Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Kalina Oktaviani
Visual utama anime Solo Leveling season 2 (solo-leveling.fandom.com)

Anime Solo Leveling, adaptasi epik dari manhwa populer Korea Selatan, telah meraih popularitas global yang luar biasa sejak debutnya pada Januari 2024. Ironisnya, di tengah fenomena global ini, studio produksinya, A-1 Pictures, justru melaporkan kerugian finansial yang signifikan.

Solo Leveling segera menjadi sensasi di seluruh dunia setelah perilisan episode pertamanya, memecahkan rekor streaming di Crunchyroll, platform distribusi anime terkemuka, dan memikat jutaan penonton internasional. Kualitas visual yang memukau dan adaptasi yang setia dari materi sumber telah memicu antusiasme penggemar yang masif di berbagai platform daring dan memanen pujian kritis yang terus-menerus.

Keberhasilan Solo Leveling sebagian besar berkat komitmen A-1 Pictures terhadap kualitas visual yang superior, terutama dalam penggambaran aksi intens dan desain karakter yang rumit. Setiap bingkai tampak dibuat dengan presisi, memastikan pengalaman visual yang imersif dan memukau bagi penonton di seluruh dunia, seperti dilaporkan Times of India dalam artikel Solo Leveling studio A-1 Pictures suffers biggest loss in ten years despite record-breaking streaming numbers.

Kerugian finansial yang mengejutkan studio A-1 Pictures 

Meskipun Solo Leveling meraih sukses besar dan menjadi hit global, A-1 Pictures secara mengejutkan melaporkan kerugian bersih sebesar 178 juta yen (sekitar $1.2 juta USD) untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2025. Angka ini menandai kerugian finansial terbesar studio tersebut dalam satu dekade terakhir, sebuah kontras tajam antara dominasi komersial anime dan defisit keuangan studio.

Sebelumnya, A-1 Pictures secara konsisten mencatatkan keuntungan, termasuk keuntungan bersih sebesar 24 juta yen pada tahun fiskal sebelumnya yang berakhir Maret 2024. Laporan keuangan ini, yang dipublikasikan dalam Japan's Official Gazette (Kanpo), menyoroti pergeseran dramatis dalam kinerja finansial studio tersebut, memicu banyak spekulasi tentang penyebab utamanya di kalangan analis industri, sebagaimana diungkap CBR dalam artikel Solo Leveling Anime Studio Suffers Biggest Loss in a Decade.

Data keuangan A-1 Pictures kemudian dianalisis lebih lanjut oleh berbagai portal berita internasional, seperti AnimeMojo.com dalam SOLO LEVELING Anime Studio A-1 Pictures Reports $1.2M+ Loss For Fiscal Year Ending March 2025. Laporan-laporan ini menegaskan adanya pergeseran mendalam dalam model bisnis yang kemungkinan tidak menguntungkan studio produksi secara proporsional.

Model komite produksi: akar permasalahan dalam industri anime

Salah satu faktor kunci di balik kerugian A-1 Pictures saat ini adalah model komite produksi yang umum dalam industri anime Jepang, sebuah sistem yang sudah lama menjadi perdebatan. Dalam struktur ini, berbagai pemangku kepentingan berinvestasi dalam sebuah proyek, termasuk penerbit manhwa atau light novel asli, studio musik, perusahaan merchandise, dan perusahaan penyiaran, yang kemudian membentuk komite tersebut.

Studio animasi, seperti A-1 Pictures, kerap hanya menerima biaya tetap atau gaji untuk layanan produksi mereka, yang jauh lebih kecil dibandingkan potensi pendapatan keseluruhan proyek. Fakta ini berarti bahwa keuntungan besar dari distribusi global, penjualan merchandise, dan lisensi lainnya biasanya mengalir ke anggota komite yang memegang hak cipta dan mendanai proyek tersebut, bukan langsung ke studio yang bertanggung jawab atas proses animasi kreatif, seperti dijelaskan Screen Rant dalam Solo Leveling's Studio Is in Trouble, But It's Not For the Reason You Probably Think.

Meskipun Solo Leveling menghasilkan pendapatan yang luar biasa bagi keseluruhan komite produksi, A-1 Pictures mungkin tidak mendapatkan bagian yang proporsional dari keuntungan tersebut. Jika biaya produksi melampaui pembayaran tetap yang diterima dari komite, studio akan mencatat kerugian, sebuah risiko inheren yang besar dalam model bisnis ini.

Kualitas animasi yang sangat tinggi dan detail yang cukup rumit dalam Solo Leveling tentu memerlukan investasi besar dan biaya operasional yang substansial. Pembayaran untuk lisensi musik, honor aktor suara, pengisi suara, dan berbagai elemen produksi lainnya, seperti efek khusus dan desain sound, dapat menumpuk dengan cepat, yang akhirnya akan mengikis margin keuntungan studio.

Dampak proyek lain dan jaring pengaman korporat

Selain biaya tinggi dari Solo Leveling yang ambisius, A-1 Pictures juga menangani proyek-proyek lain secara simultan selama tahun fiskal yang sama. Proyek-proyek ini termasuk NieR: Automata Ver1.1a Part 2 dan Too Many Losing Heroines!, yang mungkin tidak memiliki daya tarik atau keuntungan komersial sebesar Solo Leveling.

Jika proyek-proyek paralel tidak sepopuler atau seuntung Solo Leveling, kerugian dari produksi tersebut dapat memperburuk keadaan finansial A-1 Pictures secara keseluruhan. Gabungan biaya tinggi untuk satu proyek andalan dan potensi pendapatan yang tidak merata dari berbagai proyek dapat menjelaskan mengapa studio mengalami defisit pada tahun fiskal tersebut, sebuah poin yang juga diangkat oleh Beebom dalam Solo Leveling Anime Studio Hit with a Major Financial Blow.

Meskipun A-1 Pictures menghadapi kerugian ini, penting untuk dicatat bahwa studio ini adalah anak perusahaan dari Aniplex, yang pada gilirannya dimiliki oleh Sony Music Entertainment Japan. Keterkaitan korporat ini memberikan jaring pengaman finansial yang kuat bagi studio, memastikan kelangsungan operasinya meski ada kerugian pada proyek-proyek tertentu.

Oleh karena itu, kekhawatiran tentang dampak langsung pada produksi musim berikutnya dari Solo Leveling mungkin berlebihan. Dukungan finansial dari perusahaan induk cenderung akan terus diberikan untuk menjaga aset kreatif dan reputasi grup yang merupakan bagian dari portofolio hiburan Sony Music Entertainment.

Pelajaran dan masa depan industri anime

Situasi A-1 Pictures berfungsi sebagai peringatan penting bagi industri anime yang lebih luas, terutama bagi studio independen tanpa dukungan korporat yang besar. Momen ini menyoroti perlunya model bisnis yang lebih berkelanjutan yang memberikan kompensasi yang adil kepada studio atas kerja keras dan kontribusi kreatif mereka sehingga mereka dapat terus berinovasi.

Keberlanjutan industri anime jangka panjang mungkin bergantung pada reformasi dalam struktur keuangan, di mana studio animasi memiliki bagian yang lebih besar dari keuntungan yang dihasilkan oleh karya mereka, bukan hanya biaya produksi. Banyak penggemar dan profesional industri menyerukan model yang lebih transparan dan adil yang mengakui kerja keras para animator, sutradara, dan staf produksi lainnya yang sering kali bekerja dalam kondisi sulit.

Memahami dinamika finansial industri anime dan proyek yang digarap sangat penting untuk mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan industri anime kesayangan di masa depan. Paradoks kesuksesan kritis dan komersial Solo Leveling yang berlawanan dengan kerugian finansial A-1 Pictures menunjukkan kompleksitas mendalam dari ekonomi produksi anime, yang jarang terlihat oleh mata publik.

Ini bukan hanya tentang membuat anime yang populer dan berkualitas tinggi, tetapi juga tentang menavigasi struktur keuangan yang rumit dan sering kali tidak menguntungkan untuk memastikan profitabilitas dan keberlanjutan studio. Kisah A-1 Pictures menjadi studi kasus yang menarik dalam lanskap industri animasi yang terus berkembang, memberikan wawasan berharga tentang tantangan di balik layar industri hiburan Jepang yang selalu dinamis.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Kalina Oktaviani