Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Kais
Ilustrasi gaya hidup ramah lingkungan. (Unsplash/Ravin Rau)

Gaya hidup ramah lingkungan kini sedang digalakkan sebagai upaya dalam mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Banyak selogan, seminar, maupun diskusi yang diadakan untuk menumbuhkan trend gaya hidup baru ini.

Namun beberapa orang yang ingin memulainya cenderung memiliki kendala dan pemikiran dibawah ini:

1. Banyak orang mengira bahwa gaya hidup ramah lingkungan artinya harus melakukan perubahan besar terhadap perilaku mereka

Orang-orang cenderung takut memulai sesuatu yang bisa melebihi ekspektasi mereka. Faktanya hal ini bisa dilakukan tanpa harus membuat sebuah perubahan besar, karena sebuah perubahan kecil pun akan sangat berarti. Apalagi jika dilakukan sekaligus oleh banyak orang.

IEC atau Indonesia Environment & Energy Center dalam artikelnya mengatakan bahwa contoh hal kecil yang dapat dilakukan adalah pengurangan jejak karbon. Apabila jejak karbon ditekan setengah persen saja, maka tindakan kecil ini mampu mengurangi emisi sekitar 1,9 juta metrik ton dari total keseluruhan karbon yang dihasilkan oleh sekitar 115.000 warga.

2. Kendala ekonomi (harga produk ramah lingkungan)

Produk-produk ramah lingkungan memiliki harga yang lebih tinggi dari produk sejenis yang kurang ramah lingkugan. Hal ini dikarenakan produksi yang membutuhkan usaha dan modal yang lebih banyak.

Profesor Grimer dari Universitas Tansania, mengatakan bahwa ‘titik krisis etika’ dan kendala ekonomi menyebabkan konsumen cenderung memilih produk dengan harga yang relatif lebih murah, dan abai atas fakta bahwa produk tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan. Baik isi produk sendiri maupun proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan.

3. Pasar produk ramah lingkungan yang tidak luas

Ada kesenjangan yang tinggi antara pasar produk ramah lingkungan dan peminatnya. Profesor Grimmer mengatakan bahwa umumnya pangsa pasar produk ramah lingkungan hanya bisa mencapai 3 persen saja dari keseluruhan presentase produk yang sama.

Mungkin dalam survei pasar peminat produk ramah lingkungan bisa mencapai angka yang tinggi. Namun ada banyak orang yang mengatakan bahwa memiliki niat untuk memulai gaya hidup ramah lingkungan namun tidak menindaklanjuti niat tersebut.

4. Pengaruh insentif gaya hidup dan kesadaran lingkungan

Tidak adanya dorongan dalam diri masyarakat untuk melestarikan keindahan lingkungan, tuntutan hidup bersih, hasrat untuk menjadi contoh teladan bagi orang lain, dan insentif lain yang dapat memulai masyarakat untuk mengubah gaya hidup mereka. Begitupun dengan kesadaran lingkungan yang lemah akan hal ini sehingga tidak ada kontrol sosial sebagai bagian dari fungsi masyarakat.

5. Peraturan yang kurang mengikat

Gaya hidup ramah lingkungan sebenarnya bisa ditegakkan dengan menerapkan peraturan yang mengikat. Seperti dilarang buang ampah sembarangan, penyaranan penggunaan produk recycle, aturan memilah sampah, pembatasan kendaraan beremisi dan lain-lain. Namun sayangnya belum ada peraturan yang benar-benar mengikat sebagai upaya penegak dalam permasalahan ini.

Gaya hidup ramah lingkungan memang menjadi isu yang tak mudah untuk dilakukan. Namun kita bisa memulai dengan menyebarkan energi dan sinergi milenial dalam mengkampanyekan gaya hidup ini.

Mari kita mulai dari hal-hal kecil dengan membiasakan diri secara disiplin mematuhi peraturan-peraturan dan norma masyrakat terkait hal ini. Dan tentu saja perlu sumbangsi banyak kalangan untuk dapat melakukannya.

Kais