Hikmawan Firdaus | Hanifati Radhia
Ilustrasi prompt edit foto AI bareng pasangan. (Google AI Studio)
Hanifati Radhia
Baca 10 detik
  • Konten tanpa consent berisiko merugikan pihak lain, termasuk pemain Timnas yang merasa dirugikan.
  • Privasi dan keamanan data harus dijaga, gunakan AI dengan etika dan tanggung jawab.
  • Tren foto AI bareng idola makin viral, tapi banyak yang berlebihan dan menimbulkan kontroversi.
[batas-kesimpulan]

Kalau kita menjelajah laman media sosial beberapa waktu ini, tidak sedikit yang membagikan foto hasil editan menggunakan AI. Tetapi yang menjadi perhatian adalah tren edit foto bersama idola. Foto diedit sedemikian rupa yakni ala polaroid dengan beberapa pose.

Sayangnya, pose yang digunakan terlalu berlebihan atau kelewat mesra. Seperti pose ciuman atau bahkan memegang bagian vital. Hal itu pula yang dirasakan beberapa pemain Timnas Indonesia. Mereka tak tanggung-tanggung menyuarakan keluhan di media sosial. Bagaimana tidak khawatir, lantaran beberapa di antara pemain Timnas itu telah memiliki pasangan sah atau kekasih. Tentu ini bermasalah lantaran akan menimbulkan kesalahpahaman.

Bukan sekedar tren semata. Kita harus lihat sisi lain tren ini. Dari sisi kreativitas & hiburan, tentu banyak orang senang melihat gambaran dirinya dalam versi atau pose berbeda. Ini misalnya saat beberapa waktu lalu ada tren foto ala studio Ghibli. Sekarang, dengan ala vintage Polaroid digunakan untuk pose bareng idola.

Semakin pose kontroversial, semakin viral. Oleh karena kecanggihan teknologi, penggunaan AI generatif ini bisa menghasilkan foto yang nyaris nyata. Alhasil publik terkadang menjadi sulit membedakan mana foto asli dan mana yang hasil editan. Dari sisi kedekatan, seperti penggemar bola atau K-Pop ini mewakili perasaan mereka bisa berfoto dengan idola meski tanpa tatap muka secara langsung.

Meskipun menyenangkan dan menghibur. Tampaknya publik harus benar-benar waspada dan sadar. Akan hal seperti consent/perijinan dan data pribadi. Ini terkesan diabaikan padahal sangat penting. Misalnya, sebelum “meminjam” wajah orang lain atau karya dalam foto AI, tentu harus ada persetujuan.

Tak sekedar soal etika, namun juga soal hak pribadi. Selain itu, konten yang berlebihan bisa merugikan beberapa pihak. Seperti editan yang menampilkan pemain Timnas memegang dada perempuan. Ini sangat vulgar dan justru seolah foto pelecehan seksual. Selain memicu kesalahpamahan karena pemain tersebut sudah memiliki pasangan, tentu ini juga bisa merusak nama baik.

Hal lainnya tak kalah penting adalah soal data dan keamanan pribadi. Saat menginginkan edit foto, kita harus mengunggah foto kita sendiri ke asli ke aplikasi atau platform. Saya rasa, disini tentu ada risiko pencurian identitas / penyalahgunaan data. Bahkan tak sedikit orang-orang yang membuka jasa editing foto AI ini dengan meminta fee sekitar 5-10k. Hal ini berbahaya lagi, bagaimana mungkin kita menyerahkan foto asli kita ke orang lain tak dikenal? Bagaimana Kita Menyikapinya?

Pertama, kita harus memerhatikan “Digital Consent”. Apakah kita atau orang lain setuju jika wajahnya digunakan untuk editing AI? Jika tidak, kita tidak bisa bebas melanjutkan atau membagikan hasilnya. Kedua, selalu waspada terhadap platform. Kita perlu cek platform dan syarat penggunaan. Kita harus memahami, aplikasi atau website tempat mengedit tadi punya kebijakan penyimpanan data, hak penggunaan gambar, dan bagaimana dengan resiko privasi.

Penutup

Adanya tren foto AI belakangan ini mulai dari editan ala foto Polaroid, pose bareng idola, hingga vintage Ghibli tak terelakkan lagi menjadi bagian dari kreativitas masa kini. Akan tetapi kebebasan ini bukan tanpa risiko. Kita harus waspada karena ada resiko privasi yang mengintai. Maka pentingnya ada etika ada tanggung jawab yang harus kita kelola.

Kita harus menyadari bahwa wajah dan data kita bukanlah sesuatu yang sifatnya bebas. Jika kita sekali menyebarkan data itu, tentu akan ada konsekuensinya. Selain itu, pentingnya digital consent atas privasi dan hak orang lain. Hal penting adalah kita bisa menikmati tren AI tanpa merugikan diri sendiri atau orang lain.