kehidupan Simpel untuk Lawan Konsumerisme
-
Bandara Husein Sastranegara Ditutup, Wisata Bandung seperti Dibunuh Pelan-Pelan
-
Pekerja Lepas di Era Gig Economy: Eksploitasi Ganjil di Balik Nama Kebebasan Moneter
-
Mahar, Peran Gender, dan Krisis Kesetaraan dalam Pernikahan
Terkini
-
Bikin Glowing Instan! 4 Sunscreen Beri Efek Tone-Up Harga Pelajar Rp50 Ribu
-
Performa Gemilang, Jurnalis Italia Sarankan Klub Ini Rekrut Jay Idzes
-
Meski Tuai Pujian, How to Train Your Dragon (2025) Dinilai Tak Penting
-
Nambah Trofi, Doyoung NCT Raih Kemenangan Ketiga Lagu Memory di Music Core
-
Carlos Eduardo Perpanjang Kontrak, Akui Sudah Jatuh Cinta dengan Persija?