Di tengah hiruk pikuk peristiwa politik, sosial, dan ekonomi yang mewarnai Indonesia, kata idealisme sering kali terdengar nyaring namun kadang hanya menjadi jargon kosong. Dalam kondisi bangsa yang sedang bergejolak, idealisme seharusnya hadir bukan sekadar sebagai semboyan, melainkan sebagai sikap hidup dan pijakan moral.
Ini merupakan kompas yang mengarahkan seseorang baik pejabat negara, politisi, maupun masyarakat biasa agar tetap berpijak pada nilai kebenaran, keadilan, dan kepentingan bersama, bukan hanya keuntungan pribadi.
Idealisme vs Realitas Kekuasaan
Indonesia kini sedang dihadapkan pada kenyataan bahwa idealisme kerap berbenturan dengan pragmatisme politik. Ketika sebagian besar tokoh publik dituntut untuk menjaga amanah rakyat, tidak sedikit yang justru tergoda oleh kepentingan sesaat layaknya kekuasaan, materi, atau popularitas. Di sinilah publik merasakan jurang antara apa yang seharusnya menjadi cita-cita luhur dengan praktik nyata di lapangan.
Peristiwa-peristiwa belakangan ini, mulai dari polemik kebijakan publik, konflik antarpartai, hingga aksi-aksi yang merugikan masyarakat, seolah menjadi pengingat bahwa idealisme sering kali kalah oleh strategi politik praktis.
Padahal, tanpa idealisme, demokrasi bisa kehilangan arah dan hanya menyisakan perebutan kursi tanpa makna.
Idealisme sebagai Penjaga Integritas
Idealisme bukan berarti keras kepala atau menolak kompromi. Idealisme justru adalah kemampuan untuk tetap teguh pada nilai kebenaran di tengah tekanan realitas.
Seorang pejabat, misalnya, akan dihadapkan pada banyak desakan mulai dari kelompok kepentingan, partai, bahkan publik yang terpecah. Namun jika ia berpegang pada idealisme, setiap keputusan yang dibuat akan tetap berpihak pada kepentingan rakyat banyak, bukan golongan tertentu.
Kita bisa belajar dari para pendiri bangsa. Mereka berdebat sengit dalam sidang BPUPKI dan PPKI, tetapi tetap menjunjung idealisme untuk melahirkan dasar negara, UUD 1945, dan visi Indonesia merdeka. Bayangkan jika saat itu mereka hanya memikirkan kepentingan kelompok masing-masing, mungkin Indonesia tidak akan pernah berdiri kokoh seperti sekarang.
Krisis Idealisme di Era Digital
Fenomena lain yang muncul adalah bagaimana idealisme diuji dalam era digital. Media sosial menjadi ruang terbuka, tempat siapa saja bisa bersuara.
Namun alih-alih menjadi sarana menyuarakan kebenaran, banyak yang tergoda menggunakan media sosial untuk propaganda, penyebaran hoaks, bahkan ujaran kebencian.
Di titik ini, idealisme sangat dibutuhkan. Generasi muda khususnya, harus menjadikan media sosial sebagai ladang untuk menyebarkan gagasan konstruktif, kritik yang sehat, serta semangat persatuan.
Idealisme adalah benteng agar seseorang tidak ikut terseret arus fitnah, provokasi, atau kepentingan yang membutakan mata.
Idealisme Bukan Sekadar Mimpi
Sering kali, idealisme dianggap hanya milik aktivis kampus atau segelintir orang yang dianggap “naif.” Padahal, idealisme bisa hidup di siapa saja seperti guru yang jujur mendidik muridnya, petani yang tetap bekerja meski hasil panen tidak seberapa, jurnalis yang berani menulis fakta tanpa takut tekanan, hingga pejabat yang menolak kompromi dengan praktik korupsi.
Idealisme bukan berarti tidak realistis. Ia adalah fondasi agar setiap langkah realitas tidak kehilangan arah. Bangsa sebesar Indonesia tidak bisa hanya berjalan dengan strategi jangka pendek, ini hanya membutuhkan visi besar yang hanya bisa lahir dari idealisme kolektif.
Indonesia saat ini sedang memasuki masa yang penuh ujian. Krisis kepercayaan publik terhadap elite politik, polarisasi masyarakat, hingga tantangan global, semuanya menuntut adanya pemimpin dan rakyat yang berpegang teguh pada idealisme. Jika tidak, kita akan terjebak dalam lingkaran pragmatisme tanpa akhir.
Menjaga api idealisme bukan tugas segelintir orang, melainkan tanggung jawab bersama. Setiap warga negara, sekecil apa pun perannya, bisa menjadi bagian dari gerakan menjaga moralitas bangsa.
Sebab, idealisme bukanlah barang mewah yang hanya dimiliki segelintir tokoh besar. Ia bisa hidup dalam tindakan sederhana, menolak menyebarkan hoaks, menjaga lingkungan, bersikap jujur, atau saling menghormati perbedaan.
Pada akhirnya, idealisme adalah nyawa dari sebuah bangsa. Tanpa idealisme, Indonesia hanya akan menjadi panggung besar tempat kepentingan saling bertarung tanpa arah.
Dengan idealisme, bangsa ini memiliki harapan untuk tetap berjalan sesuai cita-cita pendirinya adil, makmur, dan bermartabat.
Baca Juga
-
Praktik Okultisme dan Kutukan Iblis, Sinopsis 'Rosario' 2025 Mengerikan!
-
Dari Panggung Politik ke Lini Masa: Mengelola Jejak Digital dengan Bijak
-
Ahmad Sahroni hingga Uya Kuya Tumbang: Gelombang Politik Baru dan Aspirasi Rakyat
-
Rakyat Ingin Didengar, Ini Isi Tuntutan '17+8' Demi Demokrasi Indonesia
-
Gelombang Aksi Kian Memanas, Bayang-Bayang Tragedi 1998 Kembali Terngiang
Artikel Terkait
-
Santer Bakal Diproses Naturalisasi, Laurin Ulrich Justru Dipanggil Jerman U-20
-
Diplomat Indonesia Tewas Ditembak di Peru! Ini Profil dan Jejak Karier Zetro Leonardo Purba
-
Demo 3 September 2025: Giliran Aliansi Perempuan Indonesia Geruduk DPR RI, Ini Tuntutannya
-
Jelang Lawan Timnas Indonesia, Lebanon Beri Sanjungan Selangit
-
Kode Baru Perlawanan Digital? Membedah Makna Resistance Blue, Brave Pink dan Hero Green yang Viral
Kolom
-
Demonstrasi 2025 dan Reformasi 1998, Akankah Sejarah Terulang Sama?
-
Rendahnya Literasi, Cermin Buram Pendidikan Indonesia
-
Demo di Era Digital: Bukan Sekadar Suara, tapi Bukti Kehadiran Nyata
-
Pink, Hijau, #ResetIndonesia: Solidaritas yang Mengguncang Media Sosial
-
Merah Putih yang Ternoda, Saat Kreator Menuntut Keadilan
Terkini
-
4 Low pH Micellar Water Korea untuk Rawat Skin Barrier pada Kulit Sensitif
-
BRI Super League: Bhayangkara FC Bidik Kemenangan di Markas Madura United
-
Tragis! Rumah Zack Lee Dijarah Imbas Kontroversi Nafa Urbach
-
Diplomat Indonesia Tewas Ditembak di Peru! Ini Profil dan Jejak Karier Zetro Leonardo Purba
-
Praktik Okultisme dan Kutukan Iblis, Sinopsis 'Rosario' 2025 Mengerikan!