Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Athar Farha
Poster Film War of the Worlds (Prime Video)

Ada kalanya nonton film bukan untuk mencari pencerahan artistik atau cerita yang oke banget, tapi sekadar untuk bersenang-senang. Maka, ketika ‘War of the Worlds’ tayang di Prime Video sejak 30 Juli 2025, aku pikir, “Oke, ini mungkin akan jadi hiburan konyol yang pas untuk ditonton sambil ngemil.” 

Eh, ternyata aku salah besar. Yang aku dapat bukan hiburan konyol, tapi semacam scene rapat Zoom dengan green screen murahan dan promosi Amazon yang terlalu frontal. Parah, kan?

Sinopsis Film War of the Worlds

Film ini mencoba mengawinkan kisah klasik H.G. Wells War of the Worlds dengan gaya screenlife ala Film Unfriended atau Film Searching. 

Ceritanya tertuju pada Will Radford (Ice Cube), petugas Department of Homeland Security yang sehari-hari memantau dunia lewat sistem pengawasan canggih. Ironisnya, dia lebih sering menggunakan akses itu untuk memata-matai dua anaknya: Dave, si pembuat masalah, dan Faith yang tengah hamil.

Suatu ketika kapal-kapal alien jatuh ke bumi, Will pun bekerja sama dengan ilmuwan NASA (Eva Longoria), direktur DHS (Clark Gregg), dan seorang agen FBI (Andrea Savage) untuk memahami tujuan para pendatang luar angkasa itu. 

Seluruh kejadian kita (penonton) saksikan lewat layar komputer Will, lengkap dengan jendela video call, berita daring, dan rekaman kamera keamanan.

Konsepnya sebenarnya menarik, terkait bagaimana kalau akhir dunia hanya kita saksikan dari layar perangkat. Sayangnya, eksekusinya justru membuatku merasa seperti terjebak dalam webinar yang nggak tahu kapan berakhirnya. 

Separah apa sih Film War of the Worlds? Yuk, lanjut kepoin!

Review Film War of the Worlds 

Sejak menit pertama, aku sudah suuzon kalau produksinya buru-buru sangat. Ice Cube terlihat seperti syuting di rumah, dengan latar belakang kantor digital generik yang tampak seperti hasil Zoom background. Beberapa kali, kaca matanya memantulkan warna hijau dari layar hijau yang belum diganti. Iya, benar-benar blunder visual yang jarang kulihat di film beranggaran studio besar.

Efek visualnya? Adegan kehancuran kota terasa seperti footage stok gratis yang dilempar seadanya ke layar. Editing-nya pun membingungkan. Setiap kali Cube berbicara, potongannya terasa kayak ada orang menekan tombol ‘cut’ di setiap jeda napasnya.

Sebagai screenlife movie, logika waktunya pun berantakan. Biasanya, format ini berlangsung real-time, yang ngasih kesan intens dan mendesak. Eh, di sini, kejadian di seluruh dunia berlangsung selama berhari-hari, sementara karakter Will Radford tetap mengenakan pakaian yang sama, anak-anaknya tetap di lokasi yang sama, dan nggak ada indikasi waktu berjalan. Jika ada kru yang bertanggung jawab atas kontinuitasnya, aku sungguh ingin tahu apa yang terjadi di balik layar.

Paruh pertama film masih bisa aku toleransi sih, meski hambar. Sayangnya, ketika motivasi alien diungkap: Mencuri seluruh data penduduk bumi, film ini langsung terasa seperti parodi yang nggak disengaja. Dan ironisnya, ini adalah film produksi Amazon, perusahaan yang (kita tahulah, ya) punya data pengguna dalam jumlah masif.

Klimaksnya bahkan melibatkan kurir Amazon yang memanggil drone Prime untuk membantu rencana penyelamatan dunia. Ya, di momen penentuan, sang pahlawan benar-benar memesan barang lewat Amazon untuk melaksanakan rencana.

Bukannya merasa tegang atau terinspirasi, aku malah merasa kayak lagi nonton iklan internal Amazon yang kebetulan berdurasi satu setengah jam.

Akhir kata, menurutku, Film War of the Worlds adalah contoh bagaimana ide yang sebenarnya nggak buruk bisa jatuh berantakan karena eksekusi yang malas, efek visual seadanya, dan agenda promosi yang terlalu kentara. 

Kalau kamu ingin nonton sci-fi layar komputer tentang invasi alien yang jauh dari kata bagus, silakan nonton di Prime Video.

Skor: 1/5

Athar Farha