Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Deva
Ilustrasi seorang anak membaca buku (pexels.com)

Adanya masyarakat pembelajar merupakan prasyarat agar menjadi bangsa yang maju dan berkembang. Salah satu indikator dari adanya masyarakat pembelajar adalah masyarakat yang gemar membaca. Benar adanya bahwa membaca adalah jendela dunia. Kamu tidak perlu pergi jauh-jauh ke Amerika untuk tahu bagaimana sejarah, kebudayaan maupun bahasanya. Cukup dengan membuka buku yang membahas tentang Amerika sudah bisa kita dapatkan banyak informasi tentang apa saja yang ada di sana.

Kenyataan yang terjadi di lapangan sungguh berbeda, terutama bagi anak-anak desa. Mungkin bisa dihitung jari anak-anak yang sekarang ini lebih memilih menghabiskan waktu mereka dengan membaca buku dari pada bermain HP. Di depan rumah, di rumah tetangga, di depan warung, atau bahkan di pinggir jalan sangat lazim kita menjumpai anak-anak sedang bermain gawai. Semoga saja kita tidak sedang salah sangka dengan menuduh mereka bermain game padahal mereka sedang membaca buku elektronik di HP. Kan dosa juga kalau nuduh!

Diperlukan strategi dan kerja sama dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkan ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kesadaran orangtua

Kesadaran orang tua sangat dibutuhkan dalam upaya membangun budaya baca pada anak. Bagaimanapun keluarga adalah tempat dimana anak-anak mendapatkan pendidikan pertamanya. Meskipun begitu, ini adalah bagian yang tampak sulit. Banyak orang tua yang mampu membelikan paketan internet untuk HP anaknya.

Akan tetapi, merasa berat apabila menggunakannya untuk membeli buku. “Dari pada buat beli buku lebih baik buat beli bumbu dapur, to?” kata tetangga saya. Budaya mendongeng atau membacakan cerita pada anak sebelum tidur pun nampaknya sudah hampir tidak ada lagi di desa.

Padahal hal tersebut akan sangat berguna bagi anak-anak untuk menambah kosakata, mengembangkan imajinasi, serta melatih kepekaan. Ah, sudahlah.. banyak orang tua jaman sekarang yang tidak mau repot, “sing penting anakku anteng, atiku tentrem hehehe.” (yang penting anak saya diam, hati saya tentram)

2. Komunitas baca

Sekelompok pemuda atau orang-orang desa yang memiliki hobi membaca diharapkan bersatu lalu membentuk komunitas baca. Adanya komunitas baca ini bisa menjadi salah satu dari strategi membangun budaya baca di desa.

Untuk membentuknya diperlukan orang-orang tangguh yang memiliki kesadaran tinggi  mengajak warga desa melakukan perubahan dengan membaca. Mereka bisa mengadakan perkumpulan yang di dalamnya berisi diskusi-diskusi mengenai buku-buku tertentu atau kegiatan kreatif lainnya.

3. Taman baca masyarakat

Seharusnya keberadaan Taman Baca Masyarakat atau biasa dikenal dengan TBM merupakan hal yang wajib ada di setiap desa karena keberadaan TBM bisa menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat bagi masyarakat.

Ah, seandainya ada calon lurah yang berkampanye mengenai pembangunan Taman Baca Masyarakat di suatu desa… tapi mungkin enggak ya? Apakah harus selalu menunggu adanya penggerak (orang yang peduli) baru semua ini bisa terlaksana? Semoga.

Membaca memang bukanlah satu-satunya jalan untuk menimba ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kurangnya membaca bisa berdampak pada kurang berkembangnya pikiran. Tersedianya fasilitas ruang baca seharusnya menjadi hak yang harus didapatkan oleh setiap warga dari negara jika Indonesia menginginkan menjadi negara yang maju.

Deva