Hikmawan Firdaus | Mira Fitdyati
Ilustrasi anak yang mengalami fatherless (freepik.com)
Mira Fitdyati

Bagaimana perasaanmu tumbuh dewasa tanpa kehadiran seorang ayah?” Pertanyaan ini menggambarkan fenomena fatherless, kondisi ketika anak tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah, baik secara fisik maupun psikologis. Banyak anak tumbuh besar bukan tanpa ayah, tetapi tanpa kehadiran ayah yang benar-benar hadir. 

Sebab ayah yang tidak hadir, justru bisa meninggalkan luka yang jauh lebih dalam daripada sekadar ketiadaan.

Berdasarkan data UNICEF tahun 2021, sebanyak 20,9% anak-anak di Indonesia kehilangan peran dan kehadiran ayah mereka. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari perceraian, kematian, hingga ayah yang bekerja jauh dari keluarga. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan bahwa hanya 37,17% anak usia 0-5 tahun yang diasuh oleh kedua orang tua kandung secara bersamaan. Fakta ini menegaskan adanya kesenjangan besar dalam peran pengasuhan anak.

Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI)

Ayah berperan sebagai tempat anak merasa aman, didengar, dan dicintai (freepik.com)

Menanggapi fenomena ini, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) atau Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, melalui unggahan video di akun TikTok @wihaji pada Senin (25/8/2025), memperkenalkan Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Menurutnya, fatherless seringkali bukan semata karena ayah tidak ada, melainkan karena jiwa dan perhatiannya tidak tersentuh oleh anak.

“Hari ini tentunya membicarakan diri saya sendiri sebagai ayah. Anak-anak butuh contoh, dan mereka juga butuh sentuhan psikologis seorang ayah,” ujarnya dalam video.

Melansir website resmi BKKBN, GATI adalah inisiatif nasional yang bertujuan memperkuat peran ayah dalam pengasuhan, pendidikan, dan perlindungan anak. 

GATI berupaya membangun kesadaran kolektif akan pentingnya keterlibatan ayah dalam tumbuh kembang anak, menciptakan keluarga harmonis, dan generasi berkualitas.

Wihaji menegaskan bahwa menjadi ayah teladan bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi hadir secara utuh di ruang batin anak. Kehadiran itu mencakup fisik, psikologis, dan rasa memiliki, di mana ayah berperan sebagai tempat anak merasa aman, didengar, dan dicintai. 

Ia juga menambahkan bahwa suasana ngobrol antara ayah dan anak sangat penting. “Pentingnya GATI sebenarnya adalah bagaimana menciptakan ruang ngobrol. Dari ayah kepada anak ataupun dari anak kepada ayah. Ketika ada ruang ngobrol, berarti GATI sudah hadir,” ungkapnya.

Di tengah maraknya penggunaan gadget, anak-anak kini lebih sering berinteraksi dengan gadget dibandingkan orang tua. Melalui GATI, diharapkan orang tua, khususnya ayah, dapat menjadi teman cerita anak, mendengar tanpa menghakimi, dan membangun ikatan emosional yang lebih dalam. 

“Anak-anak sekarang lebih banyak ngobrol dengan handphone dan media sosial. Dengan adanya GATI, minimal ayo ngobrol. Saat ngobrol, pasti akan muncul hal-hal bermakna, baik sebagai orang tua, sebagai ayah, maupun sebagai anak,” tambah Wihaji.

Jika ruang itu tidak ada, banyak anak memilih memendam perasaan mereka sendiri. Mereka menganggap percuma bercerita karena tidak ada telinga yang mau mendengar. Kondisi inilah yang bisa memperburuk dampak fatherless.

Dampak Fatherless pada Perkembangan Anak

Ilustrasi anak bersedih (freepik.com)

Melansir halodoc.com, terdapat lima dampak utama fatherless terhadap perkembangan anak:

1. Gangguan emosi

Anak sering mengalami depresi, kecemasan, atau kesulitan mengontrol emosi karena perasaan kehilangan, kesepian, dan ketidakamanan.

2. Perkembangan perilaku yang buruk

Anak lebih sulit diatur, tidak taat aturan, bahkan rentan melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri.

3. Rendahnya kepercayaan diri

Anak yang tumbuh tanpa ayah merasa kurang dihargai, sehingga tingkat percaya dirinya menurun.

4. Kesulitan dalam hubungan sosial

Mereka cenderung sulit membangun kepercayaan, perhatian, atau hubungan sehat dengan orang lain, termasuk pasangan di masa depan.

5. Kurangnya dukungan sosial dan finansial

Ayah umumnya menjadi sumber penghasilan utama. Ketidakhadiran mereka bisa menimbulkan kesulitan ekonomi sekaligus membuat anak kehilangan dukungan emosional yang seharusnya mereka terima.

Fenomena fatherless bukan hanya soal ketiadaan figur, tetapi soal hilangnya kehangatan, teladan, dan ruang aman yang seharusnya dihadirkan seorang ayah. 

Melalui Gerakan Ayah Teladan Indonesia, kehadiran ayah diharapkan mampu mengetuk kesadaran banyak pihak. Sebab, pada akhirnya, seorang ayah bukan hanya penopang ekonomi, melainkan juga sandaran jiwa bagi tumbuh kembang anak.