Hikmawan Firdaus | e. kusuma .n
Politisi Partai NasDem Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (dok. Suara.com)
e. kusuma .n
Baca 10 detik
  • Ahmad Sahroni & Nafa Urbach dinonaktifkan dari DPR, tapi masih terima gaji dan fasilitas.
  • Publik menilai penghentian tunjangan tak cukup, mendesak PAW sebagai solusi tegas.
  • Kasus ini makin perburuk citra DPR, di tengah gelombang demo dan tuntutan rakyat untuk reformasi nyata.
[batas-kesimpulan]

Polemik keputusan penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai anggota DPR ternyata masih terus berlanjut. Status nonaktif sendiri nggak lantas membuat Sahroni dan Nafa dicopot sebagai anggota Parlemen.

Bahkan, hak dan kewajiban mereka sebagai anggota DPR RI masih melekat di mana gaji, tunjangan, beserta fasilitasnya masih diberikan. Hal ini cukup banyak jadi sorotan publik yang kemudian banyak seruan untuk pencopotan jabatan.

Polemik Gaji dan Tunjangan DPR di Tengah Sorotan Publik

Partai Nasdem, yang merupakan pengusung Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, kemudian mengajukan surat resmi untuk meminta penghentian gaji, tunjangan, hingga fasilitas Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach setelah dinonaktifkan dari keanggotaan legislatif sejak 1 September 2025.

Surat dari DPP NasDem ini kabarnya sedang diproses oleh Mahkamah Partai sebagai bentuk upaya memastikan keputusan final yang mengikat dan transparan demi menjaga integritas.

Namun, tampaknya langkah ini diambil demi menindaklanjuti polemik sosial dan respons publik atas gejolak yang mengarah pada derasnya kritikan untuk anggota DPR, baik soal isu tunjangan yang fantastis, gaya hidup mewah, sampai kasus penjarahan rumah.

Alih-alih dapat dukungan publik, langkah Partai Nasdem ini justru menuai komentar pedas dari netizen. Bukannya mengapresiasi, netizen malah menyebut langkah penghentian gaji dan tunjangan ini tak cukup.

Proses Pemberhentian Anggota DPR RI: Harus Lewat PAW

Tampaknya netizen jauh lebih keras menyikapi isu sosial ini dan beranggapan kalau solusi terbaik justru lebih sederhana, yaitu pemecatan. Sayangnya, solusi pemecatan hanya bisa dilakukan lewat mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Cara formal untuk memberhentikan anggota DPR sebelum masa jabatannya rampung ini membutuhkan proses panjang. Nantinya, proses PAW ini akan a melibatkan usulan pimpinan partai politik pengusung kepada pimpinan DPR, lalu ditetapkan oleh Presiden.

Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach Jadi Sorotan

Nama Ahmad Sahroni, anggota Komisi III DPR RI nonaktif sekaligus politisi Nasdem, sempat menjadi perhatian publik usai melontarkan kalimat negatif untuk rakyat. Ujungnya, insiden perusakan dan penjarahan rumah mewahnya pada akhir Agustus 2025 terjadi.

Tak hanya barang-barang mewah yang raib, jam tangan Richard Mille yang kabarnya ditaksir senilai Rp11 miliar sempat dibawa penjarah sebelum akhirnya dikembalikan. Ditambah lagi keberadaannya kini terpantau ada di luar negeri dan belum kembali ke Indonesia.

Sementara itu, Nafa Urbach juga jadi buah bibir setelah sikap dan pernyataannya yang dianggap tidak peka di tengah situasi rakyat yang sedang sulit. Nafa menyinggung kepentingan tunjangan rumah dan aksesnya yang dirasa sulit dari Bintaro ke Senayan.

Kombinasi dua nama ini membuat publik semakin geram dengan citra DPR. Dampaknya, status keduanya kini menjadi nonaktif di Parlemen dan terancam diberhentikan andai mekanismi melalui PAW disetujui.

Konteks Politik dan Tuntutan Rakyat

Situasi ini tidak bisa lepas dari gelombang demonstrasi sejak akhir Agustus 2025. Rakyat turun ke jalan menuntut aspirasinya dipenuhi melalui ‘17+8 Tuntutan Rakyat’ yang banyak digaungkan di media sosial.

Kasus kematian Affan Kurniawan, seorang driver ojek online, yang meninggal dilindas rantis Brimob pun semakin menambah tekanan moral pada DPR. Di tengah kondisi ini, wacana pembekuan gaji para anggota DPR tersebut dinilai terlalu kecil dibanding tuntutan rakyat.

Publik justru berharap adanya langkah lebih konkret untuk DPR berbenah diri, termasuk audit kekayaan anggota DPR, pembatalan tunjangan, hingga mekanisme pemecatan bagi anggota dewan yang dianggap bermasalah.

Pertanyaannya sekarang, apakah DPR berani berbenah diri segera mengingat batas waktu 5 September 2025 sudah di depan mata? Rakyat masih menanti tindakan DPR yang mencerminkan langkah pro rakyat alih-alih memperkaya diri.