Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Ruslan Abdul M
Gudeg Yogyakarta (shutterstock/Bagus Satria)

Berbicara mengenai Yogyakarta, orang-orang menyebutnya sebagai surganya kuliner. Tidak hanya terkenal karena bakpia atau kopi jossnya saja. Ketika mendengar kata Jogja pasti yang teringat adalah kuliner warisannya yang saat ini tengah mendunia yaitu gudeg.

Gudeg dalam pandangan masyarakat Jogja merupakan makanan turun temurun yang diwariskan leluhur mereka, sehingga keberadaannya sangat mendarah daging dengan masyarakat Jogja. Hingga tak aneh jika kuliner yang satu ini banyak ditemukan disetiap sudut kota Jogja, mulai dari gudeg emperan sampai gudeg di rumah makan.

Cita rasa yang khas memang disesuaikan dengan lidah orang Jawa yang pada dasarnya sangat gemar pada rasa manis, tetapi tidak hanya orang Jawa saja bahkan digemari para wisatawan Indonesia maupun mancanegara yang datang ke Yogyakarta

Sejak dinobatkan sebagai salah satu ikon kuliner Yogyakarta, gudeg memiliki sejarah yang panjang dalam perkembangannya. Dahulu gudeg kerap dijadikan sebagai makanan wajib bagi para keluarga keraton. Saking pentingnya, Sri Sultan sering menghadirkan makanan yang satu ini di setiap perayaan-perayaan besar kerajaan.

Meskipun berasal dari kebudayaan kraton, tetapi gudeg telah ada bersamaan dengan berdirinya kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta pada abad ke-15. Saat itu ketersediaan pohon nangka di sekitar kerajaan yang sangat melimpah, dimanfaatkan oleh para prajurit untuk mengolahnya dalam jumlah yang tidak sedikit untuk mencukupi kebutuhan para prajurit. Dengan alat seadanya mereka mengaduk nangka yang jumlahnya cukup banyak dengan menggunakan alat semacam dayung, yang dalam bahas jawa yaitu "hangudeg" hingga pada akhirnya disebutlah gudeg yang sangat terkenal hingga sekarang.

Gudeg dan Jogja memang tidak bisa dipisahkan, salah satu buktinya adalah yang terdapat dijalan plengkung yang berada di sekitaran kraton Jogja yang disulap menjadi sentranya kuliner legendaris ini. Disepanjang jalan kita akan disuguhkan dengan berdirinya rumah-rumah makan yang menyediakan olahan bermacam-macam gudeg khas Jogja. Bahkan banyak sekali rumah makan yang masih berdiri hingga saat ini sejak gudeg mulai melekat sebagai identitas kota Jogja.

Tak hanya itu para pekerjanya pun biasanya masih tercatat sebagai anak atau cucu nenek moyang pembuat gudeg pada zamannya. Dalam perkembangannya masyarakat Jogja tidak hanya menggunakan gori atau nangka muda sebagai bahan utama pembuatan gudeg.

Masyarakat Jogja yang cenderung kreatif memanfaatkan manggar atau putik buah kelapa menjadi bahan utama pembuatan gudeg ini, yang diberi nama gudeng manggar. Sentra pembutan gudeg manggar yang terkenal di Jogja berada di daerah Bantul. Tidak jauh berbeda dengan gudeg gori, gudeg manggar ini pun sudah ada sejak zaman dahulu.

Ketelatenan masyarakat Jogja dalam proses pembuatan gudeg, merupakan bentuk kecintaan mereka pada warisan leluhur. Selain itu pula, merupakan salah satu bentuk kecintaan mereka terhadap produk makanan lokal yang membuat kuliner Indonesia kaya. Sehingga gudeg selalu ada di setiap sisi kehidupan masyarakat Jogja yang menjadi wujud kecintaan masyarakat Jogja pada Indonesia.

Ruslan Abdul M