Budaya baca tulis di Indonesia memang masih tergolong rendah. Buktinya, penelitian oleh Kemendikbud pada 2019 tentang Indeks Aktivitas Literasi Membaca 34 Provinsi yang menyatakan indeks literasi nasional masuk kategori aktivitas literasi rendah, sedangkan pada indeks provinsi sebanyak 9 provinsi masuk dalam kategori sedang, 24 provinsi masuk dalam kategori rendah, dan 1 provinsi masuk dalam kategori sangat rendah. Artinya, baik secara nasional maupun provinsi tidak ada yang masuk kategori tinggi.
Menyambut hal di atas, belakangan ini banyak sekali bermunculan gerakan literasi, terutama yang digerakkan oleh individu atau perorangan. Mereka berjuang dengan sukarela demi terjangkaunya literasi di tengah-tengah masyarakat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela mengeluarkan uang pribadi untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Karena itu, banyak bermunculan perpustakaan, taman baca, dan sejenisnya yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Jenis, Tujuan dan Manfaat Literasi
Literasi itu sendiri terdiri dari beberapa jenis. Dalam tulisan ini literasi dasar yang di acu adalah konsep literasi dasar yang digunakan oleh Kemendikbud dalam gerakan literasi nasional (gln.kemendikbud.go.id). Ada enam jenis literasi yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasai sains, literasi finansial, literasi digital, literasi budaya dan kewarganegaraan.
Adapun tujuan literasi antara lain sebagai berikut : memperkuat nilai kepribadian dengan membaca dan menulis, dapat mengembangkan dan menumbuhkan budi pekerti yang baik, memberikan penilaian kritis pada karya tulis seseorang, dapat mengembangkan dan menumbuhkan budaya literasi di sekolah maupun di masyarakat, mengisi waktu literasi agar lebih berguna, dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki dengan cara membaca segala macam informasi yang bermanfaat, dan dapat meningkatkan pemahaman seseorang dalam mengambil intisari dari suatu bacaan.
Sedangkan beberapa manfaat literasi bagi kita semua, di antaranya: melatih dalam hal menulis serta juga merangkai kata yang bermakna, menambah kosa kata, meningkatkan fokus dan konsentrasi seseorang, mengoptimalkan kerja otak, mempertajam diri di dalam menangkap makna dari suatu informasi yang sedang dibaca, melatih kemampuan berfikir dan menganalisa , menambah wawasan dan informasi baru, mengembangkan kemampuan verbal, meningkatkan kemampuan interpersonal.
Gerakan membumikan literasi dari desa, adalah sebuah keniscayaan. Desa sebagai ibu bumi, adalah masa depan kita bersama. Desa yang dalam proses perjalanan sejarahnya selalu dipinggirkan, jarang dilibatkan dalam proses pembangunan negeri. Kini setelah arah tatanan baru berbalik seratus delapan puluh derajat ke desa. Jalan lama telah usang, tatanan lama telah tumbang.
Desa harus menyingsingkan lengan baju , memeras otak demi cita-cita bersama : kemandirian dan kedaulatan desa. Melatih kerja otak adalah proses kerja dari literasi. Salah satu cara untuk bergerak menuju kemandirian dan kedaulatan desa adalah dengan melek terhadap literasi. Karena sumber pengetahuan, sumber literasi berasal dari kearifan lokal desa yang bersumber dari warisan para leluhur yang berwujud praktik-praktik baik di desa.
Geliat literasi yang telah d,praktikkan oleh para pejuang literasi nusantara, yang berangkat dari orang-orang pinggiran untuk mendesakkan agar yang terpinggirkan ditengahkan, agar yang terdiamkan dibicarakan, agar yang terbelakangkan didepankan, agar terbangun konstruksi baru, kesadaran baru.
Pandemi Covid-19 mendekonstruksi semua tatanan yang ada di dunia. Desa, keluarga, petani gurem, buruh dan kuli bangunan, perempuan, anak haram, lansia, waria, difabel, penghayat kepercayaan adalah orang pinggiran. Dan di sini, hari ini, kami orang pinggiran telah berbicara atas nama semesta, atas nama kemanusiaan. Di sini, di hari ini kami runcingkan bambu dan pemikiran untuk meretas jalan perjuangan, untuk mendesakkan sebuah tatanan baru yang patut, layak dan bermartabat bagi manusia, dan juga bagi alam.
Isu-isu tentang alam atau ekologi, isu-isu tentang sosial atau sumber daya manusia desa, isu-isu ekonomi harus dipersatukan melalui politik desa. Politik desa yang adil atas dasar inklusi sosial dan lestari atas nama alam , demi mewujudkan kemandirian dan kedaulatan desa harus dilandasi dengan fondasi yang kokoh terkait dengan edukasi atau pendidikan tentang hidup dan kehidupan (baca urip).
Hal ini, yang sedang digagas oleh Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID) bekerja sama Pena Bulu, untuk mengkritisi seberapa jauh hasil-hasil Kongres Kebudayaan Desa pertama diaplikasikan oleh desa-desa di Nusantara, dalam rangka menuju: Arah Tatanan Indonesia Baru dari Desa.
Beberapa jalan yang digagas oleh Kongres Kebudayaan Desa pertama yang diwujudkan dalam 21 paket buku, merupakan sumber literasi pengetahuan bagi desa-desa di Nusantara. Dari 20 Jalan yang digagas dan ramai dibicarakan dirangkum dalam satu buku putih RPJM Desa yang merupakan bunga rampai 20 buku lainnya. Dari beberapa diskusi yang runing dilakukan oleh YSID dan Pena Bulu, dalam rangka mengagas kelanjutan dari Kongres Kebudayaan Desa Pertama menuju perhelatan Kongres Kebudayaan DesaKedua. Dari diskusi seri yang intens dilakukan masing-maisng sepakat bahwa pendidikan tentang “sinau urip” untuk diletakkan dalam skala prioritas utama. Pendidikan tentang “sinau urip” ini tidak bisa lepas dari ranah literasi dari desa, utamanya melalui membaca dan menulis.
Bagaimana peran pemuda dalam berkarya dan berkrativitas dalam membangun desa melalui media, komunikasi dan influencer terhadap warga desa agar mau peduli dan aktif menjadi agent of change pembangunan di desa. Bagaimana peran keluarga yang ada di desa untuk membumikan literasi tentang alam semesta, pola relasi sosial di desa, dan kemandirian ekonomi desa ditanamkan sedari dini.
Pendidikan tentang sinau urip tidak bisa dilakukan secara instan tetapi butuh waktu dan proses yang panjang, oleh karena penguatan literasi dalam membaca dan menulis bagi generasi muda agar lebih merasuk ke dalam sanubari, sehingga ketika menerima estafet sebagai agent of change pembangunan sudah siap lahir dan batin.
Karena wawasan pengetahuan tentang liteasi tentang desa yang berbasis inklusi sosial dan pelestarian alam. Bahwa Manusia dilahirkan kedunia di fitrahkan sebagai khalifah fil ardhi atau pemimpin di bumi, harus dapat menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dan alam semesta, dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan penciptanya yaitu Allah SWT.
JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa
Baca Juga
-
Klaim Kerajaan Angling Dharma, BuktiMelebarnyaSinetron keDunia Nyata
-
Hukum Musik dalam Perspektif Islam yang Dinamis dan Kekinian
-
Hati-hati Glorifikasi kepada Saipul Jamil Bisa Berbahaya, Ada Hati yang Terluka
-
Baliho Politik Bukti Rendahnya Jiwa Kenegarawanan Politisi
-
5 Kebijakan dan Kasus yang Bisa Melemahkan KPK, Termasuk Pelanggaran Etik Lili Pintauli
Artikel Terkait
-
Kemenangan Lagu Barasuara di FFI 2025 Tuai Kontroversi, Dinilai Bukan Original Soundtrack Film
-
Ada Pelatih Keturunan Maluku, Prediksi 5 Pelatih Timnas Indonesia yang Baru
-
Gabung Ajax Usai Dipecat PSSI, Denny Landzaat Justru Diremehkan di Belanda
-
Neraca Pembayaran Masih Alami Defisit 6,4 Miliar Dolar AS, Bagaimana Kondisi Cadangan Devisa?
-
Kembali Raih Piala Citra, Pidato Kemenangan Sheila Dara di FFI 2025 Bikin Vidi Aldiano Menangis
Kolom
-
Banjir Bukan Takdir: Mengapa Kita Terjebak dalam Tradisi Musiman Bencana?
-
Pasal 16 RKUHAP: Bahaya Operasi Undercover Buy Merambah Semua Tindak Pidana
-
Saat Emosi Mengendalikan Ingatan: Mengenal Fenomena Mood-Congruent Memory
-
Moderate Reader: Indonesia Peringkat Ke 31 Negara Paling Giat Membaca Buku
-
Filosofi Menanam Bunga Matahari untuk Tumbuh di Tengah Quarter Life Crisis
Terkini
-
Raih 57 Juta Views, Play Dirty Masuk Top 10 Film Terpopuler di Prime Video
-
Disarankan Profesor IPB: Ini Cara 'Melatih' Sistem Imun Anda dengan Makanan Fermentasi
-
Review Film The Ghost Game: Ketika Konten Berubah Jadi Teror yang Mematikan
-
Nova Arianto Promosi, Siapa Kandidat Pelatih Baru Timnas Indonesia U-17?
-
Bukan Cuma Wortel, 5 Buah Ini Ternyata 'Skincare' Alami buat Matamu