Media sosial baru-baru ini ramai pembahasan antara “enaknya menjadi anak orang kaya” atau “bangganya memulai hidup dari nol”.
Hidup menjadi seorang perintis membawa rasa bangga tersendiri karena berhasil mencapai kesuksesan tanpa privilege atau dukungan keluarga. Sementara pewaris dapat merasakan kenikmatan hidup lebih cepat, namun mereka membawa amanah besar dari privilege keluarga.
Kedua kutub ini seolah-olah menjadi bahan bakar panas untuk menjadi sorotan, baik perintis dan pewaris memiliki sisi yang dapat dibandingkan bahkan dipertentangkan. Benarkah hidup menjadi pewaris selalu lebih mudah? Atau menjadi seorang perintis jauh lebih mulia?
Perintis: Membangun Semua Kesuksesan dari Nol
Menjadi perintis membawa tantangan yang sangat besar, mereka merupakan generasi pertama yang membangun jalan hidupnya baik dari karier ataupun usaha dari sangat bawah. Berbagai rintangan, jerih payah hingga tangisan mungkin mereka lewati demi mencapai posisi teratas.
Minimnya akses dengan orang yang lebih dulu sukses hingga modal pertama baik uang dan pengetahuan masih terbatas menjadi jalan berliku yang harus mereka hadapi.
Mencari pekerjaan pertama tanpa relasi luas menuntut mereka untuk bekerja lebih ekstra. Demi membuktikan kuatnya diri menghadapi kerasnya dunia, perintis terus menatap kedepan meskipun sadar akan risiko besar yang mereka hadapi.
Padahal risiko gagal selalu menjadi bayang-bayang mereka, namun mereka tidak gentar menghadapinya demi kehidupan yang lebih baik. Dua kata yang menjadi pengingat adalah “coba dulu” sebelum mereka bertempur di tengah kerasnya hidup.
Dari berbagai jerih payah yang mereka lalui, pelajaran berharga selalu menghampiri. Rasa kepemilikan atas diri dan apa yang sudah diraih menjadi sangat kuat, mereka selalu menghargai hal-hal kecil.
Daya tahan mental sudah menjadi makanan sehari-hari, mereka terkadang menjalani jalan berliku-liku dari lingkungan sekitar. Keraguan keluarga terdekat, hinaan hingga cacian membentuk kreativitas tinggi dan mental pribadi yang kuat.
Pewaris: Meneruskan Warisan, Bukan Sekadar Menikmati
Siapa bilang menjadi pewaris hidup selalu serba enak? Padahal mereka juga hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran akan apa yang sudah diraih.
Pewaris merupakan anak atau cucu dari orang tua yang sukses dengan kekayaan besar, memiliki usaha atau bahkan nama besar. Memang banyak kenyamanan yang mereka dapatkan, namun kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Terkadang stereotip negatif menghiasi ranah seorang pewaris. Mulai dari anggapan mereka hidup manja, hanya menumpang nama dari dukungan besar keluarga hingga tidak tahu arti sejati dari susahnya berjuang.
Padahal, mereka juga memiliki tantangan yang cukup merepotkan. Seorang pewaris bisa hidup dalam tekanan untuk menjaga legacy atau peninggalan, pencapaian dan nilai-nilai yang orang tua mereka sudah bangun lebih dulu.
Mereka juga hidup dalam bayang-bayang generasi sebelumnya yang memiliki cerita membangun kesuksesan dan menjadi acuan orang lain dalam membandingkannya.
Selain itu, hidup dengan serba kenyamanan dan kekayaan juga memberi ruang zona nyaman yang berpotensi membatasi untuk mengeksplorasi diri lebih dalam.
Dua Jalan Berbeda, tapi Memikul Beban yang Sama Berat
Jika dibandingkan antara kedua kutub ini baik perintis ataupun pewaris, terdapat dua sisi yang saling menentang dan melengkapi tentang bagaimana kita memaknai arti perjuangan.
Seorang perintis yang menghadapi kesulitan dari luar, seperti akses secara langsung dengan orang yang sudah sukses hingga kesulitan memiliki modal demi hidup lebih baik.
Sementara seorang pewaris yang menghadapi tekanan dari dalam, ekspektasi besar keluarga untuk membawa kesuksesan lebih besar hingga identitas yang berpotensi terkikis dalam kenyamanan hidup.
Baik perintis maupun pewaris memang memiliki beban yang berbeda bentuk namun memiliki berat yang sama. Terkadang masyarakat hanya melihat hasil yang mereka peroleh, namun beban dibaliknya sering kali terabaikan.
Mengapa Kita Sering Terjebak dalam Dikotomi Ini?
Baik perintis ataupun pewaris padahal juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, terkadang kita sering terjebak dalam dua kutub yang saling bertentangan ini.
Kecemburuan sosial bisa saja menjadi salah satu yang dapat disoroti, apalagi terhadap hak-hak istimewa. Privilege yang memberikan hak, kemudahan atau akses yang diperoleh karena kondisi awal baik dari koneksi, keluarga atau kekayaan sering kali menjadi istilah hangat dalam dikotomi ini. Seseorang cenderung merasa perjuangannya lebih sah dan terasa jika semua dilakukan dari nol.
Persepsi juga krusial dalam hal ini, perlu untuk memandang secara lebih dalam di mana tidak hanya berfokus pada titik awal tanpa mempertimbangkan proses atau konteks yang mereka hadapi.
Setiap posisi baik perintis maupun pewaris memiliki porsi dan tantangan tersendiri, penting bagi kita untuk menyadari hal tersebut. Empati sosial menjadi dorongan utama untuk memahami perjuangan dalam berbagai bentuk.
Mari Saling Memahami, Bukan Membandingkan
Takdir dan jalan hidup seseorang sudah memiliki takaran tersendiri. Jalan hidup yang dilalui baik oleh seorang perintis maupun pewaris memiliki tantangan tersendiri yang tidak bisa dipukul sama rata.
Daripada terus berdebat dan membandingkan siapa yang lebih memikul beban “berat” atau siapa yang paling “hebat”, lebih elok rasanya jika kita saling memahami jalur tempur masing-masing.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Endingnya Apes! Sok Jago Ngaku Anggota Pukuli Pemotor, Langsung Dibanting dan Dipiting Warga
-
Siswa dan Media Sosial: Menjadikan Media Sosial Sekutu Bukan Musuh Prestasi
-
Kebijakan Prabowo-Gibran Viral Lalu Dibatalkan: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
-
Ketika Kesepian Menjadi Wajah Baru Krisis Sosial
Kolom
-
Dear Pemerintah, Ini Tips Menyikapi Pengibaran Bendera One Piece
-
Ternyata, Feminitas Toksik Masih Membelenggu Kebaya hingga Saat Ini
-
PKL Bukan Sekadar Formalitas, Saatnya Mahasiswa Belajar dari Realitas
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Hustle Culture dan Gen Z: Ambisi Gila Kerja atau Kehilangan Arah Hidup?
Terkini
-
Keren! Semua Episode Anime Takopi's Original Sin Dapat Rating 9 ke Atas
-
BRI Super League: Pelatih Fisik Persib Bandung Update Kondisi Cedera Saddil Ramdani
-
Main Futsal Sekalian Cari Makna: Saat Lapangan Jadi Ruang Tafsir Hidup
-
Intip Keretakan Dunia dalam Pertunjukan Teater Boneka Unknown Territory
-
Ulasan Drama Korea Salon de Holmes: Ketika Ibu-Ibu Kompleks Jadi Detektif Dadakan