Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ruslan Abdul Munir
Novel Namaku Alam Jilid 1 karya Leila S. Chudori (Dok. Pribadi/Ruslan Abdul Munir)

Hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang kelam menjadi sebuah makanan sehari-hari bagi Segara Alam. Seorang anak yang memiliki photogarapic memory, yang justru menjadi sebuah bumerang bagi hidupnya.

Dampak dari sebuah peristiwa kelam yang menyebabkan ayahnya di eksekusi mati, ternyata tumbuh sebagai stigma buruk yang terus melabeli dirinya bahkan keluarganya.

Novel ini merupakan spin off dari novel Pulang. Kalau kamu pernah atau akan membaca novel Pulang, kamu akan di perkenalkan dengan tokoh Alam saat ia sudah berusia 33 tahun.

Leila S. Chudori sebagai penulis dari novel ini sangat piawai dalam membuat konektivitas cerita antara novel Pulang dan Novel Namaku Alam ini.

Namun, jangan khawatir ketika kamu bingung menentukan pilihan ingin membaca Pulang atau Namaku Alam Jilid 1. Pasalnya kedua novel tersebut tidak berkesinambungan secara alur cerita, jadi kamu bebas menentukan pilihan.

Novel ini diterbitkan oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG). Hingga April tahun 2025 ini novel Namaku Alam Jilid 1 telah mencapai cetakannya yang ke tiga belas.

Dalam novel Namaku Alam jilid 1 ini kehidupan tokoh Alam sebagai anak dari eks-tahanan politik di bahas lebih rinci dari kehidupannya ketika SD hingga SMA.

Selain memiliki kemampuan photogarapic memory, Alam juga digambarkan sebagai seorang anak yang memiliki kecerdasan yang luar biasa. Bahkan sempat menjadi perwakilan SMA nya dalam kegiatan Cerdas Tangkas antara SMA.

Namun dibalik kecerdasnnya itu, Alam sebenanrnya selalu takut jika dirinya menjadi sorotan dan menonjol di sekolahnya. Mengingat dirinya selalu mendapatkan pesan dari keluarganya bahwa kehidupan nya harus tetap merunduk dan low profile

konflik yang di gambarkan dalam novel ini cenderung tidak terlalu kompleks, namun masih bisa dinikmati. Lebih mengungkapkan drama keluarga hingga kisah cinta dan kehidupan anak-anak remaja labil pada masa itu.

Selain itu, kisah persahabatan remaja juga tergambar dengan jelas dalam novel ini. Sahabat sehidup semati Alam dalam novel ini adalah Bimo.

Kesamaan latar belakang sebagai anak yang dianggap sebagai pengkhianat negara menjadikan persahabatan mereka sangat begitu akrab layaknya sebagai saudara sedarah.

Bimo yang memiliki karakter yang sedikit lembut dan pendiam seringkali menjadi objek dan target bullying teman-teman sebayanya di SMA yang merasa dirinya paling superior.

Alam sebagai sahabat selalu berada di pihak Bimo sebagai garda terdepan ketika sahabatnya tengah berada dalam ancaman atau ketika mendapatkan perlakukan buruk dari teman-temannya.

Salah satu pesan yang terdapat dalam novel ini adalah bahwa sejarah Indonesia memiliki alur yang sangat kompleks. Tak sedikit dari kisah-kisah yang terabaikan dalam kehidupan modern saat ini.

Novel ini menyoroti kisah-kisah yang terlupakan atau terabaikan, terutama pengalaman korban politik dan keluarganya, seperti anak-anak eks-tahanan politik yang turut menanggung stigma dan dampak traumatis yang berkelanjutan.

Melalui sudut pandang Alam, Leila S. Chudori mengajak pembaca memahami betapa sejarah bukan hanya tentang peristiwa besar, tetapi juga dampak personal dan sosial yang rumit serta sering diabaikan dalam arus sejarah resmi.

Pesan ini menggarisbawahi pentingnya mengingat dan mengakui berbagai narasi sejarah yang beragam, termasuk yang selama ini terpinggirkan, agar pemahaman kita tentang masa lalu bisa lebih utuh dan adil.

Novel ini menjadi kritik tersirat terhadap penyederhanaan sejarah dan pelupaan terhadap kisah-kisah individu yang terdampak kebijakan politik nasional.

Cerita dalam Namaku Alam Jilid 1 ini akan terus berlanjut di Namaku Alam Jlid 2 yang sampai sekarang masih belum terbit. Jadi sebelum jilid 2 terbit jangan lupa untuk segera membaca kisan Alam di jilid pertama dulu ya!

Ruslan Abdul Munir