Bagaimana jadinya jika kita sebagai rakyat hanya memiliki kesempatan satu hari dalam setahun untuk berpendapat secara bebas? Kira-kira hal apa yang akan kamu sampaikan?
Begitulah kira-kira premis yang diangkat dalam novel Bungkam Suara karya penulis Indonesia J.S. Khairen. Novel ini bergenre fiksi, namun terasa seperti non-fiksi yang difiksikan karena tema dan konflik yang diangkat sangat relevan dengan realitas sosial dan politik di Indonesia, terutama di era media sosial.
Bungkam Suara karya J.S. Khairen ini merupakan novel dengan satire yang tajam tentang, hoaks yang merajalela, ujaran kebencian yang memecah belah bangsa, keberadaan teknologi canggih yang tak selalu menyelesaikan masalah, hingga betapa mudahnya suatu kebenaran itu dibungkam.
Novel ini berlatar di Negara Kesatuan Adat Lemunesia (NKAL), sebuah negara fiksi yang memiliki teknologi canggih namun juga diwarnai dengan masalah-masalah sosial dan politik yang kompleks.
Masyarakatnya juga kadang menyebut negara ini adalah sebagai Negara Kesatuan Adat Lawaknesia (NAKAL) yang secara geografis wilayahnya memang tidak terdapat di peta dunia.
Alur cerita berpusat pada tokoh bernama Timmy, seorang mantan asisten profesor yang diberi tugas untuk mengungkap kebenaran di balik Hari Bebas Bicara, sebuah tradisi di mana setiap warga negara diperbolehkan untuk berbicara secara bebas tanpa takut konsekuensi hukum.
Lewat kisah Timmy yang mencari keadilan untuk membersihkan nama ayahnya dari sebuah kejadian yang membuat ayahnya di sebut sebagai pengkhianat negara, serasa diajak menyelami dunia yang absurd tapi terasa sangat mirip dengan realita saat ini.
Namun, alih-alih menjadi alat untuk keadilan, Hari Bebas Bicara justru disalahgunakan untuk menyebarkan fitnah, kebencian, dan propaganda, yang menyebabkan kekacauan dan perpecahan di masyarakat.
Petualangan Timmy dalam mencari "Durian Busuk" (sebutan untuk oknum-oknum di balik kekacauan tersebut) menjadi inti dari novel ini.
Novel Bungkam Suara mengangkat isu-isu yang sangat krusial seperti propaganda, hoaks, disinformasi, dan bahaya media sosial dalam memecah belah masyarakat. Novel ini berhasil menjadi sarana literasi politik yang mengedukasi pembaca tanpa terkesan menggurui.
Novel ini memiliki alur yang dinamis dan penuh kejutan di setiap babnya. J.S. Khairen dikenal dengan gaya penulisannya yang ringan, kocak, dan tidak bertele-tele.
Meskipun mengangkat tema yang berat, novel ini disajikan dengan sentuhan komedi yang membuat pembaca tetap nyaman.
Penulis juga menciptakan istilah-istilah dan nama-nama unik yang menambah daya tarik cerita, seperti Kementerian Seluruh Ekosistem, Selat, Laut dan Hutan atau yang disingkat "KESELEKSETAN".
Novel ini mengandung banyak satir yang cerdas terhadap fenomena politik dan sosial di dunia nyata. J.S. Khairen mengkritik dengan halus bagaimana masyarakat mudah terprovokasi dan bagaimana kekuasaan dapat menyalahgunakan informasi.
Adapun beberapa kekurang dalam novel ini adalah unsur romance yang ditampilkan terkesan sangat kurang kuat dan tidak begitu bisa membawa pembaca ke suasan romance pada umumnya.
Interaksi antar Timmy dan kekasihnya, dalam novel ini sangat kurang mendalam dan terkesan kaku. Selain itu juga, Timmy sebagai karakter utama, tidak selalu konsisten dengan deskripsi kepintaran dan keberaniannya.
Bagi kamu pembaca novel yang menyukai genre fiksi ilmiah, distopia, dan cerita yang memiliki pesan mendalam, Bungkam Suara adalah novel yang sangat direkomendasikan untuk kamu baca.
Novel ini berhasil membungkus kritik sosial dan politik yang serius ke dalam cerita petualangan yang seru dan menghibur. Meskipun memiliki beberapa kekurangan, kelebihannya dalam mengangkat tema yang relevan dan gaya penulisan yang menarik membuat novel ini layak untuk dibaca.
Baca Juga
-
Ketika Buku Dijuluki 'Barang Bukti': Sebuah Ironi di Tengah Krisis Literasi
-
Pink dan Hijau: Simbol Keberanian, Solidaritas, dan Empati Rakyat Indonesia
-
Jaga Jempolmu: Jejak Digital, Rekam Jejak Permanen yang Tak Pernah Hilang
-
Membaca untuk Melawan: Saat Buku Jadi Senjata
-
Diaspora Tantang DPR, Sahroni Tolak Debat: Uang Tak Bisa Beli Keberanian?
Artikel Terkait
-
Ulasan NovelA Terribly Nasty Business: Misteri Pembunuhan di Balik Lamaran
-
Ulasan Buku The Smileless Princess, Putri yang Dikutuk Tidak Bisa Tersenyum
-
Ulasan Buku Stress? So What?! Cara Mengubah Tekanan Menjadi Kekuatan
-
Ulasan Novel The Good Boy: Petualangan Ajaib Genie dalam Menemukan Cintanya
-
Novel The Art of a Lie: Misteri Kehidupan Ganda Suami yang Telah Meninggal
Ulasan
-
Ulasan Novel Oregades: Pilihan Pembunuh Bayaran, Bertarung atau Mati
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
Terkini
-
Potret Jacob Elordi sebagai Monster di Film Frankenstein, Intip Trailernya!
-
Low Budget, High Style: Rahasia Fashion Hemat ala Anak Muda Kekinian
-
Diabaikan Kluivert, Ivar Jenner Justru Masuk Skuad Timnas untuk SEA Games
-
4 Tinted Lip Balm Harga Pelajar Rp30 Ribuan, Bikin Bibir Sehat Bebas Pucat!
-
Cucu Mahfud MD Jadi Korban Keracunan MBG, Soroti Perbaikan Tata Kelola