Dalam sekali poles, bibir bisa berubah dari pucat menjadi merah merona. Sentuhan lipstik yang manis sering kali menjadi senjata terakhir untuk menuntaskan tampilan. Tapi di balik kilau warna dan label "moisture matte" yang memikat, pernahkah kita bertanya apa sebenarnya yang menempel di kulit kita dan perlahan terserap ke tubuh?
Kita mungkin tak berpikir panjang. Sejak kecil, iklan-iklan kosmetik sudah menjejali layar kaca, menjanjikan percaya diri, pesona, bahkan kesuksesan. Tapi, semakin kita mengejar tampilan ideal, semakin kabur pula batas antara kecantikan dan risiko. Dan lipstik, sayangnya, bukan hanya sekadar warna.
Racun dalam Tiap Olesan
Lipstik bukanlah produk kosmetik biasa. Ia dioles langsung ke mulut yang berarti sebagian besar tak hanya terserap kulit, tapi juga masuk ke tubuh lewat makanan, minuman, dan bahkan udara yang kita hirup.
Studi terbaru dari Scientific Reports tahun 2024 menemukan bahwa berbagai logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), hingga arsenik bisa terdeteksi pada sebagian besar produk kosmetik bibir. Penelitian itu menyoroti bahwa meski kadarnya kecil, pemakaian harian dalam jangka panjang memungkinkan akumulasi yang berpotensi memicu gangguan saraf, kanker, hingga gangguan perkembangan otak anak.
Temuan ini bukan sekadar isapan jempol. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sendiri melaporkan bahwa dalam kurun 2023–2025, ada lebih dari 1,2 juta produk kosmetik ilegal yang disita karena mengandung bahan terlarang seperti merkuri, hidrokuinon, dan pewarna sintetis tekstil. Beberapa di antaranya berbentuk lipstik buatan rumahan tanpa izin edar serta dijual bebas di e-commerce atau akun Instagram tanpa transparansi bahan sama sekali.
Di Amerika Serikat, FDA mengungkapkan bahwa hampir semua lipstik yang diuji mengandung timbal, dengan kadar bervariasi hingga 7 ppm. Meski belum melebihi ambang batas “berbahaya” menurut FDA, peneliti dan aktivis tetap mempertanyakan apakah benar kita aman, jika zat itu menumpuk selama puluhan tahun?
Kecantikan yang Mengganggu Hormon
Bukan hanya logam berat. Banyak lipstik komersial mengandung phthalates dan paraben, dua jenis bahan kimia yang dikenal sebagai endocrine disruptor atau dengan kata lain adalah pengacau sistem hormon tubuh. Riset tahun 2024 mencatat bahwa paparan phthalate secara terus-menerus bisa memicu pubertas dini, gangguan kesuburan, hingga kanker payudara. Bahkan, pada anak-anak yang terpapar sejak dini, ditemukan dampak jangka panjang terhadap perkembangan kognitif dan emosi.
Yang menyedihkan, bahan-bahan ini tak selalu disebutkan di label. Sebab perusahaan kosmetik masih diperbolehkan mencantumkan istilah “fragrance” atau “parfum” untuk menyembunyikan komposisi kimia tertentu demi alasan rahasia dagang.
Ketika tren "clean beauty" mulai menggema, banyak merek berlomba-lomba mencantumkan label “natural”, “vegan”, atau “organik”. Tapi apakah benar semua produk itu bebas dari bahan toksik?
Faktanya, regulasi kosmetik di banyak negara masih lemah. Di Indonesia, selama sebuah produk belum terdaftar di BPOM, hampir tak ada pengawasan berarti. Di Amerika Serikat, FDA bahkan tak memiliki kewenangan kuat untuk menarik kosmetik dari pasaran, kecuali jika terbukti secara hukum menimbulkan bahaya.
Bandingkan dengan Uni Eropa, yang sudah melarang lebih dari 1.300 bahan kimia berbahaya dalam kosmetik, termasuk jenis parabens, timbal, formaldehid, dan merkuri. Di Eropa, kosmetik tak hanya wajib lolos pengujian toksikologi, tapi juga harus terdokumentasi dalam portal resmi (CPNP) yang bisa diakses publik. Maka tak heran, banyak produk kecantikan asal Eropa lebih dipercaya konsumen global.
Antara Tren dan Kesadaran
Ironisnya, sebagian besar konsumen justru lebih peduli pada warna dan kemasan ketimbang kandungan. Satu unggahan swatches lipstik dari beauty influencer bisa viral dalam semalam. Tapi ketika laporan BPOM tentang kandungan timbal pada produk lokal dirilis, nyaris tak ada yang membahasnya.
Kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan pengguna. Ketimpangan informasi dan rendahnya literasi label membuat sebagian besar dari kita tak tahu harus mulai dari mana. Bahkan istilah-istilah kimia dalam label pun terasa asing, rumit, dan sengaja dibuat membingungkan.
Padahal tubuh kita bukan kelinci percobaan.
Dari balik kaca etalase toko hingga feed media sosial, lipstik telah menjadi simbol kekuatan, kebebasan, dan ekspresi diri. Tapi kebebasan tak berarti kita rela menoleransi racun demi tampil menarik.
Memilih kosmetik aman bukan soal tren. Ini soal hak dasar untuk tahu apa yang masuk ke tubuh kita. Jika rokok wajib mencantumkan peringatan kesehatan, mengapa lipstik tidak?
Baca Juga
-
Generasi Urban Minimalis: Kehidupan Simpel untuk Lawan Konsumerisme
-
Pekerja Lepas di Era Gig Economy: Eksploitasi Ganjil di Balik Nama Kebebasan Moneter
-
Berburu Pangan Lokal: Dari Pasar Tradisional ke Meja Makan Ramah Iklim
-
Sisi Gelap Internship di Industri Kreatif: Magang atau Kerja Rodi?
-
Bawa Botol Minum Sendiri: Kebiasaan Kecil yang Selamatkan Laut dan Iklim
Artikel Terkait
-
Dicap Perusak Lingkungan, API Desak Izin Eksploitasi Migas PT KEI Dicabut: Pemerintah Harus Tegas!
-
Hutan Adat Terancam: Izin Konsesi Kayu Menggerogoti Identitas Masyarakat Mentawai
-
Mengolah Sampah Jadi Rasa, Chef Muda dari Kudus Beri Pesan Soal Zero Waste dari Dapur
-
SMGR Dongkrak Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya 6 Kali Lipat
-
Jawab Krisis Lingkungan, Brand Kecantikan Ini Tanam Mangrove di Lombok
Kolom
-
Ketika Disiplin Tidak Lagi Menjadi Seragam, tetapi Hanya Aksesoris Tambahan
-
Menyoal Stereotip Gender dalam Kebiasaan dan Preferensi Membaca Seseorang
-
Pelajaran Memilih: Ilmu Hidup yang Tak Pernah Diajarkan di Bangku Sekolah
-
Sepiring Ketoprak dan Segenggam Rindu: Kisah Cinta dari Dapur Ibu
-
Sepiring Bau Peapi, Ibu, dan Kenangan Hangat di Benak
Terkini
-
Antusiame Membludak, Super Junior Tambah Hari untuk Konser Super Show 10
-
5 Pasukan Pemerintah Dunia di One Piece, dari Angkatan Laut hingga Gorosei
-
Jessi Kejutkan Fans dengan Teaser Comeback Newsflash Usai Terseret Skandal
-
Kian Laris! Klub Italia, Lecce Dikabarkan Ikut Minati Bek Timnas Indonesia Ini
-
Tak Ada Kompromi, Timnas Indonesia Pede Incar Gelar Juara di Piala AFF U-23